Teks tidak dalam format asli.
Kembali

file PDF: [1]


BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 647, 2012
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang wilayah, diperlukan pedoman penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota;
b. bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota;


Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyusunan perda tentang RTRW.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk meningkatkan kualitas perda tentang RTRW.


Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini, meliputi:
a. muatan perda tentang RTRW; dan
b. tata cara penyusunan perda tentang RTRW.
BAB II
MUATAN PERDA RTRW
Pasal 4
Rancangan perda tentang RTRW disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.

Ketentuan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, memuat:
a. batasan pengertian atau definisi;
b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi; dan/atau
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.


Pasal 7
(1) Ruang lingkup penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, memuat ruang lingkup wilayah administrasi, luas dan batas administrasi, posisi geografis, dan lingkup substansi.
(2) Tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, memuat arahan perwujudan ruang wilayah yang diinginkan pada masa yang akan datang.
(3) Kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, memuat arah tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah.
(4) Strategi penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, memuat penjabaran masing-masing kebijakan penataan ruang wilayah ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan penataan ruang yang telah ditetapkan.


Pasal 8
(1) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, merupakan kerangka tata ruang wilayah yang dibangun dalam konstelasi pusat kegiatan sistem perkotaan.
(2) Konstelasi pusat kegiatan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), saling berhirarki yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah.
(3) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun dengan memperhatikan potensi dan kearifan lokal daerah.

(1) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, menjelaskan mengenai pusat kegiatan pada wilayah yang merupakan pusat pertumbuhan.
(2) Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, menjelaskan mengenai integrasi sistem jaringan prasarana wilayah yang melayani pusat kegiatan.
(3) Untuk rencana struktur ruang wilayah kota, sistem jaringan prasarana wilayah ditambahkan:
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana angkutan umum;
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana kegiatan sektor informal; dan
d. ruang evakuasi bencana.


Pasal 11
(1) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d, merupakan distribusi peruntukan ruang.
(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
(3) Untuk rencana pola ruang wilayah kota, ditambahkan:
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau pada rencana pengembangan kawasan lindung; dan
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau pada rencana pengembangan kawasan budidaya.


(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f, memuat upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama.
(2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat usulan program utama, perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana dan waktu pelaksanaan dengan jangka waktu rencana 20 (dua puluh) tahun.
(3) Jangka waktu rencana 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dirinci per 5 (lima) tahunan sampai berakhirnya masa berlaku perda tentang RTRW.


Pasal 14
(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf g, memuat arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah yang diperuntukkan sebagai alat penertiban penataan ruang.
(2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. arahan peraturan zonasi sistem provinsi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.


(1) Arahan peraturan zonasi sistem provinsi dan ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a dan Pasal 15 ayat (2) huruf a, memuat peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang.
(2) Arahan peraturan zonasi sistem provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan sebagai dasar penyusunan ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem kabupaten/kota yang berada dalam wilayah provinsi yang bersangkutan.


Pasal 17
(1) Arahan perizinan dan ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b dan Pasal 15 ayat (2) huruf b, memuat perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
(3) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penyusunan ketentuan perizinan di wilayah kabupaten/ kota.


Pasal 18
(1) Arahan insentif dan ketentuan insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c dan Pasal 15 ayat (2) huruf c, memuat perangkat untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah daerah.
(2) Arahan disinsentif dan ketentuan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c dan Pasal 15 ayat (2) huruf c, memuat perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.


(1) Kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf h, memuat pengaturan koordinasi penyelenggaraan penataan ruang dan kerja sama antar sektor/antar daerah melalui pembentukan BKPRD.
(2) Pembentukan BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.


Pasal 21
(1) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf i, memuat:
a. hak dan kewajiban masyarakat;
b. pengaturan bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang;
c. kewajiban, tugas, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam mendukung pelaksanaan peran masyarakat; dan
d. pendanaan.
(2) Pengaturan tentang peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf k, memuat ketentuan pidana sebagai dasar penegakan hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24
(1) Dalam keadaan diperlukan, rancangan Perda tentang RTRW dapat dilengkapi dengan muatan mengenai ketentuan peralihan.
(2) Ketentuan peralihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat:
a. penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru; dan
b. pengaturan hal-hal yang belum diatur akan ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan di daerah.

Pasal 25
Ketentuan penutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf l, memuat:
a. jangka waktu dan peninjauan kembali perda tentang RTRW;
b. pemberlakuan peraturan daerah yang baru dan pencabutan serta pernyataan tidak berlaku untuk peraturan daerah yang lama; dan
c. pernyataan untuk diketahui setiap orang dan perintah pengundangan perda melalui penempatannya ke dalam Lembaran Daerah Provinsi dan Lembaran Daerah Kabupaten/Kota


BAB III
TATA CARA PENYUSUNAN PERDA TENTANG RTRW
Pasal 26
(1) Kepala Daerah memerintahkan kepada pimpinan SKPD untuk menyusun rancangan perda tentang RTRW.
(2) Pimpinan SKPD dalam menyusun rancangan perda tentang RTRW sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melibatkan BKPRD.


Pasal 27
(1) BKPRD mengoordinasikan pembahasan rancangan perda tentang RTRW dengan melibatkan SKPD yang tergabung dalam BKPRD.
(2) Rancangan perda tentang RTRW sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikoordinasikan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota untuk pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi.
(3) Rancangan perda tentang RTRW sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan dokumen RTRWP dan dokumen RTRWK/K.


Pasal 28
(1) Kepala Daerah mengkonsultasikan rancangan perda tentang RTRW kepada Menteri yang membidangi urusan tata ruang selaku Ketua Tim Pelaksana BKPRN.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memperoleh persetujuan substansi teknis rancangan perda tentang RTRW.
(3) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyangkut substansi teknis rancangan perda tentang RTRW, untuk disesuaikan dengan RTRWN, RTRW Pulau/Kepulauan, dan RTR Kawasan Strategis Nasional.
(4) Untuk perda tentang RTRW Kabupaten/Kota, konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah rancangan perda tentang RTRWK/K dibahas dan dikoordinasikan di BKPRD Provinsi guna mendapatkan surat rekomendasi dari Gubernur.
(5) Pembahasan rancangan perda tentang RTRWK/K di BKPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan untuk mencermati sistematika dan muatan rancangan perda RTRWK/K.


Pasal 29
(1) Konsultasi rancangan perda tentang RTRW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 disertai dokumen pendukung lain.
(2) Dokumen pendukung lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk perda tentang RTRWP meliputi:
a. surat kesepakatan dengan pemerintah daerah provinsi yang berbatasan;
b. surat kesepakatan dengan pemerintah daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi; dan
c. berita acara konsultasi publik.
(3) Dokumen pendukung lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk perda tentang RTRWK/K meliputi:
a. surat rekomendasi dari Gubernur;
b. surat kesepakatan dengan pemerintah daerah kabupaten/kota yang berbatasan;
c. berita acara rapat konsultasi dengan pemerintah daerah provinsi; dan
d. berita acara konsultasi publik.


Pasal 30
Konsultasi atas substansi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), dilakukan sebelum rancangan perda tentang RTRW disetujui bersama dengan DPRD.

Pasal 31
(1) Persetujuan dari Menteri yang membidangi urusan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dan persetujuan bersama dengan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, menjadi bahan Menteri dalam melakukan evaluasi terhadap rancangan perda tentang RTRW provinsi.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi bahan gubernur dalam melakukan evaluasi terhadap rancangan perda tentang RTRW kabupaten/kota

Pasal 32
Ketentuan mengenai penyusunan, evaluasi dan klarifikasi perda tentang RTRW sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
(1) Ketentuan mengenai penyusunan perubahan perda tentang RTRW serta perubahan perda tentang Rencana Rinci Tata Ruang Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai bentuk perda tentang RTRW sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang pembentukan produk hukum daerah.


BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 35
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juni 2012
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,


GAMAWAN FAUZI



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Juni 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


AMIR SYAMSUDIN

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali