[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

Penatausahaan dan pemindahbukuan PBB Migas dan PBB Panas Bumi yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi PBB yang dibayar dari setoran bagian pemerintah dari kegiatan pertambangan Migas dan Panas Bumi.

BAB III
OBYEK PAJAK DAN SUBYEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI

Pasal 3
(1) Obyek Pajak PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam Wilayah Kerja atau sejenisnya terkait pertambangan Migas yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh KKKS.
(2) Obyek Pajak PBB Panas Bumi adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam Wilayah Kerja atau sejenisnya terkait pertambangan Panas Bumi yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pengusaha Panas Bumi.

Pasal 4
(1) Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
(2) Permukaan bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi areal daratan (onshore) dan areal perairan lepas pantai (offshore), yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan Migas serta pengusahaan Panas Bumi.
(3) Tubuh bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian bumi yang berada di bawah permukaan bumi.

(1) Subyek Pajak PBB Migas adalah KKKS yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan yang berada di dalam Wilayah Kerja atau sejenisnya terkait pertambangan Migas.
(2) Subyek Pajak PBB Panas Bumi adalah Pengusaha Panas Bumi yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan yang berada di dalam Wilayah Kerja atau sejenisnya terkait pertambangan Panas Bumi.
(3) Subyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Migas menjadi Wajib Pajak PBB Migas.
(4) Subyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Panas Bumi menjadi Wajib Pajak PBB Panas Bumi.

BAB IV
PENATAUSAHAAN DATA OBYEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI

Pasal 7
(1) Subyek Pajak atau Wajib Pajak melakukan pendaftaran Obyek Pajak atau pemutakhiran data Obyek Pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, termasuk LSPOP dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri peta wilayah kerja.
(2) LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Pemberitahuan Obyek Pajak.
(3) Subyek Pajak atau Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, dan dalam hal bukan Subyek Pajak atau Wajib Pajak yang menandatangani Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
(4) Subyek Pajak atau Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Obyek Pajak dan LSPOP oleh Subyek Pajak atau Wajib Pajak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pengisian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak dan LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 8
(1) Dalam hal Subyek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak dan LSPOP, atau mengisi Surat Pemberitahuan Obyek Pajak dan LSPOP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya yang menimbulkan kerugian negara, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk dalam bagian pemerintah yang disetor oleh Wajib Pajak ke Rekening Migas dan Panas Bumi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

(1) BP Migas melaksanakan sosialisasi mengenai tata cara pengisian dan pengembalian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak dan LSPOP PBB Migas kepada seluruh KKKS paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun pajak yang bersangkutan.
(2) BP Migas mengkoordinasikan percepatan pengembalian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak dan LSPOP PBB Migas dari KKKS kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) BP Migas wajib meneliti data Obyek Pajak yang digunakan sebagai dasar pengisian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak PBB Migas dan menyampaikan perubahan data Obyek Pajak dan/atau Subyek Pajak PBB Migas kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat bulan Juli sebelum tahun pajak.
(4) BP Migas wajib menyampaikan SPPT PBB Migas yang diterima dari Direktorat Jenderal Pajak kepada KKKS.

Pasal 11
(1) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi melaksanakan sosialisasi mengenai tata cara pengisian dan pengembalian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak dan LSPOP PBB Panas Bumi kepada seluruh Pengusaha Panas Bumi paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun pajak yang bersangkutan.
(2) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi mengkoordinasikan percepatan pengembalian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak dan LSPOP PBB Panas Bumi dari Pengusaha Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi berkewajiban meneliti data Obyek Pajak yang digunakan sebagai dasar pengisian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak PBB Panas Bumi dan menyampaikan perubahan data Obyek Pajak dan/atau Subyek Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat bulan Juli sebelum tahun pajak.
(4) Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan SPPT PBB Panas Bumi kepada Pengusaha Panas Bumi.

(1) Dasar pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah NJOP.
(2) NJOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk permukaan bumi ditentukan melalui harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar atau perbandingan harga dengan Obyek lain yang sejenis.
(3) NJOP PBB Migas untuk tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditentukan melalui pendekatan nilai jual pengganti yang dihitung berdasarkan hasil perkalian angka kapitalisasi, hasil produksi, harga minyak mentah Indonesia, dan harga produksi gas bumi.
(4) NJOP PBB Panas Bumi untuk tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditentukan melalui pendekatan nilai jual pengganti yang dihitung berdasarkan hasil perkalian angka kapitalisasi, hasil dan harga produksi uap, serta hasil dan harga produksi listrik.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikecualikan untuk penentuan NJOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk tubuh bumi pada tahap eksplorasi.
(6) Angka kapitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan suatu faktor untuk mengkonversi hasil produksi menjadi nilai jual Obyek.
(7) Hasil produksi minyak bumi yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak adalah minyak bumi yang terjual (lifting) dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan.
(8) Hasil produksi gas bumi yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak adalah gas bumi yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan.
(9) Hasil produksi panas bumi yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak adalah uap dan listrik yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan.
(10) NJOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk bangunan ditentukan melalui nilai perolehan baru sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk kegiatan eksplorasi dan ekploitasi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 14
Menteri Keuangan dapat menetapkan harga minyak bumi, harga gas bumi, harga produksi uap, harga produksi listrik, dan kurs yang digunakan sebagai dasar perhitungan untuk penetapan NJOP PBB Migas dan NJOP PBB Panas Bumi dengan mempertimbangkan besaran harga dan nilai kurs yang digunakan dalam APBN/APBN Perubahan.

BAB VI
PENETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI

(1) Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu kedua bulan Juni.
(2) Besarnya permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi dihitung berdasarkan SPPT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(3) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui pemindahbukuan dana dari rekening Migas dan rekening Panas Bumi ke rekening Bank Persepsi.

Pasal 17
(1) Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan pembayaran PBB Migas dan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. Daftar Ketetapan PBB Migas per KKKS serta salinan SPPT per KKKS per kabupaten/kota untuk areal daratan (
onshore) dan salinan SPPT per KKKS untuk areal perairan lepas pantai (offshore) dan tubuh bumi; dan
b. Daftar Ketetapan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi serta salinan SPPT per Pengusaha Panas Bumi per kabupaten/kota.
(2) Permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak permintaan pembayaran beserta dokumen berupa Daftar Ketetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi dan salinan SPPT secara lengkap diterima oleh Direktorat Jenderal Anggaran.

Pasal 18
(1) Direktur Jenderal Anggaran meneliti kelengkapan permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian atas dokumen PBB Migas per KKKS dan dokumen PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi yang sudah menyetorkan bagian pemerintah dan belum menyetorkan bagian pemerintah.
(3) PBB Migas per KKKS dan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi yang sudah menyetorkan bagian pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai faktor pengurang dalam rangka perhitungan DBH Sumber Daya Alam Migas dan DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
(4) PBB Migas per KKKS dan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi yang belum menyetorkan bagian pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi beban pemerintah pusat.

(1) Dalam hal dokumen permintaan pembayaran PBB Migas per KKKS dan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tidak lengkap, Direktur Jenderal Anggaran mengembalikan Daftar Ketetapan PBB dan salinan SPPT yang tidak lengkap kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi.
(2) Direktur Jenderal Pajak melengkapi Daftar Ketetapan PBB dan salinan SPPT yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya pengembalian dokumen dimaksud.
(3) Berdasarkan Daftar Ketetapan PBB dan salinan SPPT yang telah dilengkapi oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB Migas per KKKS dan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya Daftar Ketetapan PBB dan salinan SPPT secara lengkap dari Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 21
Dalam hal permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 lebih besar dari pagu APBN/APBN Perubahan tahun anggaran berjalan, penyelesaian pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi dilakukan sesuai dengan permintaan pembayaran dimaksud.

Dalam hal terdapat perubahan data Obyek pajak setelah adanya pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi melalui pemindahbukuan, perubahan dimaksud diperhitungkan dalam penatausahaan dan pemindahbukuan PBB Migas dan PBB Panas Bumi pada tahun pajak berikutnya.

BAB VIII
PENETAPAN KURANG BAYAR/LEBIH BAYAR
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN MINYAK BUMI,
GAS BUMI, DAN PANAS BUMI

Pasal 24
(1) Dalam hal terdapat kurang bayar PBB Migas dan PBB Panas Bumi, kurang bayar tersebut dapat dibayarkan setelah dianggarkan dalam APBN Perubahan tahun berjalan atau APBN tahun anggaran berikutnya.
(2) Dalam hal terdapat lebih bayar PBB Migas dan PBB Panas Bumi, lebih bayar tersebut dapat diperhitungkan dalam pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi pada tahun anggaran berikutnya.

BAB IX
PENGALOKASIAN DAN PENYALURAN
DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI

Pasal 25
(1) Tata cara penghitungan dan penetapan alokasi sementara dan alokasi definitif dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pengalokasian anggaran transfer ke daerah.
(2) Tata cara penyaluran DBH PBB Migas dan DBH PBB Panas Bumi dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah.

BAB X
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN MINYAK BUMI, GAS BUMI,
DAN PANAS BUMI YANG DIGUNAKAN SEBAGAI DASAR
PERHITUNGAN DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM
MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI

Pasal 26
(1) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan rencana penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk digunakan sebagai dasar perhitungan:
a. pagu Penerimaan Negara Bukan Pajak dari SDA Migas dan Panas Bumi yang akan dituangkan dalam Rancangan APBN; dan
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumber Daya Alam Migas dan Panas Bumi yang akan dibagihasilkan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian rencana penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi yang digunakan dalam perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumber Daya Alam dan perhitungan DBH Sumber Daya Alam dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pengalokasian anggaran transfer ke daerah.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.04/1997 tentang Penata Usahaan Data Obyek Pajak Bumi dan Bangunan Pertambangan Migas dan Panas Bumi serta Pembayarannya; dan
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penatausahaan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dan Energi Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2007,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 28
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2012 MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

*belum dalam bentuk lembaran lepas