(1) Penetapan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) Primer Hasil Hutan Kayu dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan pedoman kepada pemegang IU-IPHHK dalam penyusunan dan penyampaian RPBBI, perubahan RPBBI dan laporan bulanan realisasi RPBBI agar berjalan secara tertib, lancar dan tepat waktu;
(2) Tujuan penetapan RPBBI adalah:(1) Setiap Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IU IPHHK) wajib menyusun RPBBI setiap tahun.
(2) RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain:a. Rencana Produksi Kayu Olahan;
b. Rencana Kebutuhan Bahan Baku;
c. Rencana Pemenuhan Bahan Baku;
d. Rencana Pemanfaatan/Penggunaan Bahan Baku; dan
e. Rencana Pemasaran Kayu Olahan.
(3) RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran I Peraturan ini.
(1) Produksi kayu olahan yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, didasarkan atas jenis industri dan kapasitas izin produksi.
(2) Kebutuhan bahan baku yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, harus disesuaikan dengan rencana produksi dan standar rendemen kayu olahan yang berlaku.
(3) Pemenuhan bahan baku yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, harus berasal dari sumber yang sah dan dilampiri/dilengkapi dengan dokumen pendukung yang dipersyaratkan.
(4) Pemanfaatan/Penggunaan bahan baku yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d, harus disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku di IPHHK.
(5) Pemasaran produksi yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e, harus disesuaikan dengan ketersediaan produksi (rencana produksi dan/atau persediaan akhir/stok produksi per tanggal 31 Desember tahun lalu).
(1) Dokumen pendukung yang dipersyaratkan dalam penyusunan RPBBI wajib dipenuhi oleh pemegang IU-IPHHK sebelum penyusunan RPBBI.
(2) Penyusunan RPBBI yang menggunakan sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, harus dilampiri/dilengkapi LMKB/LMKBK IPHHK per tanggal 31 Desember tahun lalu.
(3) Penyusunan RPBBI yang menggunakan sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf q, harus dilampiri/dilengkapi:
a. Surat Perjanjian Kontrak Kerjasama Suplai/Pasokan bahan baku dengan pemegang IUPHHK/pemilik sumber bahan baku;
b. Copy SK RKT/ILS/IPK atau izin penebangan tahun lalu dan LMKB/LMKBK sumber bahan baku bulan terakhir tahun lalu sebelum penyusunan RPBBI, apabila menggunakan bahan baku hasil tebangan tahun lalu; dan atau
c. Copy SK RKT/ILS/IPK atau izin penebangan tahun berjalan, apabila menggunakan bahan baku hasil tebangan tahun berjalan.
(4) Dalam hal sumber bahan baku yang akan digunakan dalam penyusunan RPBBI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf q, milik pemegang IU-IPHHK dengan nama badan hukum yang sama, maka harus dilampiri/dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan atau huruf c, tanpa Surat Perjanjian Kontrak Kerjasama Suplai/Pasokan Bahan Baku.
(5) Penyusunan RPBBI yang menggunakan sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf j, huruf k, huruf m, harus dilampiri/dilengkapi surat perjanjian kontrak kerjasama suplai/pasokan bahan baku atau rencana jual beli bahan baku dengan pemilik sumber bahan baku.
(6) Penyusunan RPBBI yang menggunakan sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf l, yang pengangkutannya telah ditetapkan menggunakan SKAU / dokumen angkutan lainnya yang sah, tidak perlu dilampiri/dilengkapi surat perjanjian kontrak kerjasama suplai/pasokan bahan baku dan dalam penyusunan rencana pasokan bahan baku dicantumkan nama Kabupaten dan Provinsi asal sumber bahan baku, tidak perlu dicantumkan nama perorangan/pengumpul/ pemilik asal sumber bahan baku.
(7) Penyusunan RPBBI yang menggunakan sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf n, harus dilampiri/dilengkapi Surat perjanjian kontrak kerjasama rencana jual beli bahan baku dengan pedagang/pemilik sumber bahan baku atau dokumen angkutan yang sah.
(8) Penyusunan RPBBI yang menggunakan sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf o, harus dilampiri/dilengkapi dokumen impor atau rencana impor.
(9) Penyusunan RPBBI yang menggunakan sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf p, harus dilampiri/dilengkapi copy kutipan risalah lelang kayu dari kantor UPLN setempat.
Bagian Kedua
Penyampaian RPBBI
Pasal 7(1) Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan Kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 disampaikan dengan surat pengantar dari pengurus Pemegang IU-IPHHK kepada pejabat yang berwenang selambat-lambatnya telah diterima tanggal 31 Januari tahun berjalan.
(2) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Kepala Dinas kabupaten/kota untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun;
b. Kepala Dinas Provinsi untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik pertahun sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun; atau
c. Direktur untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun.
(3) Penyampaian RPBBI kepada pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan:
a. Secara manual oleh pemegang IU-IPHHK dengan kapasitas produksi sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun, kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Balai, sebagai bahan pembinaan dan pengendalian;
b. Secara elektronik oleh pemegang IU-IPHHK dengan kapasitas produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun, sebagai bahan pembinaan dan pengendalian oleh Kepala Dinas Provinsi, atau secara manual kepada Kepala Dinas Provinsi dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai, apabila aplikasi RPBBI mengalami gangguan atau gagal operasi; atau
c. Secara elektronik oleh pemegang IU-IPHHK dengan kapasitas produksi di atas 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun, sebagai bahan pembinaan dan pengendalian oleh Direktur, atau secara manual kepada Direktur dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, dan Kepala Balai, apabila aplikasi RPBBI mengalami gangguan atau gagal operasi.
(4) Dalam hal aplikasi RPBBI sudah tidak mengalami gangguan atau telah berfungsi kembali, maka RPBBI yang telah disampaikan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c, dilakukan pemasukan dan penyampaian datanya secara elektronik oleh pemegang IU-IPHHK.
(5) Dalam hal tidak dilakukan pemasukan dan penyampaian datanya secara elektronik oleh pemegang IU-IPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka pemegang izin dinyatakan tidak menyusun dan menyampaikan RPBBI.
(6) Bagi pemegang IU-IPHHK dengan kapasitas produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun yang akan menyampaikan RPBBI secara elektronik menggunakan sumber bahan baku ILS atau IPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i, tetapi nama perusahaan sumber bahan baku belum ada pada data base sistem aplikasi, diwajibkan untuk menyampaikan copy SK. ILS atau IPK dilengkapi surat pengantar menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini.
(7) Dalam hal ILS atau IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah berakhir tetapi masih memiliki stock kayu bulat dan atau kayu bulat kecil, maka penyampaian copy Keputusan ILS atau IPK, harus dilengkapi dengan copy Berita Acara Stock Opname pada akhir masa berlakunya perizinan dan copy LMKB dan atau LMKBK sejak berakhirnya perizinan.
Pasal 8(1) Penyampaian RPBBI dibuktikan dengan surat tanda terima yang diterbitkan:
a. Secara manual oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah RPBBI diterima, untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Balai;
b. Secara elektronik oleh Kepala Dinas Provinsi, untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun, yang dapat dicetak sendiri oleh pemegang IU-IPHHK dan berlaku sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau secara manual oleh Kepala Dinas Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah RPBBI diterima secara manual dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai, apabila aplikasi RPBBI mengalami gangguan atau gagal operasi; atau
c. Secara elektronik oleh Direktur, untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun, yang dapat dicetak sendiri oleh Pemegang IU-IPHHK dan berlaku sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau secara manual oleh Direktur selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah RPBBI diterima secara manual dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai, apabila aplikasi RPBBI mengalami gangguan atau gagal operasi.
(2) Surat tanda terima penyampaian RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c dibuat menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini.
(3) Penyampaian RPBBI dan penerbitan surat tanda terima penyampaian RPBBI secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b dan huruf c, serta pada ayat (1) huruf b dan huruf c dapat dipantau oleh Direktur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai melalui login masing-masing.
(1) Bagi daerah kota yang tidak memiliki Dinas Kota, RPBBI dengan kapasitas izin produksi sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Walikota dan Kepala Balai.
(2) Dalam hal RPBBI dengan kapasitas izin produksi sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6, IPHHK dinyatakan tidak menyusun dan menyampaikan RPBBI.
(3) Bagi IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun, lampiran atau kelengkapan dokumen pendukung RPBBI yang menggunakan sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, tidak disertakan pada penyampaian secara elektronik tetapi disimpan sebagai arsip oleh pemegang IU-IPHHK, kecuali sumber bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i.
(4) Pemegang IU-IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun yang telah menyampaikan RPBBI secara elektronik melalui aplikasi RPBBI, kemudian ternyata tidak memiliki kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau data RPBBI tidak benar atau tidak sesuai dengan dokumen pendukung yang dipersyaratkan, pemegang IU-IPHHK dinyatakan tidak menyusun dan menyampaikan RPBBI.
Pasal 11(1) Dalam hal RPBBI akan menggunakan sumber bahan baku dari IUPHHK/ILS atau IPK tetapi sampai dengan tanggal 31 Januari tahun berjalan belum dapat melakukan kontrak kerjasama suplai/pasokan bahan baku karena RKT/ILS atau IPK belum disahkan, maka RPBBI disusun dan disampaikan berdasarkan stock tanggal 31 Desember tahun sebelumnya di IPHHK dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), atau diisi dengan angka 0 (nol) dan diberi keterangan "NIHIL" dan penjelasan seperlunya, apabila tidak memiliki persediaan akhir di IPHHK per tanggal 31 Desember tahun lalu.
(2) RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan perubahan apabila pemegang IU-IPHHK telah dapat melakukan kontrak kerjasama suplai/pasokan bahan baku dengan pemegang IU-PHHK/ILS atau IPK dengan ketentuan volume bahan baku yang direncanakan dalam penyusunan dan penyampaian RPBBI atau perubahan RPBBI tidak melebihi target RKT/ILS atau IPK yang telah disahkan.
(3) Surat perjanjian kontrak kerjasama suplai/pasokan bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat antara lain:
a. rencana volume pasokan bahan baku;
b. asal sumber bahan baku, dan volume target RKT/penebangan;
c. nomor, tanggal Surat Keputusan Rencana Kerja Tahunan/Bagan Kerja Tahunan/Izin Lainnya yang Sah/Izin Pemanfaatan Kayu atau Surat Keputusan Izin Penebangan dan tahun penebangan; dan
d. jangka waktu kontrak, nomor dan tanggal penerbitan kontrak yang ditandatangani para pihak yang mengikat perjanjian antara pemegang IU-IPHHK dan pemegang IUPHHK/pemilik sumber bahan baku, dan tidak perlu diketahui/ditandatangani oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota atau Kepala Dinas Provinsi asal bahan baku.
(4) Surat perjanjian kontrak kerjasama suplai/pasokan bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuat berjangka panjang (satu tahun) atau berjangka pendek (bulanan/triwulanan/semesteran) dalam tahun berjalan dan apabila terdapat penambahan volume bahan baku dari penyampaian RPBBI atau perubahan RPBBI sebelumnya, maka harus dilakukan adendum/ perubahan surat perjanjian kontrak kerjasama suplai/pasokan bahan baku dan perubahan RPBBI.
(1) Pemegang IU-IPHHK dapat melakukan perubahan RPBBI dari RPBBI yang disampaikan sebelumnya, apabila memenuhi persyaratan/ kelengkapan yang ditetapkan dalam peraturan ini.
(2) Perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan:
a. Perubahan rencana pemenuhan bahan baku dan/atau volume bahan baku menurut kategori sumber atau asal usul bahan baku;
b. Perubahan rencana pemanfaatan/penggunaan bahan baku dan produksi KO sesuai kapasitas izin produksi;
c. Perubahan rencana pemenuhan bahan baku untuk proses produksi dan/atau penggunaan lain;
d. Penambahan rencana pemenuhan dan pemanfaatan/penggunaan bahan baku serta produksi KO dengan toleransi sampai dengan 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas izin produksi;
e. Perubahan (perluasan/pengurangan, pembaharuan/rekomposisi jenis produksi) IU-IPHHK: atau
f. Perubahan atas kesalahan pemasukan data pada aplikasi SI-RPBBI online, khusus untuk IPHHK kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun.
(3) Bahan baku yang digunakan dalam perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, harus berasal dari sumber yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan dilampiri/dilengkapi dengan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(4) Perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d, dilakukan oleh pemegang IU-IPHHK dengan ketentuan pemenuhan bahan baku yang direncanakan maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas izin produksi dan didasarkan atas standar rendemen kayu olahan yang telah ditetapkan.
(5) Perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan/dilaporkan oleh pemegang IU-IPHHK dengan ketentuan harus dilampiri/dilengkapi dengan Daftar rekapitulasi realisasi bulanan pemenuhan dan pemanfaatan/penggunaan bahan baku serta produksi KO, LMKB/LMKBK dan LMHHOK/LMKO sampai dengan bulan terakhir dalam tahun berjalan, serta Surat Pernyataan dari pemegang IU-IPHHK yang menyatakan/menjelaskan antara lain mengenai keabsahan/legalitas asal usul sumber bahan baku, bahan baku yang tidak dimanfaatkan sebagai material produksi, dan atau dijual kepada pihak lain, dan telah dilakukan verifikasi oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(6) Perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dilakukan/dilaporkan oleh pemegang IU-IPHHK dengan ketentuan realisasi produksi KO sampai dengan bulan terakhir dalam tahun berjalan telah melebihi standar produksi normal atau mencapai toleransi sampai dengan 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas izin produksi yang dilampiri/dilengkapi dengan Daftar rekapitulasi realisasi bulanan pemenuhan dan pemanfaatan/penggunaan bahan baku serta produksi KO, LMKB/LMKBK dan LMHHOK/LMKO sampai dengan bulan terakhir dalam tahun berjalan dan telah dilakukan verifikasi oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(7) Perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, dilakukan/dilaporkan oleh pemegang IU-IPHHK dengan ketentuan harus dilampiri/dilengkapi dengan perubahan IU-IPHHK (perluasan/ pengurangan, pembaharuan/rekomposisi jenis produksi) dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan yang mengatur tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan.
(8) Perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, dilakukan/dilaporkan oleh pemegang IU-IPHHK dengan ketentuan harus dilampiri dengan surat pemberitahuan dari pemegang IU-IPHHK mengenai alasan/penyebab terjadinya kesalahan pemasukan data pada aplikasi SI-RPBBI online dilengkapi dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan telah dilakukan verifikasi oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b dan huruf c.
(9) Dalam hal pada akhir tahun berjalan IPHHK kelebihan bahan baku maka merupakan stock akhir tahun yang dapat digunakan untuk menyusun RPBBI tahun berikutnya dengan dokumen pendukung LMKB dan atau LMKBK/LMHHOK.
(10) Perubahan RPBBI disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada lampiran VIII Peraturan ini.
Pasal 14(1) Perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 disampaikan dengan Surat Pengantar dari pengurus Pemegang IU-IPHHK kepada pejabat yang berwenang sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (3).
(2) Penyampaian perubahan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh pejabat yang berwenang sebelum pasokan bahan baku dipenuhi atau sebelum bahan baku diterima di IPHHK.
(3) Dalam hal perubahan RPBBI yang disampaikan oleh pemegang IU-IPHHK diterima oleh pejabat yang berwenang setelah pemenuhan bahan baku direalisasi, pemegang izin dinyatakan tidak menyusun dan menyampaikan RPBBI.
(4) Penyampaian perubahan RPBBI dibuktikan dengan surat tanda terima yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(5) Dalam hal perubahan RPBBI yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tidak diterbitkan surat tanda terima dan pemegang IU-IPHHK dinyatakan tidak menyusun dan menyampaikan RPBBI.
(1) Pemegang IU-IPHHK wajib menyusun dan menyampaikan laporan bulanan realisasi RPBBI meliputi:
a. Realisasi pemenuhan bahan baku disusun menggunakan format dalam Lampiran IX.1, Lampiran IX.2, Lampiran IX.3 dan Lampiran IX.4 Peraturan ini;
b. Realisasi pemanfaatan atau penggunaan bahan baku serta produksi disusun menggunakan format dalam Lampiran X.1, Lampiran X.2 dan Lampiran X.3 Peraturan ini;
c. Laporan efisiensi penggunaan bahan baku dan pemanfaatan kayu limbah proses produksi IPHHK disusun menggunakan format dalam Lampiran XI Peraturan ini.
(2) Laporan bulanan realisasi RPBBI IPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada:
a. Kepala Dinas Kabupaten/Kota secara manual, selambat-lambatnya telah diterima tanggal 10 bulan berikutnya untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Balai;
b. Kepala Dinas Provinsi secara elektronik, selambat-lambatnya telah diterima tanggal 10 bulan berikutnya untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik pertahun sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun atau secara manual dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai, apabila aplikasi mengalami gangguan atau gagal operasi; atau
c. Direktur secara elektronik, selambat-lambatnya telah diterima tanggal 10 bulan berikutnya untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun atau secara manual dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai, apabila aplikasi mengalami gangguan atau gagal operasi.
(3) Berdasarkan tembusan laporan bulanan realisasi RPBBI IPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, selambat-lambatnya setiap tanggal 20 bulan berikutnya, Kepala Balai melakukan penyampaian datanya secara elektronik melalui aplikasi RPBBI kepada Direktur.
(4) Penyampaian laporan bulanan realisasi RPBBI IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dipantau oleh Direktur, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai melalui login masing-masing;
(5) Penyampaian laporan bulanan realisasi RPBBI IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dapat dipantau oleh Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai melalui login masing-masing.
(6) Dalam hal aplikasi RPBBI sudah tidak mengalami gangguan atau telah berfungsi kembali, maka laporan bulanan realisasi RPBBI yang telah disampaikan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, harus dilakukan pemasukan dan penyampaian datanya secara elektronik oleh pemegang IU-IPHHK.
(7) Dalam hal tidak dilakukan pemasukan dan penyampaian datanya secara elektronik oleh pemegang IU-IPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka pemegang izin dinyatakan tidak menyusun dan menyampaikan laporan bulanan realisasi RPBBI.
(8) Penyampaian tembusan laporan bulanan realisasi RPBBI kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, dapat dicetak sendiri oleh Direktur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai melalui kode akses (User ID dan Password) masing-masing sesuai wilayah kerjanya.
Pasal 17Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kategori bahan baku industri, rendemen kayu olahan, serta petunjuk penyusunan dan penyampaian laporan efisiensi penggunaan bahan baku, Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penyampaian RPBBI, perubahan RPBBI dan laporan bulanan realisasi RPBBI, petunjuk operasional aplikasi SI RPBBI Online diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Bagian Kelima
Operasional Aplikasi SI RPBBI Online
Pasal 18(1) Penyampaian RPBBI, perubahan RPBBI, dan laporan bulanan realisasi RPBBI untuk IPHHK kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun dilakukan secara elektronik oleh IPHHK yang memiliki kode akses berupa User ID dan password melalui alamat website http://rpbbi.dephut.go.id.
(2) Penyampaian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Petugas Operator Pelaksana e-RPBBI (RPBBI Online) pada IPHHK yang telah memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh Direktur.
(3) User ID dan password sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh dengan mengajukan Surat Permohonan dari pengurus pemegang IU-IPHHK kepada:
a. Kepala Dinas Provinsi, untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun sampai dengan 6.000 meter kubik per tahun; atau
b. Direktur, untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun.
(4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilampiri/ dilengkapi dengan:
a. Surat Keputusan IU-IPHHK dari pejabat yang berwenang; dan/atau
b. Surat Kuasa dari pengurus pemegang IU-IPHHK kepada petugas perusahaan yang ditunjuk, ditandatangani kedua pihak dan dibuat dengan bermaterai cukup apabila dikuasakan.
(5) Berdasarkan Surat Permohonan dari pengurus pemegang IU-IPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Kepala Dinas Provinsi membuat Daftar Nama Pemegang IU-IPHHK yang mengajukan permohonan user ID dan Password dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII Peraturan ini, dan disampaikan kepada Direktur sebagai bahan pertimbangan untuk pemrosesan lebih lanjut.
(6) Pemantauan penyampaian RPBBI, perubahan RPBBI dan laporan bulanan realisasi RPBBI untuk IPHHK kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara elektronik oleh Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai melalui login masing-masing sesuai wilayah kerjanya.
(7) Pemantauan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan oleh Petugas Operator Pelaksana e-RPBBI (RPBBI Online) pada Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota dan Balai yang telah memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh Direktur.
(1) Direktur Jenderal, Direktur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai sesuai dengan kewenangannya melaksanakan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan RPBBI.
(2) Pembinaan pelaksanaan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pemberian:
a. Pedoman;
b. Bimbingan;
c. Sosialisasi;
d. Pembekalan;
e. Arahan; dan/atau
f. Supervisi.
(3) Pengendalian pelaksanaan RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan:
a. Pemantauan;
b. Evaluasi;
c. Pemberian teguran; dan/atau
d. Pengenaan sanksi administratif.
Pasal 21(1) Penyampaian RPBBI oleh pemegang IU-IPHHK yang diterima oleh pejabat yang berwenang setelah tanggal 31 Januari tahun berjalan dikategorikan sebagai RPBBI yang disampaikan terlambat.
(2) Penyampaian perubahan RPBBI oleh pemegang IU-IPHHK yang diterima oleh pejabat yang berwenang setelah pemenuhan bahan baku direalisasi dikategorikan sebagai perubahan RPBBI yang disampaikan terlambat.
(3) Penyampaian laporan bulanan realisasi RPBBI oleh pemegang IU-IPHHK yang diterima oleh pejabat yang berwenang setelah tanggal 10 bulan berikutnya dikategorikan sebagai laporan bulanan yang disampaikan terlambat.
(4) Realisasi pemenuhan bahan baku tidak sesuai dengan RPBBI, apabila penggunaan bahan baku melebihi RPBBI dan atau volume pemenuhan bahan baku melebihi RPBBI dan atau sumber bahan baku tidak sesuai dengan RPBBI yang berlaku.
(5) Realisasi produksi kayu olahan tidak sesuai dengan RPBBI apabila produksi kayu olahan tidak sesuai dengan RPBBI yang disusun berdasarkan kapasitas produksi yang diizinkan.
(6) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian RPBBI yang berlaku dengan laporan realisasinya, maka pemegang IU-IPHHK diberikan teguran secara tertulis.
(7) RPBBI atau perubahan RPBBI atau laporan bulanan realisasi RPBBI yang disampaikan terlambat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) atau realisasi pemenuhan bahan baku tidak sesuai RPBBI, atau realisasi produksi kayu olahan tidak sesuai RPBBI, atau teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), ayat (6) dijadikan dasar evaluasi IPHHK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pemegang IU-IPHHK dinyatakan tidak menyusun dan menyampaikan RPBBI, apabila:
a. Sampai dengan tanggal 31 Januari tahun berjalan pejabat yang berwenang belum menerima penyampaian RPBBI tahun berjalan dari pemegang izin; atau
b. Tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (4), Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (5), Pasal 15 ayat (2) atau Pasal 16 ayat (7).
(2) Pemegang IU-IPHHK dinyatakan tidak menyusun dan menyampaikan laporan bulanan Realisasi RPBBI, apabila:
a. Sampai dengan tanggal 10 bulan berikutnya pejabat yang berwenang belum menerima laporan bulanan realisasi RPBBI dari pemegang izin; atau
b. Tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (4), Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (5), Pasal 15 ayat (2) atau Pasal 16 ayat (7).
Pasal 24(1) Pemegang IU-IPHHK dikenakan sanksi administrasi berupa penghentian sementara pemberian pelayanan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah, apabila:
a. Tidak menyusun dan menyampaikan RPBBI; atau
b. Tidak menyusun dan menyampaikan laporan bulanan realisasi RPBBI.
(2) Berdasarkan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Provinsi:
a. Tidak memberikan pelayanan permohonan penetapan nomor seri blanko FA-KO yang diajukan oleh pemegang IU-IPHHK;
b. Tidak memberikan pelayanan terhadap permohonan pengangkatan Penerbit Faktur Angkutan Kayu Olahan (FA-KO) yang diajukan oleh pemegang IU-IPHHK;
c. Tidak memberikan pelayanan terhadap permohonan rekomendasi nomor seri blanko Faktur Angkutan Kayu Bulat (FA-KB) yang diajukan oleh pemegang IU-IPHHK;
d. Membekukan pengangkatan penerbit FA-KO.
(3) Berdasarkan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai:
a. Tidak memberikan pelayanan permohonan penetapan Nomor Register Penerbit FA-KO yang diajukan oleh pemegang IU-IPHHK;
b. Tidak memberikan pelayanan permohonan penetapan Nomor Register Penerbit FA-KB yang diajukan oleh pemegang IU-IPHHK;
c. Membekukan pengangkatan Penerbit FA-KB di perusahaan pemegang IU-IPHHK.
(4) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sampai dengan pemegang IU-IPHHK dapat memenuhi kewajibannya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa penghentian sementara pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengikuti Peraturan Menteri Kehutanan yang mengatur tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pemegang IUIPHHK.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25(1) Apabila aplikasi SI-RPBBI Online belum berfungsi atau masih dalam tahap penyiapan sarana dan prasarana serta Sumber Daya Manusia/Operator SI-RPBBI Online. Penyusunan dan penyampaian RPBBI, perubahan RPBBI dan laporan bulanan realisasi RPBBI untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun dilakukan secara manual/disampaikan dengan surat biasa oleh pemegang IU-IPHHK kepada Kepala Dinas Provinsi dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai.
(2) Berdasarkan penyampaian RPBBI, perubahan RPBBI dan laporan bulanan realisasi RPBBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melaksanakan pemantauan dan menyampaikan datanya secara elektronik melalui aplikasi RPBBI kepada Direktur sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b, Pasal 8 ayat (1) huruf b, Pasal 12 ayat (3), dan Pasal 14.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26(1) Penyusunan dan penyampaian RPBBI, perubahan RPBBI dan laporan bulanan realisasi RPBBI untuk IPHHK dengan kapasitas izin produksi di atas 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun secara online, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.
(2) Dengan diberlakukannya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-II/2007 tentang Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) Primer Hasil Hutan Kayu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2009 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 187) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 2012
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ZULKIFLI HASAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
lamp