(1) Untuk melaksanakan tugas sidang pemeriksaan disiplin, MPD dibantu oleh petugas khusus sebagai panitera persidangan.
(2) Jika panitera berhalangan dalam melaksanakan tugas, Ketua MKDKI dapat menunjuk panitera pengganti.
(1) MPD dapat memutuskan Pengaduan Tidak Dapat Diterima, Pengaduan Ditolak, atau Penghentian Pemeriksaan.
(2) Pengaduan Tidak Dapat Diterima dan Pengaduan Ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (3) dan ayat (4) Perkonsil ini.
(3) Penghentian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:
a. teradu sakit permanen berdasarkan surat keterangan yang sah;
b. teradu meninggal dunia; dan/atau
c. minimal 2 (dua) alat bukti sesuai ketentuan dalam Perkonsil ini tidak terpenuhi.
Bagian Kedua
Pencabutan Pengaduan
Pasal 24(1) Pengaduan dapat dicabut atau dibatalkan oleh pengadu atau kuasa pengadu sebelum dilakukan investigasi.
(2) Pencabutan atau pembatalan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila memenuhi alasan yang dapat diterima oleh MPD.
(3) Keputusan pencabutan atau pembatalan pengaduan diputuskan oleh MPD.
(4) Keputusan pencabutan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam rangka penegakan disiplin dokter atau dokter gigi dan bukan dalam rangka mediasi, rekonsiliasi, dan negosiasi antara dokter atau dokter gigi dengan pengadu atau kuasanya.
(5) Salinan keputusan pencabutan atau pembatalan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh petugas khusus kepada pengadu atau kuasa pengadu dan dilaporkan kepada Ketua KKI.
Pasal 25Terhadap pengaduan yang telah ditetapkan dicabut atau dibatalkan oleh Ketua MPD, pengadu atau kuasa pengadu yang mengajukan permohonan pencabutan atau pembatalan pengaduan tersebut tidak dapat mengadukan kembali pengaduan yang sama kepada MKDKI / MKDKI-P.
Bagian Ketiga
Investigasi
Pasal 26(1) Investigasi dilakukan atas perintah Ketua MPD untuk mengumpulkan informasi dan alat bukti yang berkaitan dengan peristiwa yang diadukan.
(2) Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. kunjungan lapangan;
b. surat menyurat; dan/atau
c. media komunikasi lainnya.
Pasal 27(1) Investigasi dilakukan oleh petugas khusus dan dapat didampingi oleh tenaga penyelia medis.
(2) Dalam melakukan investigasi, petugas khusus dapat meminta informasi dan alat bukti yang berkaitan dengan peristiwa yang diadukan kepada:
a. pengadu atau kuasa pengadu;
b. pasien;
c. teradu atau pendamping teradu;
d. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan tempat teradu menjalankan praktik kedokteran yang diadukan; dan/atau
e. pihak lain yang terkait.
(3) Kegiatan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara tertutup.
(4) Waktu pelaksanaan investigasi ditetapkan oleh MPD.
Bagian Keempat
Sidang Pemeriksaan Disiplin
Paragraf 1
Umum
Pasal 28(1) Sidang pemeriksaan disiplin dilakukan secara tertutup.
(2) Sidang pemeriksaan disiplin dipimpin/diketuai oleh Ketua MPD.
(3) Dalam hal Ketua MPD berhalangan, sidang pemeriksaan disiplin dipimpin/diketuai oleh Anggota MPD yang ditunjuk oleh Ketua MPD.
Pasal 29Dalam hal tertentu dan diperlukan, Ketua MPD yang menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi yang diadukan dapat meminta pasien yang terkait dengan pengaduan untuk hadir dalam sidang pemeriksaan disiplin.
Pasal 30(1) Dalam sidang pemeriksaan disiplin, teradu dapat didampingi oleh pendamping teradu dan pengadu dapat didampingi oleh kuasa pengadu.
(2) Pendamping teradu dan kuasa pengadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mempunyai hak bicara selama sidang pemeriksaan tersebut berlangsung, kecuali atas izin ketua sidang.
Pasal 31Teradu atau yang diberi kuasa dapat diberi atau meminta salinan dokumen pengaduan untuk dipelajari atas izin Ketua MPD atau Ketua MKDKI.
Pasal 32(1) Jadwal sidang pemeriksaan disiplin ditetapkan oleh Pimpinan MKDKI / MKDKI-P.
(2) Penetapan jadwal sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah berkoordinasi dengan masing-masing Ketua MPD.
(3) Penetapan jadwal sidang di MKDKI dibantu oleh pejabat struktural di lingkungan Sekretariat KKI yang memfasilitasi pelaksanaan tugas MKDKI.
(4) Penetapan jadwal sidang di MKDKI-P dibantu oleh pejabat struktural di lingkungan Sekretariat MKDKI-P yang memfasilitasi pelaksanaan tugas MKDKI-P.
Pasal 33Pemanggilan untuk menghadiri sidang pemeriksaan disiplin terhadap teradu, pengadu, saksi, dan/atau ahli dilakukan secara tertulis.
Pasal 34(1) Teradu dan saksi atau ahli yang berprofesi dokter atau dokter gigi yang terregistrasi di KKI wajib hadir dalam sidang pemeriksaan disiplin kecuali karena alasan yang dapat diterima oleh MPD.
(2) Dalam hal teradu dan saksi tidak hadir dalam sidang pemeriksaan disiplin yang telah dijadwalkan dan dipanggil secara sah dan/atau tidak menanggapi panggilan tanpa alasan yang dapat diterima, Ketua MPD dapat meminta kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat atau ketua organisasi profesi terkait setempat untuk mendatangkan teradu dan saksi-saksi tersebut.
(3) Alasan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah alasan yang disebabkan oleh:
a. gangguan kesehatan fisik dan/atau mental berdasarkan surat keterangan dokter yang memiliki SIP;
b. bencana alam;
c. gangguan transportasi akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas berat;
d. huru hara; dan
e. alasan lain yang ditetapkan oleh sidang Majelis Pemeriksa Disiplin.
(4) Jika teradu tidak hadir dalam 2 (dua) kali sidang pemeriksaan disiplin tanpa alasan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan telah dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam Perkonsil ini, teradu tersebut dikenakan sanksi disiplin.
(5) Jika saksi atau ahli yang berprofesi dokter atau dokter gigi yang terregistrasi di KKI hadir dalam lebih dari 2 (dua) kali sidang pemeriksaan disiplin, saksi atau ahli tersebut diberikan penghargaan yang dapat digunakan sebagai transfer kredit sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh kolegium terkait.
(6) Jika saksi atau ahli yang berprofesi dokter atau dokter gigi yang terregistrasi di KKI tidak hadir dalam 2 (dua) kali sidang pemeriksaan disiplin tanpa alasan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan telah dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam Perkonsil ini, saksi atau ahli tersebut dapat dikenakan sanksi disiplin.
Pasal 35Jika teradu tidak hadir tanpa alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dalam 2 (dua) kali pemanggilan, sidang pemeriksaan disiplin dapat dilanjutkan tanpa kehadiran teradu (sidang inabsentia).
Pasal 36Biaya kehadiran pengadu atau kuasa pengadu, teradu atau pendamping teradu, dan saksi-saksi dalam sidang pemeriksaan disiplin ditanggung oleh yang bersangkutan.
Pasal 37(1) Sidang pemeriksaan disiplin yang Anggota Majelis Pemeriksa Disiplinnya berjumlah 5 (lima) orang dianggap sah bila dihadiri sekurang-kurangnya oleh 3 (tiga) orang anggota dan seorang panitera.
(2) Sidang pemeriksaan displin yang Anggota Majelis Pemeriksa Disiplinnya berjumlah 3 (tiga) orang dianggap sah bila dihadiri sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang anggota dan seorang panitera.
Pasal 38(1) Dalam hal tertentu dan diperlukan untuk mempercepat pelaksanaan sidang pemeriksaan disiplin, pengadu dan teradu dapat dihadirkan bersamaan dalam sidang pemeriksaan tersebut.
(2) Kehadiran pengadu dan teradu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan untuk penyelesaian penanganan kasus secara mediasi, rekonsiliasi, dan negosiasi antara pengadu dan teradu.
Paragraf 2
Pembuktian
Pasal 39Alat bukti yang dapat diajukan pada sidang pemeriksaan disiplin berupa:
a. surat-surat dan/atau dokumen-dokumen;
b. keterangan saksi-saksi;
c. keterangan ahli;
d. pengakuan teradu; dan/atau
e. barang bukti.
Pasal 40Surat-surat dan/atau dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a adalah surat-surat dan/atau dokumen-dokumen yang berhubungan dengan peristiwa yang diadukan.
Pasal 41Saksi harus mengucapkan sumpah/janji dihadapan sidang pemeriksaan disiplin.
Pasal 42Orang yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah:
a. orang yang belum dewasa yaitu orang yang belum dewasa sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kecuali keterangannya bersesuaian dengan alat bukti sah lainnya; atau
b. orang yang di bawah pengampuan (curatele).
Pasal 43(1) Keterangan saksi-saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b dapat dianggap sebagai alat bukti, jika keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri.
(2) Keterangan saksi-saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b dapat diperoleh secara langsung atau secara tertulis (afidavit).
Pasal 44Jika saksi tidak dapat berbahasa Indonesia, bisu, atau tuli, Ketua Majelis Pemeriksa Disiplin dapat menunjuk seorang penerjemah yang mengucapkan sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Pasal 45Dalam hal saksi tidak dapat hadir dalam sidang pemeriksaan disiplin yang diselenggarakan oleh MPD dengan alasan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), MPD dapat menugaskan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Anggota Majelis Pemeriksa Disiplin dan 1 (satu) orang panitera untuk mendengarkan kesaksiannya.
Pasal 46(1) Keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c adalah pendapat yang disampaikan oleh orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan khusus di bidang yang terkait dengan peristiwa yang diadukan.
(2) Keterangan ahli dikemukakan di hadapan sidang pemeriksaan disiplin dengan mengucapkan sumpah sesuai agama dan kepercayaannya.
(3) Keterangan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh ahli yang ditetapkan oleh MPD.
Pasal 47(1) Pengakuan teradu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d dianggap sebagai alat bukti jika pengakuan teradu yang diberikan berupa hal yang dialami dan dilihat sendiri.
(2) Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dihadapan sidang pemeriksaan disiplin.
Pasal 48Untuk kepentingan pemeriksaan disiplin, pengadu atau kuasa pengadu, pasien, dan teradu yang terkait dengan pengaduan harus menyerahkan alat bukti yang dimiliki.
Paragraf 3
Keputusan Sela
Pasal 49(1) Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan/atau untuk mencegah terulangnya peristiwa yang diadukan, MPD dapat memberikan keputusan sela kepada teradu.
(2) Pemberian keputusan sela kepada teradu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil investigasi dan pemeriksaan alat bukti serta kondisi kesehatan fisik dan/atau mental teradu yang dapat membahayakan pasien dan masyarakat.
(3) Pemberian keputusan sela kepada teradu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah dibahas dalam rapat pleno KKI.
(4) Keputusan sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa perintah kepada teradu untuk menghentikan sementara praktik kedokteran sampai dengan selesainya proses pemeriksaan teradu atau sampai dengan ditetapkannya keputusan tentang teradu dinyatakan tidak bersalah atau teradu diberikan sanksi disiplin.
Paragraf 4
Tanggapan Akhir Teradu
Pasal 50Jika sidang pemeriksaan disiplin sudah selesai atau dianggap cukup, MPD harus menetapkan ringkasan (resume) hasil pemeriksaan.
Pasal 51(1) Salinan ringkasan (resume) hasil pemeriksaan disampaikan oleh panitera kepada teradu.
(2) Penyampaian salinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada teradu mengemukakan tanggapan akhir terhadap ringkasan (resume) hasil pemeriksaan tersebut.
(3) Tanggapan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan oleh teradu kepada Ketua MPD yang memeriksa kasus dugaan pelanggaran disiplin tersebut paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).Bagian Kelima
Keputusan Majelis Pemeriksa Disiplin
Pasal 52(1) Jika sidang pemeriksaan disiplin dokter atau dokter gigi sudah selesai atau dianggap cukup dan teradu telah memberikan tanggapan akhir atau teradu tidak memberikan tanggapan akhir sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam Perkonsil ini, MPD harus menetapkan keputusan terhadap teradu.
(2) Keputusan MPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. dinyatakan tidak melakukan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi; atau
b. pemberian sanksi disiplin, berupa:
1. peringatan tertulis;
2. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan, yang dapat dilakukan dalam bentuk:
a) reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi; atau
b) reedukasi nonformal yang dilakukan di bawah supervisi dokter atau dokter gigi tertentu di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan kesehatan dan jejaringnya, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun;
dan/atau
3. rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat:
a) sementara paling lama 1 (satu) tahun;
b) tetap atau selamanya; atau
c) pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam sidang pengambilan keputusan MPD dan ditandatangani oleh Ketua dan Anggota MPD.
(4) Dalam hal MPD memutuskan pemberian sanksi disiplin berupa kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2, penentuan jenis, bentuk, dan jangka waktu pemberlakuan sanksi disiplin tersebut dilakukan setelah mendengarkan keterangan dari kolegium terkait.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penentuan jenis, bentuk, dan jangka waktu pemberlakuan sanksi disiplin berupa kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan diatur dengan Perkonsil.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan Perkonsil.
Pasal 53(1) Pengambilan keputusan dalam sidang Keputusan MPD dilakukan berdasarkan musyawarah.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak dari Anggota MPD yang hadir.
Pasal 54(1) Keputusan MPD yang memutuskan teradu dikenakan sanksi disiplin, salinan keputusan diberikan kepada teradu.
(2) Pemberian salinan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk dapat dipergunakan oleh teradu dalam mengajukan keberatan.
Bagian Keenam
Keberatan Teradu
Pasal 55(1) Dalam hal teradu berkeberatan terhadap Keputusan MPD, teradu dapat mengajukan keberatan kepada Ketua MKDKI / MKDKI-P dengan mengajukan alat bukti baru yang mendukung keberatannya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak salinan Keputusan MPD diterima.
(2) Jika tidak ada pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua MKDKI / MKDKI-P menetapkan Keputusan MPD sebagai Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang berkekuatan tetap dan dibacakan dalam sidang terbuka.
Pasal 56Dalam hal teradu mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), MPD harus melakukan sidang pemeriksaan disiplin terhadap keberatan tersebut.
BAB V
KEPUTUSAN MKDKI / MKDKI-P
Pasal 57Keputusan MPD yang memutuskan teradu tidak bersalah merupakan Keputusan MKDKI yang dibacakan secara terbuka dalam sidang pembacaan keputusan.
Pasal 58Hasil sidang pemeriksaan disiplin yang telah dilakukan oleh MPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan oleh Ketua MKDKI / MKDKI-P sebagai Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang bersifat final dan berkekuatan tetap serta dibacakan secara terbuka dalam sidang pembacaan keputusan.
Pasal 59Keputusan MKDKI / MKDKI-P bersifat final, berkekuatan tetap, dan mengikat teradu, KKI, dan pemerintah daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota).
Pasal 60(1) Salinan Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang menyatakan teradu tidak bersalah atau teradu bersalah dengan pemberian sanksi disiplin berupa peringatan tertulis harus disampaikan oleh MKDKI / MKDKI-P kepada teradu, KKI, pemerintah daerah kabupaten/kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) yang menerbitkan SIP teradu, organisasi profesi terkait, fasilitas pelayanan kesehatan tempat teradu menjalankan praktik kedokteran, dan/atau Kementerian Kesehatan.
(2) Salinan Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang menyatakan teradu bersalah dengan sanksi disiplin berupa rekomendasi pencabutan STR atau SIP dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi harus disampaikan oleh MKDKI / MKDKI-P kepada KKI.
(3) Pelaksanaan dan penyampaian salinan Keputusan MKDKI / MKDKI-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap dan kepada teradu, pemerintah daerah kabupaten/kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) yang menerbitkan SIP teradu, organisasi profesi terkait, fasilitas pelayanan kesehatan tempat teradu menjalankan praktik kedokteran, institusi pendidikan kedokteran / kedokteran gigi, dan/atau Kementerian Kesehatan harus segera dilakukan oleh KKI.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Keputusan MKDKI / MKDKI-P diatur dengan Perkonsil.
Pasal 61(1) Pengadu atau kuasa pengadu dapat meminta salinan Keputusan MKDKI / MKDKI-P
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan diajukan kepada Ketua KKI.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 62(1) Semua pengaduan dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi yang telah diterima dan diperiksa oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri pada tingkat banding tetap diselesaikan pemeriksaannya dan keputusannya disampaikan kepada KKI dan MKDKI / MKDKI-P.
(2) Semua pengaduan dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi yang telah diterima dan diperiksa oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri pada tingkat banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diadukan kembali kepada Ketua MKDKI / MKDKI-P.
Pasal 63Selama MKDKI-P belum terbentuk, semua pengaduan dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi diadukan kepada Ketua MKDKI.
Pasal 64Semua kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi yang belum selesai prosesnya di tingkat Majelis Pemeriksa Awal sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi Oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi, harus diselesaikan paling lama 2 (dua) bulan sejak Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini mulai berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65(1) Kecuali Keputusan MKDKI / MKDKI-P, seluruh surat-surat dan/atau dokumen-dokumen yang terkumpul dan didapatkan atau dihasilkan serta terkait dengan penegakan disiplin dokter dan dokter gigi bersifat rahasia.
(2) Pembukaan surat-surat dan/atau dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, putusan pengadilan, dan/atau izin Ketua MKDKI / MKDKI-P.
Pasal 66(1) Jika pada pemeriksaan awal atau pemeriksaan disiplin ditemukan pelanggaran etika, MKDKI / MKDKI-P meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
(2) Pelanggaran etika sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran etika murni yang tidak terkait dengan praktik kedokteran.
Pasal 67Setiap orang yang telah mengadu ke MKDKI / MKDKI-P atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, dapat melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan tanpa harus menunggu Keputusan MKDKI / MKDKI-P.
Pasal 68(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelaksanaan penerimaan pengaduan, klarifikasi, pemeriksaan awal, investigasi, sidang pemeriksaan disiplin, pembuktian, tanggapan akhir teradu, keberatan teradu, dan prosedur penetapan Pengaduan Tidak Dapat Diterima, Pengaduan Ditolak, pembentukan MPD, pencabutan pengaduan, serta prosedur pembuatan keputusan sela, Keputusan MPD, Keputusan MKDKI / MKDKI-P diatur dengan Prosedur Kerja Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi.
(2) Prosedur Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh rapat pleno MKDKI.
Pasal 69Ketentuan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi diatur dengan Perkonsil.
Pasal 70Pada saat Perkonsil ini mulai berlaku, Perkonsil Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi Oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 71Perkonsil ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 April 2011
KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA,
MENALDI RASMIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN