Pasal IBeberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 87/M-IND/PER/9/2009 tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi dan Label Pada Bahan Kimia diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Memberlakukan ketentuan GHS secara wajib pada:
a. Bahan Kimia Tunggal hasil produksi dalam negeri maupun impor sejak diberlakukan Peraturan Menteri ini; dan
b. Bahan Kimia Campuran hasil produksi dalam negeri maupun impor sejak 31 Desember 2016.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikecualikan bagi perusahaan industri dalam negeri skala kecil dan menengah.
(3) Dalam hal terjadi perubahan ketentuan GHS secara internasional, pemberlakuan ketentuan GHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditinjau kembali paling lambat dalam jangka waktu 1 (tahun) sejak perubahan dimaksud.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi bahan kimia tunggal maupun campuran yang merupakan produk jadi farmasi, bahan tambahan pangan, kosmetika dan residu pestisida dalam pangan.
3. Ketentuan Pasal 4 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat baru, yakni ayat (4), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4(1) Setiap bahan kimia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diklasifikasikan berdasarkan kriteria bahaya yang terdiri dari:
a. Bahaya fisik;
b. Bahaya terhadap kesehatan; dan
c. Bahaya terhadap lingkungan.
(2) Bahaya fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari kelas:
a. Eksplosif;
b. Gas mudah menyala (termasuk gas yang tidak stabil secara kimiawi/chemically unstable gas);
c. Aerosol;
d. Gas pengoksidasi;
e. Gas di bawah tekanan;
f. Cairan mudah menyala;
g. Padatan mudah menyala;
h. Bahan kimia tunggal dan campuran yang dapat bereaksi sendiri (swareaksi);
i. Cairan piroforik;
j. Padatan piroforik;
k. Bahan kimia tunggal atau campuran yang menimbulkan panas sendiri (swapanas);
l. Bahan kimia tunggal atau campuran yang apabila kontak dengan air melepaskan gas mudah menyala;
m.Cairan pengoksidasi;
n. Padatan pengoksidasi;
o. Peroksida organik;
p. Korosif pada logam.
(3) Bahaya terhadap kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari kelas:
a. Toksisitas akut;
b. Korosi/iritasi kulit;
c. Kerusakan mata serius/iritasi pada mata;
d. Sensitisasi saluran pernafasan atau pada kulit;
e. Mutagenisitas pada sel nutfah;
f. Karsinogenisitas;
g. Toksisitas terhadap reproduksi;
h. Toksisitas pada organ sasaran spesifik setelah paparan tunggal;
i. Toksisitas pada organ sasaran spesifik setelah paparan berulang; dan
j. Bahaya aspirasi.
(4) Bahaya terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri dari kelas:
a. Bahaya akuatik akut atau jangka pendek;
b. Bahaya akuatik kronis atau jangka panjang; dan
c. Berbahaya terhadap lapisan ozon.
4. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan satu Pasal, yakni Pasal 4A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4A(1) Tata cara Klasifikasi Bahaya Bahan Kimia Tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), menggunakan metode Logika Pengambilan Keputusan (Decision Logic).
(2) Tata cara Klasifikasi Bahaya Bahan Kimia Campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), menggunakan metode:
a. Data hasil Pengujian; dan/atau
b. Prinsip Penjembatanan (Bridging Principle).
(3) Klasifikasi bahaya bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan kategori dalam Building Block GHS yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pembina Industri.
5. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5(1) Bahan kimia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 wajib diberi label.
(2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib terdiri atas unsur:
a. Identitas bahan kimia;
b. Piktogram Bahaya;
c. Kata Sinyal;
d. Pernyataan Bahaya;
e. Pernyataan Kehati-hatian; dan
f. Identitas Produsen dan/atau Pemasok atau importir.
(3) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
a. Mudah terbaca;
b. Jelas terlihat;
c. Ukuran huruf dan piktogram proporsional;
d. Tidak mudah rusak;
e. Tidak mudah lepas dari kemasannya; dan
f. Tidak mudah pudar karena pengaruh sinar matahari, udara, air atau lainnya.
(4) Ketentuan mengenai label dan tata cara pelabelan pada kemasan bahan kimia akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pembina Industri.
6. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Penulisan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan penulisan LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, wajib menggunakan bahasa Indonesia.
(2) Penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disertai dengan bahasa internasional yang digunakan sebagai bahasa resmi dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
8. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11(1) Setiap pelaku usaha yang memproduksi bahan kimia dan/atau produk konsumen wajib:
a. Menentukan klasifikasi bahaya bahan kimia dan/atau produk yang diproduksinya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
b. Mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 pada kemasan bahan kimia dan/atau produk;
c. Membuat LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 pada setiap bahan kimia dan/atau produk; dan
d. Melakukan kaji ulang LDK dan label setiap ada perubahan atau paling sedikit setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Setiap pelaku usaha yang melakukan pengemasan ulang bahan kimia, wajib untuk:
a. Mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. Mencantumkan nama dan alamat pengemas ulang, dan berat/volume bersih bahan kimia yang dikemas ulang; dan
c. Menyertakan LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 untuk setiap bahan kimia.
(3) Setiap pelaku usaha yang telah melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pembina Industri atas penerapan GHS pada label dan LDK untuk setiap produknya.
(4) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
9. Ketentuan ayat (1) Pasal 12 ayat diubah, sehingga keseluruhan Pasal 12 menjadi berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12(1) Setiap pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang tidak sesuai/menyesatkan pada label dan LDK bahan kimia yang diproduksinya.
(2) Setiap pelaku usaha dilarang memproduksi bahan kimia tanpa mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(3) Setiap pelaku usaha dilarang memproduksi bahan kimia tanpa disertai LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
10.Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15Direktur Jenderal Pembina Industri menetapkan Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini.
11.Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 87/M-IND/PER/9/2009 tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi dan Label pada Bahan Kimia menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal IIPeraturan Menteri ini mulai berlaku secara efektif 3 (tiga) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 April 2013
MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMAD S.HIDAYAT
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 April 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Lampiran: bn565-2013