
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 589, 2013 | KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan. |
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN REFRAKSIONIS OPTISIEN
DAN OPTOMETRIS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang: a. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebijakan tenaga kesehatan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Refraksionis Optisien dan Optometris;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1424/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Optikal;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 603);
MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN REFRAKSIONIS OPTISIEN DAN OPTOMETRIS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Menteri ini diatur segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan oleh Refraksionis Optisien dan Optometris dalam melaksanakan pekerjaannya.
BAB II
PERIZINAN
Bagian Kesatu
Kualifikasi Refraksionis Optisien dan Optometris
Pasal 3Berdasarkan pendidikannya Refraksionis Optisien dan Optometris dikualifikasikan sebagai berikut :
a. Refraksionis Optisien lulusan pendidikan Diploma Refraksi Optisi; dan
b. Optometris lulusan pendidikan Diploma Empat atau Sarjana Terapan Optometri atau Sarjana Profesi Optometri.
Bagian Kedua
Sertifikat Kompetensi, STRRO dan STRO
Pasal 4(1) Refraksionis Optisien atau Optometris untuk dapat melakukan pekerjaannya harus memiliki STRRO atau STRO.
(2) Untuk dapat memperoleh STRRO atau STRO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Refraksionis Optisien atau Optometris harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) STRRO dan STRO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh MTKI dengan masa berlaku selama 5 (lima) tahun.
(4) STRRO dan STRO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Contoh STRRO dan STRO sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(1) Refraksionis Optisien atau Optometris yang melakukan pekerjaannya di Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki SIKRO atau SIKO.
(2) SIKRO atau SIKO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Refraksionis Optisien atau Optometris yang telah memiliki STRRO atau STRO.
(3) SIKRO dan SIKO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(4) SIKRO dan SIKO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 7(1) Untuk memperoleh SIKRO atau SIKO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Refraksionis Optisien atau Optometris harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. fotokopi ijazah yang dilegalisir;
b. fotokopi STRRO atau STRO;
c. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. surat pernyataan memiliki tempat kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bersangkutan;
e. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar berlatarbelakang merah;
f. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
g. rekomendasi dari Organisasi Profesi.
(2) Apabila SIKRO atau SIKO dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f tidak diperlukan.
(3) Contoh surat permohonan memperoleh SIKRO dan SIKO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Contoh SIKRO dan SIKO sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8(1) Refraksionis Optisien atau Optometris warga negara asing dapat mengajukan permohonan memperoleh SIKRO atau SIKO setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
b. melakukan evaluasi dan memiliki surat izin kerja dan izin tinggal serta persyaratan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.
(2) Refraksionis Optisien atau Optometris Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri dapat mengajukan permohonan memperoleh SIKRO atau SIKO setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); dan
b. melakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Refraksionis Optisien atau Optometris hanya dapat melakukan pekerjaan paling banyak di 2 (dua) tempat.
(2) Permohonan SIKRO atau SIKO kedua dapat dilakukan dengan menunjukan bahwa yang bersangkutan telah memiliki SIKRO atau SIKO pertama.
BAB III
PELAKSANAAN PEKERJAAN REFRAKSIONIS OPTISIEN
DAN OPTOMETRIS
Pasal 11Refraksionis Optisien atau Optometris yang memiliki SIKRO atau SIKO dapat melaksanakan pekerjaannya di Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa:
a. puskesmas;
b. klinik;
c. rumah sakit;
d. Optikal; dan
e. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
Refraksionis Optisien atau Optometris dalam melaksanakan pekerjaannya, memiliki kompetensi minimal untuk melakukan:
a. pelayanan refraksi;
b. pelayanan optisi; dan/atau
c. pelayanan lensa kontak.
Pasal 14Pelayanan refraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, meliputi:
a. persiapan pelayanan refraksi;
b. pemeriksaan anamnesa dan pendahuluan;
c. pemeriksaan mata dasar;
d. pemeriksaan refraksi objektif dan subjektif monokuler;
e. pemeriksaan penglihatan binokuler;
f. penetapan kelainan mata yang perlu dirujuk;
g. penyuluhan/bimbingan pemeliharaan penglihatan (vision care);
h. penetapan ukuran lensa dan/atau jenis terapi penglihatan yang diperlukan untuk mencapai penglihatan binokuler yang single, jelas dan nyaman serta memenuhi kebutuhan visual pasien;
i. evaluasi pelayanan refraksi;
j. pencatatan pelayanan refraksi; dan
k. memimpin satuan unit kerja refraksi.
Pelayanan lensa kontak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, meliputi:
a. persiapan pelayanan lensa kontak;
b. pemeriksaan pendahuluan pelayanan lensa kontak;
c. penentuan jenis lensa kontak;
d. penilaian fitting lensa kontak;
e. pemesanan lensa kontak;
f. bimbingan pemakaian dan perawatan lensa kontak;
g. pemeriksaan lanjutan/kunjungan ulang;
h. menentukan rujukan;
i. evaluasi pelayanan lensa kontak;
j. pencatatan pelayanan lensa kontak; dan
k. memimpin satuan unit kerja lensa kontak.
Pasal 17Pelayanan lensa kontak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 hanya dapat dilakukan oleh Optometris atau Refraksionis Optisien yang telah lulus pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18Ketentuan lebih lanjut dalam penyelenggaraan pelayanan refraksi, optisi dan lensa kontak oleh Refraksionis Optisien atau Optometris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 mengacu kepada standar pelayanan Refraksionis Optisien dan Optometris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Dalam hal tidak ada dokter spesialis mata, untuk menjalankan program pemerintah dalam penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan, atau atas dasar permintaan klien/pasien, Refraksionis Optisien atau Optometris dapat melakukan pemeriksaan refraksi dan menetapkan koreksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaran program Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada standar pelayanan Refraksionis Optisien dan Optometris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai program Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21(1) Dalam melakukan pekerjaannya Refraksionis Optisien atau Optometris wajib melakukan pencatatan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan selama 5 (lima) tahun.
Dalam melaksanakan pekerjaannya Refraksionis Optisien dan Optometris mempunyai kewajiban:
a. menghormati hak pasien/klien;
b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
c. menyimpan rahasia pasien/klien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
f. membantu program Pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; dan
g. mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional Refraksionis Optisien dan Optometris.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 24(1) Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, MTKI, dan MTKP melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan Refraksionis Optisien dan Optometris.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan Refraksionis Optisien dan Optometris.
Pasal 25(1) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaporkan Refraksionis Optisien dan/atau Optometris yang bekerja dan berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada Organisasi Profesi.
(2) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota wajib melaporkan Refraksionis Optisien dan/atau Optometris yang bekerja di daerahnya setiap 1 (satu) tahun kepada kepala dinas kesehatan provinsi.
Pasal 26(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Menteri, pemerintah daerah provinsi, atau kepala dinas kesehatan provinsi dan pemerintah daerah kabupaten kota/kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada Refraksionis Optisien atau Optometris yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan pekerjaan Refraksionis Optisien dan Optometris dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan SIKRO atau SIKO.
Pasal 27(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat merekomendasikan pencabutan STRRO atau STRO kepada MTKI terhadap Refraksionis Optisien atau Optometris yang melakukan pekerjaan tanpa memiliki SIKRO atau SIKO.
(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin Fasilitas Pelayanan Kesehatan kepada pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang mempekerjakan Refraksionis Optisien dan/atau Optometris yang tidak memiliki SIKRO atau SIKO.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 28Refraksionis Optisien yang telah memiliki SIRO berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien dinyatakan telah memiliki STRRO sampai dengan masa berlakunya berakhir dan harus menyesuaikan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
Pasal 29(1) Refraksionis Optisien yang bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang telah memiliki SIK berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien dinyatakan telah memiliki SIKRO berdasarkan Peraturan Menteri ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2) Refraksionis Optisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIKRO berdasarkan Peraturan Menteri ini apabila masa berlaku STRRO yang bersangkutan telah habis jangka waktunya.
Pasal 30(1) Penanggungjawab Teknis Optikal yang bukan merupakan Refraksionis Optisien masih dapat melakukan pekerjaannya sampai dengan tahun 2016.
(2) Penanggungjawab Teknis Optikal yang bukan merupakan Refraksionis Optisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan STRRO dan SIKRO berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pasal 31Standar Profesi Refraksionis Optisien yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan belum ditetapkan yang baru oleh Organisasi Profesi.
BAB VI
PENUTUP
Pasal 32Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien; dan
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/SK/VI/2008 tentang Standar Profesi Refraksionis Optisien,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 April 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Lampiran: bn589-2013