[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM


Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. persyaratan mutu mutiara;
b. rekomendasi persetujuan impor mutiara;
c. pemeriksaan mutu mutiara;
d. tempat pemasukan mutiara;
e. pemasukan mutiara sebagai barang bawaan; dan
f. pemasukan kembali mutiara.


Pasal 3

Pengendalian mutu mutiara yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan dengan:
a. rekomendasi persetujuan impor mutiara; dan
b. pemeriksaan mutu mutiara.

BAB II
PERSYARATAN MUTU MUTIARA

Pasal 4

(1) Setiap mutiara yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan mutu mutiara.
(2) Mutu mutiara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merujuk pada SNI 4989:2011 tentang mutiara laut selatan (south sea pearls), yang terdiri atas:
a. tingkatan mutu A;
b. tingkatan mutu B;
c. tingkatan mutu C;
d. tingkatan mutu D; dan
e. tingkatan mutu E.
(3) Kriteria mutiara dengan tingkatan mutu A sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a:
a. kemilau tinggi; dan
b. cacat halus hingga 10%.
(4) Kriteria mutiara dengan tingkatan mutu B sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b:
a. kemilau tinggi – sedang; dan
b. cacat halus hingga 30%.
(5) Kriteria mutiara dengan tingkatan mutu C sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c:
a. kemilau sedang; dan
b. cacat halus hingga 60% atau luka dibawah 30%.
(6) Kriteria mutiara dengan tingkatan mutu D sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d:
a. kemilau tinggi-rendah; dan
b. cacat halus di atas 60% atau luka di bawah 60%.
(7) Kriteria mutiara dengan tingkatan mutu E sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e:
a. kemilau tinggi-rendah; dan
b. cacat halus atau luka di atas 60%.



(1) Pemasukan mutiara ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan impor mutiara dari Kementerian Perdagangan.
(2) Persetujuan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan berdasarkan RPIM dari Direktur Jenderal.

Pasal 7

(1) RPIM dapat diajukan oleh:
a. importir yang memiliki API; dan
b. instansi/lembaga.
(2) RPIM yang diajukan oleh instansi/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk kepentingan:
a. pendidikan;
b. penelitian; atau
c. pameran.
(3) RPIM untuk kepentingan pendidikan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat diberikan dengan jumlah paling banyak 100 (seratus) gram.
(4) RPIM untuk kepentingan pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat diberikan dengan jumlah paling banyak 1000 (seribu) gram untuk setiap peserta pameran dari luar negeri.

Pasal 8

Untuk memperoleh RPIM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), importir yang memiliki API atau instansi/lembaga harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, yang memuat:
a. keterangan administrasi:
1) nama pemohon;
2) alamat pemohon;
3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4) tujuan pemasukan;
5) negara asal;
6) tempat pemasukan; dan
7) jadwal pemasukan.
b. keterangan teknis:
1) jenis (kode HS 10 digit);
2) jumlah/berat;
3) spesifikasi warna, bentuk, ukuran; dan
4) tingkatan mutu.


Untuk memperoleh RPIM, importir atau instansi/lembaga tidak dikenakan biaya.

BAB IV
PEMERIKSAAN MUTU MUTIARA

Pasal 11

(1) Importir atau instansi/lembaga yang telah mendapat Persetujuan Impor Mutiara dan akan melakukan pemasukan mutiara ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia harus melaporkan paling lambat 1 (satu) hari sebelum kedatangan kepada Petugas Karantina Ikan, dan menyerahkan dokumen persyaratan pada saat tiba di tempat pemasukan.
(2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. fotokopi RPIM;
b. Persetujuan Impor Mutiara;
c. Surat Keterangan Asal/Certificate of Origin (CoO) dari instansi yang berwenang di negara asal, yang memuat nama dagang, jenis (kode HS 10 digit), jumlah/berat, spesifikasi warna, bentuk, dan ukuran.


(1) Hasil pemeriksaan dokumen Petugas Karantina Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berupa:
a. dokumen lengkap dan sah; atau
b. dokumen tidak lengkap dan/atau tidak sah.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lengkap dan sah, selanjutnya dilakukan pengujian mutu mutiara paling lama 1 (satu) hari sejak mutiara diterima oleh Petugas Karantina Ikan.
(3) Pengujian mutu mutiara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan mengacu pada kriteria tingkatan mutu mutiara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7).
(4) Apabila hasil pengujian mutu mutiara telah memenuhi persyaratan mutu mutiara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Petugas Karantina menerbitkan Surat Persetujuan Pemasukan Mutiara ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
(5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen tidak lengkap dan/atau tidak sah atau hasil pengujian mutu mutiara tidak memenuhi persyaratan mutu mutiara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Petugas Karantina menerbitkan Surat Penolakan Pemasukan Mutiara Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
(6) Surat Persetujuan Pemasukan Mutiara ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat:
a. nama importir atau instansi/lembaga;
b. alamat importir atau instansi/lembaga;
c. NPWP;
d. tujuan pemasukan;
e. tanggal kedatangan;
f. dokumen yang menyertai;
g. nomor dokumen;
h. jenis (kode HS 10 digit);
i. jumlah/berat;
j. spesifikasi warna, bentuk, ukuran;
k. tingkatan mutu;
l. negara asal; dan
m. tempat pemasukan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian mutu mutiara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan.
(8) Bentuk dan format Surat Persetujuan Pemasukan Mutiara ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 14

Mutiara yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pemasukan Mutiara Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dapat diedarkan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.


Mutiara yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan melalui tempat pemasukan sebagai berikut:
a. bandara internasional Soekarno Hatta di Jakarta; dan
b. bandara internasional Juanda di Surabaya.


BAB VI
PEMASUKAN MUTIARA SEBAGAI BARANG BAWAAN

Pasal 17

(1) Setiap orang yang melakukan pemasukan mutiara sebagai barang bawaan wajib melaporkan dan menyerahkan mutiara kepada Petugas Karantina Ikan pada saat tiba di tempat pemasukan.
(2) Pemasukan Mutiara sebagai barang bawaan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia dapat dilakukan dengan ketentuan:
a. paling banyak 50 gr (lima puluh gram);
b. tidak perlu dilengkapi persetujuan impor mutiara;
c. tidak dilakukan pemeriksaan mutu mutiara; dan
d. dapat dimasukkan melalui semua tempat pemasukan.

BAB VII
PEMASUKAN KEMBALI MUTIARA

Pasal 18

(1) Setiap orang yang akan melakukan pemasukan kembali mutiara ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia karena mengikuti pameran, harus melaporkan paling lambat 1 (satu) hari sebelum kedatangan kepada Petugas Karantina Ikan dan menyerahkan dokumen persyaratan pada saat tiba di tempat pemasukan, yang meliputi:
a. Surat Keterangan Mengikuti Pameran Internasional Mutiara; dan
b. Surat Pemberitahuan Ekspor Barang.
(2) Dalam hal jumlah mutiara berkurang karena terjual pada waktu mengikuti pameran, pemasukan kembali mutiara ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia selain dilengkapi dengan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilengkapi dengan surat bukti penjualan.


(1) Mutiara yang akan dimasukkan kembali ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan tindakan pemeriksaan dokumen oleh Petugas Karantina Ikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja.
(2) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan keabsahan dokumen.
(3) Dokumen dinyatakan lengkap apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19.
(4) Dokumen dinyatakan sah apabila dokumen diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

Pasal 21

(1) Hasil pemeriksaan dokumen Petugas Karantina Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) berupa:
a. dokumen lengkap dan sah; atau
b. dokumen tidak lengkap dan/atau tidak sah.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen lengkap dan sah, Petugas Karantina Ikan menerbitkan Surat Persetujuan Pemasukan Kembali Mutiara Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
(3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen tidak lengkap dan/atau tidak sah, Petugas Karantina Ikan menerbitkan Surat Penolakan Pemasukan Kembali Mutiara Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
(4) Bentuk dan format Surat Persetujuan Pemasukan Kembali Mutiara Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 April 2013
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,

SHARIF C. SUTARDJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 April 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN