(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Sarana Kesehatan, rumah sakit atau klinik utama harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi:
a. sarana dan prasarana;
b. peralatan; dan
c. sumber daya manusia.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah sakit atau klinik utama harus melaksanakan kegiatan pemantapan mutu laboratorium, radiologi dan upaya keselamatan dan kesehatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(1) Rumah sakit atau klinik utama yang dapat melakukan pemeriksaan kesehatan calon TKI harus mendapat penetapan dari Menteri.
(2) Menteri mendelegasikan penetapan Sarana Kesehatan pemeriksa kesehatan calon TKI kepada Direktur Jenderal.
(1) Untuk memperoleh penetapan Sarana Kesehatan, pimpinan rumah sakit atau klinik utama harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir, dan disertai persyaratan sebagai berikut:
a. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan provinsi;
b. fotokopi surat izin Sarana Kesehatan;
c. surat keterangan sudah operasional dalam pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota;
d. fotokopi Surat Izin Praktik dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis patologi klinik, dan dokter spesialis radiologi; dan
e. profil Sarana Kesehatan.
(2) Paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal menugaskan tim penilai untuk melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan teknis.
(3) Paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim penilai harus memberikan hasil penilaian kepada Direktur Jenderal.
(4) Dalam hal permohonan belum ditindaklanjuti sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), maka permohonan dianggap telah memenuhi persyaratan teknis.
(5) Paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Direktur Jenderal harus memberikan penetapan atau menolak permohonan yang disertai alasan yang jelas.
(6) Dalam hal Direktur Jenderal menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon dapat mengajukan permohonan ulang setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 14
(1) Penetapan Sarana Kesehatan berlaku untuk satu Sarana Kesehatan dengan satu alamat.
(2) Setiap perubahan izin sarana yang disebabkan oleh pindah lokasi, ganti kepemilikan, perubahan nama, Sarana Kesehatan wajib melapor dan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal untuk mendapat penetapan Sarana Kesehatan yang baru.
(3) Setiap perubahan nama-nama dokter spesialis penanggung jawab yang dipersyaratkan, Sarana Kesehatan wajib melapor kepada Direktur Jenderal.
(1) Bagi calon TKI yang dinyatakan laik untuk bekerja (fit to work) berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan, wajib diberikan Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan.
(2) Dalam hal calon TKI dinyatakan tidak laik untuk bekerja (unfit to work) berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan wajib diberikan surat keterangan tidak laik untuk bekerja (unfit to work).
(3) Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditandatangani oleh dokter spesialis penyakit dalam selaku ketua tim pemeriksa kesehatan calon TKI, dan oleh pimpinan Sarana Kesehatan.
Pasal 17
(1) Sertifikat Kesehatan yang asli dan Buku Kesehatan diberikan kepada calon TKI yang bersangkutan.
(2) Salinan atau fotokopi Sertifikat Kesehatan yang telah dilegalisir oleh Sarana Kesehatan diberikan kepada PPTKIS, dan institusi yang memerlukan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.
(2) Pada bagian depan blanko Sertifikat Kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) memuat :
a. nomor registrasi yang dibarcode;
b. fitur pengaman (security feature);
c. lambang garuda;
d. hologram bakti husada;
e. nama dan alamat Sarana Kesehatan;
f. identitas calon TKI;
g. pas foto calon TKI
h. negara tujuan penempatan;
i. pernyataan fit to work;
j. masa berlaku;
k. tanggal dikeluarkan sertifikat
l. tanda tangan, nama dan SIP dokter spesialis penyakit dalam;
m. tanda tangan penanggung jawab Sarana Kesehatan;
n. nomor seri; dan
o. tulisan berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(3) Pada bagian belakang blanko Sertifikat Kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) memuat :
a. tanggal pemeriksaan;
b. hasil pemeriksaan kesehatan; dan
c.hasil pemeriksaan kesehatan tambahan sesuai permintaan negara tujuan dan atau pengguna tenaga kerja.
(4) Buku Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan:
a. identitas;
b. ringkasan hasil pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan; dan
c. riwayat pengobatan.
(1) Untuk memperoleh blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan, Sarana Kesehatan harus mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi sesuai kebutuhan dengan tembusan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(2) Kepala dinas kesehatan provinsi mendistribusikan blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan ke Sarana Kesehatan berdasarkan permintaan dan perkiraan jumlah calon TKI.
(3) Dalam mendistribusikan blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan kepada Sarana Kesehatan, kepala dinas kesehatan Provinsi harus mencatat kode dan nomor Sertifikat Kesehatan.
Pasal 21
(1) Segala biaya yang ditimbulkan dari proses pengadaan dan distribusi blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan sampai ke Dinas Kesehatan Provinsi dibebankan kepada anggaran Kementerian Kesehatan.
(2) Untuk memperoleh blanko Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan, Sarana Kesehatan dapat dikenai biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara distribusi Sertifikat Kesehatan dan Buku Kesehatan tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 24
Setiap Sarana Kesehatan wajib melaporkan pemeriksaan kesehatan calon TKI yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kepala BNP2TKI, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7 terlampir.
Pasal 25
Selain melakukan pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Sarana Kesehatan harus memasukan data setiap hasil pemeriksaan kesehatan calon TKI dalam Sistem Online Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 26
(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan calon TKI dengan melibatkan organisasi profesi dan asosiasi terkait.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. menjaga dan meningkatkan kualitas pemeriksaan kesehatan calon TKI;
b. menjaga keabsahan Sertifikat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Sarana Kesehatan; dan
c. meningkatkan tanggung jawab dan peran serta institusi/lembaga terkait dalam menjaga kesehatan calon TKI sebelum keberangkatan.
(3) Dalam rangka pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap Sarana Kesehatan dan tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Menteri ini sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(4) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan; atau
d. pencabutan penetapan sebagai Sarana Kesehatan pemeriksa kesehatan calon TKI.
(5) Tindakan penghentian sementara kegiatan dan pencabutan penetapan sebagai sarana pemeriksaan kesehatan calon TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan huruf d hanya dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal.
(6) Kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota selain memberikan teguran lisan dan tertulis dapat memberikan rekomendasi pencabutan penetapan kepada Menteri.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :
a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1158/MENKES/SK/XII/2008 tentang Standar Nasional Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia;
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 618/Menkes/SK/V/2007 tentang Penetapan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia Yang Akan Bekerja Ke Luar Negeri; dan
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 421/MENKES/SK/VI/2009 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 618/MENKES/SK/V/2007 tentang Penetapan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan Bekerja ke Luar Negeri,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Lampiran: bn657-2013