[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi :
a. pengawas PWP3K;
b. wewenang dan tugas Polsus PWP3K;
c. pelaksanaan pengawasan PWP3K;
d. pembinaan; dan
e. pakaian dan atribut.

BAB II
PENGAWAS PWP3K
Pasal 3
(1) Untuk menjamin terselenggaranya PWP3K secara terpadu dan berkelanjutan, dilakukan pengawasan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berwenang sesuai dengan sifat pekerjaaannya.
(2) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan wewenang kepolisian khusus yang selanjutnya disebut Polsus PWP3K.

Pasal 4
(1)  Polsus PWP3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(2) Menteri dalam pelaksanaannya mendelegasikan pengangkatan dan pemberhentian Polsus PWP3K kepada Direktur Jenderal.

Pasal 5
(1) Persyaratan untuk diangkat sebagai Polsus PWP3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi:
a.  pegawai negeri sipil yang membidangi pengawasan PWP3K sesuai dengan sifat pekerjaan yang dimilikinya, dengan pangkat paling rendah Pengatur Muda Tingkat I Golongan Ruang II/b dengan pendidikan paling rendah setingkat SLTA; dan
b.  telah mengikuti pelatihan kepolisian khusus yang dibuktikan dengan sertifikat kelulusan.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian atau Pemerintah Daerah.
(3) Pelatihan kepolisian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 6
Pemberhentian Polsus PWP3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, apabila yang bersangkutan:
a. dialihtugaskan dari bidang pengawasan PWP3K;
b. mengundurkan diri sebagai Polsus PWP3K;
c. kartu tanda anggota Polsus dicabut;
d. tugas belajar lebih dari 6 bulan;
e. cuti diluar tanggungan Negara;
f.  berhalangan tetap;
g. sedang menjalani proses hukum;
h. menjalani hukuman disiplin tingkat berat; dan/atau
i.  diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 7
Pengangkatan dan Pemberhentian Polsus PWP3K yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 diusulkan oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.

BAB III
WEWENANG, TUGAS, DAN WILAYAH HUKUM
Pasal 8
(1) Polsus PWP3K berwenang:
a.  mengadakan patroli/perondaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil atau wilayah hukumnya; serta
b. menerima laporan/pengaduan yang menyangkut perusakan ekosistem pesisir, kawasan konservasi, kawasan pemanfaatan umum, dan kawasan strategis nasional tertentu.
(2) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Polsus PWP3K mempunyai tugas polisional lainnya.

Pasal 9
(1) Patroli/perondaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, terdiri dari:
a. patroli/perondaan rutin; dan
b. patroli/perondaan khusus.
(2) Patroli/perondaan rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penugasan patroli yang bersifat inspeksi dan diselenggarakan untuk memantau keadaan daerah atau beberapa tempat yang menurut perkiraan akan timbulnya gangguan terhadap ketertiban dalam PWP3K.
(3) Patroli/perondaan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penugasan patroli yang diperintahkan secara khusus yang bersifat represif non-yustisiil atau penindakan di lapangan sesuai tuntutan atau kebutuhan yang ada dalam upaya penegakan tertib peraturan perundang-undangan di bidang PWP3K.
(4) Apabila dalam patroli/perondaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) patut diduga adanya perusakan/pelanggaran, dapat dilakukan:
a. pemeriksaan kesesuaian dokumen rencana zonasi dengan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. pengambilan contoh/sampel dari suatu tempat kegiatan, apabila diperlukan;
c. meminta informasi dan/atau keterangan dari berbagai pihak terkait;
d. tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang PWP3K.

Pasal 10
(1) Polsus PWP3K melakukan patroli/perondaan dengan cara:
a. berjalan kaki;
b. menggunakan moda transportasi darat;
c. menggunakan moda transportasi laut/perairan; dan/atau
d. menggunakan moda transportasi lainnya.

Pasal 11
(1) Polsus PWP3K melakukan patroli/perondaan berdasarkan surat tugas dari atasan Polsus PWP3K, dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada pemberi tugas.
(2) Bentuk dan format surat tugas dan laporan hasil pelaksanaan patroli/perondaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini

(1) Polsus PWP3K menerima laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b berasal dari masyarakat baik secara lisan maupun tertulis.
(2) Dalam hal lokasi perusakan/pelanggaran sulit dijangkau layanan transportasi, laporan/pengaduan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui telepon maupun moda komunikasi lainnya.
(3) Laporan/pengaduan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui:
a. surat;
b. surat elektronik;
c. faksimili; dan/atau
d. layanan pesan singkat.

Pasal 14
Polsus PWP3K menindaklanjuti laporan/pengaduan dengan tahapan:
a. penerimaan;
b. penelaahan;
c. pemeriksaan lapangan.

(1) Sebagai bukti penerimaan laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Polsus PWP3K memberikan tanda terima kepada pelapor/pengadu.
(2) Tanda terima laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. identitas pelapor/pengadu;
b. identitas penerima laporan/pengaduan;
c. nomor registrasi laporan/pengaduan; dan
d. hal yang dilaporkan/diadukan.
(3) Bentuk dan format tanda terima laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 17
(1) Penelaahan laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dilakukan terhadap setiap laporan/pengaduan yang terkait dengan PWP3K.
(2) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada atasan polsus PWP3K, berupa rekomendasi:
a. tindak lanjut pemeriksaan lapangan; atau
b. penolakan.
(3) Apabila rekomendasi berupa tindak lanjut pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, atasan Polsus PWP3K menerbitkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan lapangan.
(4) Apabila rekomendasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, atasan Polsus PWP3K menerbitkan surat penolakan atas laporan/pengaduan untuk disampaikan kepada pelapor/pengadu disertai alasan.
(5) Bentuk dan format surat tugas dan surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 18
(1) Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c dilakukan dengan mendatangani lokasi terjadinya perusakan/ pelanggaran untuk memeriksa kebenaran informasi, dengan cara:
a. meminta informasi dan/atau keterangan dari berbagai pihak terkait;
b. mengambil sampel dan/atau contoh, apabila diperlukan; dan
c. melakukan dokumentasi.
(2) Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara pemeriksaan lapangan.
(3) Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menjadi:
a. dugaan adanya perusakan/pelanggaran di bidang PWP3K;
b. tidak ditemukan adanya perusakan/pelanggaran di bidang PWP3K.
(4) Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada atasan Polsus PWP3K disertai dengan berita acara pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Bentuk dan format berita acara pemeriksaan lapangan dan laporan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran VI dan Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(1) Polsus PWP3K mempunyai tugas polisional lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) meliputi:
a. sebagai mitra Polri dalam melaksanakan tugas penegakan peraturan perundang-undangan, yang bersifat pre emptif, preventif, dan represif non-yustisiil; dan
b. menangkal, menangkap, menyelidiki, serta membuat laporan kejadian atas setiap kegiatan yang ditanganinya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tugas penegakan peraturan perundang-undangan yang bersifat pre emptif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. sosialisasi dan penyuluhan; dan
b. kegiatan pembinaan kemasyarakatan.
(3) Tugas penegakan peraturan perundang-undangan yang bersifat preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a.  penjagaan pemanfaatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
b.  mengidentifikasi tingkat kerawanan, gangguan, dan ancaman terhadap kerusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c.  kegiatan-kegiatan lain yang dapat membatasi kesempatan, peluang, dan kemungkinan terjadinya perusakan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
(4) Tugas penegakan peraturan perundang-undangan yang bersifat represif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. penanggulangan gangguan dan ancaman terhadap kerusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil:
b. melaksanakan penanganan barang bukti tindak pidana di bidang PWP3K; dan
c. membantu proses penyidikan tindak pidana di bidang PWP3K berdasarkan perintah penyidik.

Pasal 21
Wilayah hukum Polsus PWP3K, meliputi:
a. wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi Polsus PWP3K yang berasal dari pejabat pegawai negeri sipil pada tingkat Kementerian, yang diimplementasikan melalui unit-unit pelaksana teknis kementerian sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing;
b. wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah kewenangan provinsi bagi Polsus PWP3K yang berasal dari pegawai negeri sipil di pemerintah daerah provinsi;
c. wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah kewenangan kabupaten/kota bagi Polsus PWP3K yang berasal dari pegawai negeri di pemerintah daerah kabupaten/kota.

BAB IV
PELAKSANAAN PENGAWASAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Pelaksanaan pengawasan PWP3K mengacu pada dokumen rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pasal 24
(1) Polsus PWP3K melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan di:
a. kawasan pemanfaatan umum;
b. kawasan konservasi;
c. Kawasan Strategis Nasional Tertentu; dan
d. alur laut.
(2) Pengawasan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus memperhatikan kearifan lokal dan masyarakat adat.

Pasal 25
Kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a meliputi zona:
a. pariwisata;
b. pemukiman;
c. pelabuhan;
d. pertanian;
e. hutan;
f.  pertambangan;
g. perikanan budidaya;
h. perikanan tangkap;
i.  industri;
j.  infrastruktur umum; dan
k. zona pemanfaatan terbatas sesuai dengan karakteristik biogeofisik lingkungannya.

Pasal 26
(1)  Kawasan Konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b meliputi:
a. konservasi perairan;
b. konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. konservasi maritim; dan/atau
d. sempadan pantai.
(2)  Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari zona:
a. inti;
b. perikanan berkelanjutan;
c. pemanfaatan; dan
d. lainnya.
(3)  Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, terdiri dari zona:
a. inti;
b. pemanfaatan terbatas; dan
c. lainnya sesuai dengan peruntukan kawasan.

Pasal 27
Kawasan strategis nasional tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c meliputi zona:
a. pertahanan keamanan;
b. situs warisan dunia;
c. perbatasan; dan
d. pulau-pulau kecil terluar.

Pasal 28
Alur laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d meliputi:
a. alur pelayaran;
b. alur sarana umum;
c. alur migrasi ikan; dan
d. pipa dan kabel bawah laut.

Pasal 29
Polsus PWP3K selain melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 juga melakukan pengawasan terhadap kegiatan:
a. rehabilitasi;
b. reklamasi; dan
c. mitigasi bencana.

BAB V
PEMBINAAN
Pasal 30
Pembinaan kepada Polsus PWP3K meliputi:
a. pembinaan administrasi; dan
b. pembinaan teknis.

Pasal 31
Pembinaan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal bagi Polsus PWP3K Kementerian;
b. gubernur atau bupati/walikota bagi Polsus PWP3K di lingkungan Pemerintah Daerah.

Pasal 32
Pembinaan teknis pengawasan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal untuk teknis pengawasan PWP3K; dan
b. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk teknis kepolisian khusus.

BAB VI
PAKAIAN DAN ATRIBUT
Pasal 33
(1) Dalam setiap melaksanakan tugas Polsus PWP3K dilengkapi dan wajib menggunakan:
a. pakaian dinas; dan
b. atribut.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai pakaian dinas dan atribut diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.

BAB VII
PENUTUP
Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Juni 2013
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,

SHARIF C. SUTARDJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN



Lampiran: bn862-2013