[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
(1) Dalam rangka memenuhi kewajiban pelaporan TKM kepada PPATK dan untuk menghasilkan laporan TKM yang berkualitas, PJK wajib melakukan identifikasi TKM.
(2) Dalam melakukan identifikasi TKM, PJK wajib berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan ini.

BAB III
TATA CARA IDENTIFIKASI TKM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Identifikasi TKM meliputi:
a. pemantauan Transaksi Pengguna Jasa;
b. analisis Transaksi; dan
c. penetapan Transaksi sebagai TKM.

Pasal 4
Dalam melakukan identifikasi TKM, PJK paling kurang harus memiliki:
a. Dokumen Profil Pengguna Jasa;
b. Dokumen Transaksi Pengguna Jasa;
c. sistem pemantauan; dan
d. daftar Pengguna Jasa yang berisiko tinggi.

Bagian Kedua
Pemantauan Transaksi
(1) Pemantauan sebagaimana dilakukan dalam Pasal 3 huruf a diawali dengan pemantauan terhadap Transaksi yang tidak wajar.
(2) Pemantauan Transaksi yang tidak wajar dilakukan berdasarkan parameter yang disusun oleh PJK.
(3) Parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang ditentukan berdasarkan Transaksi Pengguna Jasa yang antara lain meliputi rata-rata Transaksi, frekuensi Transaksi, tujuan Transaksi, nominal Transaksi, jangka waktu Transaksi, instrumen Transaksi, portofolio Pengguna Jasa dan produk PJK.
(4) Penetapan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan hasil kajian secara mendalam dan mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
(5) PJK harus melakukan evaluasi dan mengembangkan parameter secara berkala berdasarkan pengalaman dalam mengidentifikasi TKM.
(6) PJK dapat melakukan perubahan parameter berdasarkan hasil evaluasi dan pengembangan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

Pasal 7
Pemantauan Transaksi dalam rangka memperoleh Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b, dapat dilakukan melalui sistem pemantauan baik secara manual maupun secara elektronis melalui aplikasi pemantauan yang disesuaikan dengan kompleksitas dan karakteristik PJK.

Pasal 8
Pemantauan Transaksi secara manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan dengan menginput data Profil Pengguna Jasa dan Transaksi Pengguna Jasa ke dalam suatu aplikasi pengolah data (spreadsheet).

Data Profil Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.  untuk pengguna jasa perseorangan:
1) identitas sesuai dengan dokumen identitas:
a) nama lengkap;
b) tempat dan tanggal lahir;
c) nomor identitas kependudukan, Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), atau paspor;
d) alamat tempat tinggal/alamat usaha;
e) kewarganegaraan;
2)  pekerjaan atau bidang usaha;
3)  penghasilan atau hasil usaha;
4)  sumber dana; dan
5)  tujuan Transaksi.
b.  untuk pengguna jasa berbentuk Korporasi:
1)  identitas sesuai dengan dokumen identitas mengenai Korporasi:
a) nama, alamat, dan nomor telepon Korporasi;
b) akta pendirian atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Korporasi;
c) izin usaha atau izin lainnya dari instansi yang berwenang;
d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
2)  bidang usaha;
3)  surat kuasa untuk melakukan hubungan usaha; dan
4)  sumber dana dan tujuan Transaksi bagi Pengguna Jasa.

Pasal 11
(1) Dalam hal Transaksi dilakukan oleh beneficial owner, PJK wajib melakukan pemantauan Transaksi yang dilakukan oleh beneficial owner.
(2) Dalam melakukan pemantauan Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan profil beneficial owner yang terpadu.
(3) Data Profil beneficial owner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat:
a.  untuk beneficial owner perseorangan:
1)  identitas sesuai dengan dokumen identitas:
a) nama lengkap;
b) tempat dan tanggal lahir;
c) nomor identitas kependudukan, Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), atau paspor;
d) alamat tempat tinggal/alamat usaha;
e) kewarganegaraan;
2)  pekerjaan atau bidang usaha;
3)  penghasilan atau hasil usaha;
4)  sumber dana; dan
5)  tujuan Transaksi.
b.  untuk beneficial owner berbentuk Korporasi:
1)  identitas sesuai dengan dokumen identitas mengenai Korporasi:
a) nama, alamat, dan nomor telepon Korporasi;
b) akta pendirian atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Korporasi;
c) izin usaha atau izin lainnya dari instansi yang berwenang;
d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
2)  bidang usaha;
3)  surat kuasa untuk melakukan hubungan usaha; dan
4)  sumber dana dan tujuan Transaksi.

(1) Pemantauan Transaksi dilakukan terhadap seluruh Transaksi dengan skala prioritas bagi Pengguna Jasa yang memiliki tingkat risiko yang tinggi dalam melakukan tindak pidana pencucian uang.
(2) Penentuan Pengguna Jasa yang berisiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada peraturan yang dikeluarkan oleh PPATK dan/atau LPP mengenai identifikasi produk, nasabah, usaha dan negara yang berisiko tinggi bagi PJK.

Pasal 14
(1) Pemantauan Transaksi dalam rangka menemukan Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dilakukan dengan mencari dan meneliti informasi dari pihak internal dan eksternal PJK; dan
(2) Dalam hal ditemukan informasi dugaan tindak pidana yang melibatkan pegawai PJK, maka unit kerja terkait wajib memberikan informasi kepada unit kerja yang menangani pelaporan ke PPATK.
(3) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan informasi dugaan tindak pidana.

(1) Pemantauan Transaksi dalam rangka memperoleh Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilakukan dengan mengharuskan unit kerja yang melakukan pemutusan hubungan usaha untuk menginformasikan kepada petugas atau unit kerja yang menangani penerapan Undang-Undang.
(2) Jangka waktu penyampaian informasi kepada unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan internal PJK.

Bagian Ketiga
Analisis Transaksi
Pasal 17
(1) Analisis atas Transaksi yang tidak wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dengan melihat dan mengkaji kesesuaian Transaksi yang tidak wajar dengan latar belakang dan tujuan Transaksi Pengguna Jasa serta informasi lain yang diketahui oleh PJK.
(2) Dalam melakukan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJK dapat meminta informasi kepada Pengguna Jasa baik secara langsung maupun tidak langsung serta konfirmasi kepada petugas terkait di kantor tempat terjadinya Transaksi.
(3) Permintaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memperhatikan ketentuan mengenai anti-tipping off sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
(4) Dalam hal ditemukan Transaksi yang dilakukan dengan tujuan menghindari pelaporan, maka analisis dilakukan dengan membandingkan Transaksi Profil, Karakteristik, dan Kebiasaan Pola Transaksi dengan parameter kewajiban pelaporan sesuai dengan Undang-Undang.

Pasal 18
(1) Analisis terhadap Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 dilakukan dengan memastikan nama Pengguna Jasa yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengan nama yang tercantum dalam informasi yang diperoleh PJK.
(2) Dalam hal terdapat kesamaan atau kemiripan nama Pengguna Jasa dengan nama yang tercantum dalam informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJK wajib memastikan kesesuaian identitas Pengguna Jasa tersebut dengan informasi lain yang terkait.

(1) Petugas wajib mengusulkan seluruh hasil analisis Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 kepada pejabat yang berwenang menetapkan TKM dengan melampirkan kertas kerja hasil analisis.
(2) Pejabat yang berwenang menetapkan TKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menelaah hasil analisis yang diajukan.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menetapkan suatu Transaksi sebagai TKM dalam hal:
a.  Transaksi memenuhi satu atau lebih unsur TKM;
b.  terdapat tindakan pemutusan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa karena Pengguna Jasa menolak mematuhi prinsip mengenali Pengguna Jasa atau PJK meragukan kebenaran informasi dari Pengguna Jasa.
(4) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan penjelasan secara tertulis atas penetapan suatu Transaksi disetujui atau tidak disetujui sebagai TKM dengan mencantumkan tanggal penetapan.

Pasal 21
(1) PJK wajib melaporkan Transaksi yang sudah ditetapkan sebagai TKM kepada PPATK.
(2) Tata cara pelaporan TKM mengacu kepada Peraturan Kepala PPATK yang mengatur mengenai tata cara penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai.

BAB IV
PENYIMPANAN CATATAN DAN DOKUMEN
(1) PJK wajib menyusun dan melaksanakan kebijakan dan prosedur internal mengenai identifikasi TKM berdasarkan Peraturan ini.
(2) Kebijakan dan prosedur identifikasi TKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat paling kurang:
a.  alur kerja Identifikasi TKM; dan
b. uraian tugas dan wewenang unit khusus atau petugas yang bertanggung jawab melaksanakan Identifikasi TKM dan penetapan TKM.
(3) PPATK dapat memberikan masukan dan/atau bantuan dalam penyusunan dan/atau penyempurnaan kebijakan dan prosedur tentang Identifikasi TKM yang dikeluarkan oleh PJK.
(4) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada PPATK serta LPP.

BAB VI
SANKSI
Pasal 24
(1) PJK yang tidak melaksanakan kewajiban Identifikasi TKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 20 ayat (1), Pasal 20 ayat (3), Pasal 20 ayat (4), Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (4) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi; dan/atau
c. denda administratif.
(3) Pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh LPP dan PPATK.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Pada saat Peraturan ini berlaku maka:
a. Keputusan Kepala PPATK Nomor 2/4/KEP.PPATK/2003 tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan; dan
b. Keputusan Kepala PPATK Nomor 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 26
Peraturan Kepala PPATK ini mulai berlaku sejak diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala PPATK ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juni 2013
KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN
ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

MUHAMMAD YUSUF

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN