(1) Pemantauan Transaksi dilakukan terhadap seluruh Transaksi dengan skala prioritas bagi Pengguna Jasa yang memiliki tingkat risiko yang tinggi dalam melakukan tindak pidana pencucian uang.
(2) Penentuan Pengguna Jasa yang berisiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada peraturan yang dikeluarkan oleh PPATK dan/atau LPP mengenai identifikasi produk, nasabah, usaha dan negara yang berisiko tinggi bagi PJK.
(1) Pemantauan Transaksi dalam rangka menemukan Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dilakukan dengan mencari dan meneliti informasi dari pihak internal dan eksternal PJK; dan
(2) Dalam hal ditemukan informasi dugaan tindak pidana yang melibatkan pegawai PJK, maka unit kerja terkait wajib memberikan informasi kepada unit kerja yang menangani pelaporan ke PPATK.
(3) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan informasi dugaan tindak pidana.
(1) Pemantauan Transaksi dalam rangka memperoleh Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilakukan dengan mengharuskan unit kerja yang melakukan pemutusan hubungan usaha untuk menginformasikan kepada petugas atau unit kerja yang menangani penerapan Undang-Undang.
(2) Jangka waktu penyampaian informasi kepada unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan internal PJK.
Bagian Ketiga
Analisis Transaksi
Pasal 17(1) Analisis atas Transaksi yang tidak wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dengan melihat dan mengkaji kesesuaian Transaksi yang tidak wajar dengan latar belakang dan tujuan Transaksi Pengguna Jasa serta informasi lain yang diketahui oleh PJK.
(2) Dalam melakukan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJK dapat meminta informasi kepada Pengguna Jasa baik secara langsung maupun tidak langsung serta konfirmasi kepada petugas terkait di kantor tempat terjadinya Transaksi.
(3) Permintaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memperhatikan ketentuan mengenai anti-tipping off sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
(4) Dalam hal ditemukan Transaksi yang dilakukan dengan tujuan menghindari pelaporan, maka analisis dilakukan dengan membandingkan Transaksi Profil, Karakteristik, dan Kebiasaan Pola Transaksi dengan parameter kewajiban pelaporan sesuai dengan Undang-Undang.
Pasal 18(1) Analisis terhadap Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 dilakukan dengan memastikan nama Pengguna Jasa yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengan nama yang tercantum dalam informasi yang diperoleh PJK.
(2) Dalam hal terdapat kesamaan atau kemiripan nama Pengguna Jasa dengan nama yang tercantum dalam informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJK wajib memastikan kesesuaian identitas Pengguna Jasa tersebut dengan informasi lain yang terkait.
(1) Petugas wajib mengusulkan seluruh hasil analisis Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 kepada pejabat yang berwenang menetapkan TKM dengan melampirkan kertas kerja hasil analisis.
(2) Pejabat yang berwenang menetapkan TKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menelaah hasil analisis yang diajukan.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menetapkan suatu Transaksi sebagai TKM dalam hal:
a. Transaksi memenuhi satu atau lebih unsur TKM;
b. terdapat tindakan pemutusan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa karena Pengguna Jasa menolak mematuhi prinsip mengenali Pengguna Jasa atau PJK meragukan kebenaran informasi dari Pengguna Jasa.
(4) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan penjelasan secara tertulis atas penetapan suatu Transaksi disetujui atau tidak disetujui sebagai TKM dengan mencantumkan tanggal penetapan.
Pasal 21(1) PJK wajib melaporkan Transaksi yang sudah ditetapkan sebagai TKM kepada PPATK.
(2) Tata cara pelaporan TKM mengacu kepada Peraturan Kepala PPATK yang mengatur mengenai tata cara penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai.
BAB IV
PENYIMPANAN CATATAN DAN DOKUMEN
(1) PJK wajib menyusun dan melaksanakan kebijakan dan prosedur internal mengenai identifikasi TKM berdasarkan Peraturan ini.
(2) Kebijakan dan prosedur identifikasi TKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat paling kurang:
a. alur kerja Identifikasi TKM; dan
b. uraian tugas dan wewenang unit khusus atau petugas yang bertanggung jawab melaksanakan Identifikasi TKM dan penetapan TKM.
(3) PPATK dapat memberikan masukan dan/atau bantuan dalam penyusunan dan/atau penyempurnaan kebijakan dan prosedur tentang Identifikasi TKM yang dikeluarkan oleh PJK.
(4) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada PPATK serta LPP.
BAB VI
SANKSI
Pasal 24(1) PJK yang tidak melaksanakan kewajiban Identifikasi TKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 20 ayat (1), Pasal 20 ayat (3), Pasal 20 ayat (4), Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (4) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi; dan/atau
c. denda administratif.
(3) Pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh LPP dan PPATK.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25Pada saat Peraturan ini berlaku maka:
a. Keputusan Kepala PPATK Nomor 2/4/KEP.PPATK/2003 tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan; dan
b. Keputusan Kepala PPATK Nomor 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 26Peraturan Kepala PPATK ini mulai berlaku sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala PPATK ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juni 2013
KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN
ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,
MUHAMMAD YUSUF
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN