[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
(1) Pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT dapat dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(2) Pengangkatan dan penempatan PTT oleh Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan melalui Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan.
(3) Pengangkatan dan penempatan PTT oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/walikota.
BAB II
PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Pengaturan pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT merupakan acuan dalam pelaksanaan pengangkatan dan penempatan PTT oleh Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembiayaan dalam pelaksanaan pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT yang dilaksanakan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4
(1) Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT dengan mengacu pada Peraturan Menteri ini.
(2) Pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan dan mekanisme daerah masing-masing.
(3) Pembiayaan dalam pelaksanaan pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pasal 5
(1) Mekanisme pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT melalui tahapan:
a. penyusunan dan penetapan formasi kebutuhan;
b. pendaftaran dan seleksi;
c. pengangkatan; dan
d. penempatan.
(2) Ketentuan mengenai mekanisme pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kedua
Dokter sebagai PTT
Pasal 6
(1) Pengangkatan dan penempatan Dokter sebagai PTT dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan pada:
a. fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria biasa, terpencil dan sangat terpencil pada daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kepulauan dan daerah bermasalah kesehatan;
b. fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria biasa, terpencil dan sangat terpencil di provinsi dan kabupaten/kota yang berada dalam situasi konflik atau berpotensi rawan konflik;
c.  rumah sakit provinsi sebagai dokter brigade siaga bencana dengan kriteria biasa; atau
d.  Kantor Kesehatan Pelabuhan Kementerian Kesehatan pada wilayah kerja dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil.
(2) Penetapan fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria biasa, terpencil, atau sangat terpencil dilakukan oleh Menteri atau gubernur atau bupati/walikota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
(1) Masa penugasan Dokter sebagai PTT terdiri dari:
a. 1 (satu) tahun untuk dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang ditugaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil;
b. 2 (dua) tahun untuk dokter atau dokter gigi yang ditugaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil; atau
c. 3 (tiga) tahun untuk dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang ditugaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria biasa;
(2) Menteri dapat mengangkat kembali Dokter sebagai PTT paling banyak untuk 1 (satu) kali masa penugasan.

Bagian Ketiga
Bidan sebagai PTT
Pasal 8
(1) Pengangkatan dan penempatan Bidan sebagai PTT hanya dapat dilakukan untuk ditempatkan sebagai Bidan di desa dengan kriteria biasa, terpencil, atau sangat terpencil.
(2) Penetapan desa dengan kriteria biasa, terpencil, atau sangat terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota.
(3) Penetapan desa dengan kriteria biasa, terpencil, atau sangat terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang berada di desa tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1) Untuk dapat diangkat kembali sebagai PTT, Dokter dan Bidan harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa penugasan berakhir.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri melalui Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan.
(3) Menteri dapat menolak permohonan pengangkatan kembali apabila:
a. tidak terpenuhinya persyaratan administrasi;
b. alokasi kebutuhan Dokter dan Bidan sebagai PTT di kabupaten/kota tujuan sudah terpenuhi; atau
c. alokasi anggaran tidak mencukupi atau tidak tersedia.

Pasal 11
(1) Dokter dan Bidan sebagai PTT dapat mengajukan perpindahan dan/atau perubahan kriteria lokasi penugasan pada saat permohonan pengangkatan kembali.
(2) Perpindahan dan/atau perubahan kriteria lokasi penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan antar kabupaten/kota dalam provinsi yang sama.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bagi Dokter sebagai PTT anggota Brigade Siaga Bencana.

(1) Dokter sebagai PTT berhak:
a.  memperoleh penghasilan berupa gaji pokok dan tunjangan lain;
b. memperoleh biaya perjalanan dari provinsi lulusan ke lokasi penugasan dan biaya perjalanan pulang setelah mengakhiri masa penugasan;
c.  memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan;
d. memperoleh cuti tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja per tahun termasuk cuti bersama, setelah bertugas paling sedikit selama 1 (satu) tahun;
e. memperoleh cuti bersalin selama 40 (empat puluh) hari kalender sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah bertugas paling sedikit selama 1 (satu) tahun;
f.  menjalankan praktik perorangan di luar jam kerja sepanjang dilaksanakan diluar jam kerja dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
g.  memperoleh surat keterangan selesai masa penugasan sebagai PTT yang diterbitkan oleh dinas kesehatan provinsi.
(2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur atau bupati/walikota dapat memberikan tunjangan/fasilitas lainnya kepada Dokter sebagai PTT sesuai kemampuan daerah.

Pasal 14
(1) Bidan sebagai PTT berhak:
a.  memperoleh penghasilan berupa gaji pokok dan tunjangan lain;
b.  memperoleh biaya perjalanan ke lokasi penugasan dan biaya perjalanan pulang setelah mengakhiri masa penugasan;
c.  memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan;
d. memperoleh cuti tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja per tahun termasuk cuti bersama, setelah bertugas paling sedikit selama 1 (satu) tahun;
e. memperoleh cuti bersalin selama 40 (empat puluh) hari kalender sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah bertugas paling sedikit selama 1 (satu) tahun; dan
f.   memperoleh surat keterangan selesai masa penugasan sebagai PTT yang diterbitkan oleh dinas kesehatan provinsi.
(2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur atau bupati/walikota dapat memberikan tunjangan/fasilitas lainnya kepada Bidan sebagai PTT sesuai kemampuan daerah.

Pemerintah daerah kabupaten/kota berkewajiban:
a.  menjamin keselamatan dan keamanan bagi Dokter dan Bidan sebagai PTT dalam melaksanakan tugas;
b.  menyediakan sarana, prasarana, dan fasilitas tempat tinggal yang layak untuk menunjang pelaksanaan tugas;
c.  menerbitkan surat izin praktik untuk Dokter dan surat ijin kerja untuk Bidan yang mengikuti program PTT sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d.  memberikan tunjangan lain sesuai kemampuan masing-masing daerah kepada Dokter dan Bidan sebagai PTT.

BAB IV
PEMBERHENTIAN
Pasal 17
(1) Masa penugasan PTT berakhir apabila:
a. selesai melaksanakan tugas;
b. diberhentikan atau pemutusan secara sepihak;
c. tewas; atau
d. wafat;
(2) Pemberhentian atau pemutusan secara sepihak PTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan apabila Dokter dan Bidan melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugasnya atau tidak mampu lagi melaksanakan tugas profesinya.
(3) Pemberhentian atau pemutusan secara sepihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), karena ada faktor kesengajaan dari Dokter atau Bidan dikenakan sanksi berupa:
a.  tidak diangkat kembali sebagai PTT;
b.  rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi;
c.  pencabutan surat izin kerja;
d.  pencabutan surat izin praktik;
e. tidak dapat mengikuti program Pendidikan Dokter/Dokter Gigi Spesialis Berbasis Kompetensi Kementerian Kesehatan; dan
f.   pengembalian semua penghasilan yang telah diterima sebesar 6 (enam) kali lipat dan biaya-biaya lainnya.
(4) Dalam melaksanakan pemberhentian atau pemutusan secara sepihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlebih dahulu harus melalui tahapan:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. penghentian gaji dan insentif;

Pasal 18
(1) Dokter dan Bidan sebagai PTT yang tewas dalam melaksanakan tugas kewajibannya, kepada ahli warisnya diberikan uang duka tewas sebesar 12 (dua belas) kali penghasilan terakhir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dokter dan Bidan sebagai PTT yang wafat pada waktu menjalankan masa penugasan, kepada ahli warisnya diberikan uang duka wafat sebesar 6 (enam) kali penghasilan terakhir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Surat keputusan wafat/tewas Dokter dan Bidan sebagai PTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan atas nama Menteri.

Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberhentian Dokter dan Bidan sebagai PTT sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
Pembinaan dan pengawasan untuk pengangkatan dan penempatan Dokter dan Bidan sebagai PTT dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota, kepala dinas kesehatan provinsi, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, dan pimpinan institusi pendidikan dengan melibatkan perhimpunan atau kolegium profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

(1) Dokter dan Bidan yang telah diangkat sebagai PTT berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 683/Menkes/SK/III/2011, tetap dapat melaksanakan tugas sampai masa penugasan berakhir.
(2) Dokter yang telah mengajukan usulan pengangkatan kembali sebelum 1 April 2013, tetap dapat diangkat sebagai PTT sesuai ketentuan Peraturan Menteri ini.
(3) Dokter yang telah diangkat kembali sebagai PTT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat mengajukan usulan pengangkatan kembali pada periode berikutnya, dan apabila berhenti secara sepihak pada penugasan tersebut dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Menteri ini.

BAB VII
PENUTUP
Pasal 24
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 683/Menkes/SK/III/2011 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis/ Dokter/Dokter Gigi dan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN



Lampiran: bn164-2013