
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.311, 2013 | KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Produk Dalam Negeri. Barang/Jasa. Kegiatan Usaha Hulu. Migas. Penggunaan. |
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2013
TENTANG
PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI
PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 huruf d, Pasal 11 ayat (3) huruf o, Pasal 40 ayat (4), dan Pasal 42 huruf h Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, perlu dilakukan pengutamaan penggunaan produk dalam negeri dalam setiap kegiatan pengadaan barang dan/atau jasa pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi;
b. bahwa untuk mengoptimalkan pengutamaan penggunaan produk dalam negeri perlu dilakukan pengaturan terhadap pelaksanaan penggunaan produk dalam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4152);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4724);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5047);
4. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun tentang Kebijakan Industri Nasional;
5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 24);
6. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;
7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 037 Tahun 2006 tanggal 6 Juni 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Rencana Impor dan Penyelesaian Barang yang Dipergunakan Untuk Operasi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tanggal 22 Agustus 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi;
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 552);
10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 194);
MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pengaturan penggunaan Produk Dalam Negeri bertujuan untuk:
a. mendukung dan menumbuhkembangkan Produk Dalam Negeri sehingga mampu mendukung Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian, menyerap tenaga kerja serta berdaya saing secara nasional, regional, dan internasional;
b. mendukung dan menumbuhkembangkan inovasi/teknologi Produk Dalam Negeri;
c. meningkatkan penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan tetap mempertimbangkan prinsip efektifitas dan efisiensi; dan
d. mewujudkan tertib penyelenggaraan peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
BAB II
KEBIJAKAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI
Bagian Kesatu
Target TKDN
Pasal 3 (1) Dalam mendukung kebijakan penggunaan Produk Dalam Negeri, ditetapkan target TKDN pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Untuk mencapai target TKDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal menetapkan peta jalur (roadmap) pencapaian target TKDN pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 4(1) Setiap Kontraktor, Produsen Dalam Negeri, dan Penyedia Barang dan/atau Jasa yang melakukan pengadaan barang dan/atau jasa pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, wajib menggunakan, memaksimalkan dan memberdayakan barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri yang memenuhi jumlah, kualitas, waktu penyerahan dan harga sesuai dengan ketentuan dalam pengadaan barang dan/atau jasa.
(2) Pelaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa wajib menggunakan Buku APDN sebagai acuan untuk menetapkan strategi pengadaan serta menetapkan persyaratan dan ketentuan pengadaan.
(3) Buku APDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal, paling sedikit memuat:
(4) daftar barang yang dikategorikan diwajibkan, dimaksimalkan dan diberdayakan;
(5) daftar penyedia jasa yang dikategorikan diutamakan, dimaksimalkan, dan diberdayakan;dan
(6) daftar kemampuan produsen barang dalam negeri dan/atau penyedia jasa yang telah memiliki SKUP Migas.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Buku APDN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Kedua
Tugas dan Tanggung Jawab
Dalam upaya mengutamakan penggunaan Produk Dalam Negeri, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi wajib:
a. menetapkan kebutuhan target capaian TKDN yang harus dicapai oleh Kontraktor dalam setiap Rencana Kerja dan Anggaran dan/atau Daftar Rencana Pengadaan;
b. membina Kontraktor untuk memenuhi target pencapaian penggunaan Produk Dalam Negeri yang tercantum di dalam Rencana Kerja dan Anggaran dan/atau Daftar Rencana Pengadaan;
c. memberikan informasi yang dapat diketahui oleh publik mengenai rencana pengadaan barang dan/atau jasa Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; dan
d. mengkoordinasikan Kontraktor dalam usaha bersama untuk meningkatkan penggunaan barang dan/atau jasa Produk Dalam Negeri.
Pasal 7Dalam upaya mengutamakan penggunaan Produk Dalam Negeri, Kontraktor wajib :
a. mensyaratkan agar semaksimal mungkin produksi barang dan/atau jasa dilakukan di dalam negeri;
b. menetapkan spesifikasi teknis atas barang dan/atau jasa dengan mengacu pada Buku APDN;
c. menetapkan target capaian TKDN yang harus dicapai dalam setiap pengadaan barang dan/atau jasa;
d. melakukan Verifikasi untuk menentukan capaian TKDN pada pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan/atau jasa; dan
e. menyampaikan laporan hasil Verifikasi mengenai capaian TKDN kepada Direktorat Jenderal dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 8(1) Dalam upaya mengutamakan penggunaan Produk Dalam Negeri, Produsen Dalam Negeri dan/atau Penyedia Barang dan/atau Jasa wajib:
a. memenuhi kualitas/mutu, waktu penyerahan, dan harga sesuai dengan ketentuan dalam pengadaan barang dan jasa;
b. memenuhi komitmen TKDN jasa yang dinyatakan sendiri (self assesment) yang ditetapkan di dalam kontrak pengadaan barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan TKDN barang dan/atau jasa hasil produksinya yang dinyatakan dalam komitmen rencana peningkatan TKDN barang dan/atau jasa; dan
d. menyampaikan laporan kemampuan produksi barang dan/atau jasa kepada Direktorat Jenderal setiap 6 (enam) bulan.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Produsen Dalam Negeri wajib:
a. memiliki SKUP Migas yang masih berlaku; dan
b. melakukan proses produksi di dalam negeri;
c. memenuhi TKDN Barang sesuai nilai yang tercantum dalam sertifikat TKDN.
BAB III
PREFERENSI HARGA
Bagian Kesatu
Preferensi Harga Berdasarkan TKDN
Dalam kegiatan pengadaan barang, bagi Produsen Dalam Negeri yang berstatus Perusahaan Dalam Negeri, dengan pencapaian TKDN lebih besar atau sama dengan 25% (dua puluh lima persen), selain diberikan Preferensi Harga berdasarkan TKDN sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), dapat diberikan tambahan Preferensi Harga paling tinggi 2,5% (dua koma lima persen).
BAB IV
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
Bagian Kesatu
TKDN Barang
Pasal 11(1) TKDN barang dihitung berdasarkan perbandingan biaya Komponen Dalam Negeri Pada Barang terhadap keseluruhan biaya barang jadi.
(2) Keseluruhan biaya barang jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sampai di lokasi pengerjaan (pabrik/
workshop) dan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang, meliputi:
a. biaya bahan
(material) langsung;
b. biaya tenaga kerja langsung; dan
c. Biaya Tidak Langsung Pabrik (Factory overhead),tidak termasuk keuntungan, Biaya Tidak Langsung Perusahaan (Company overhead), dan Pajak Keluaran dalam rangka penyerahan barang.
(3) Penentuan biaya Komponen Dalam Negeri pada Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan kriteria:
a. untuk bahan (material) langsung berdasarkan negara asal barang (country of origin);
b. untuk tenaga kerja berdasarkan kewarganegaraan; dan
c. untuk alat kerja/fasilitas kerja berdasarkan kepemilikan dan negara asal.
(4) Tata cara penghitungan TKDN untuk barang mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian.
11 (1) TKDN jasa dihitung berdasarkan perbandingan antara biaya jasa Komponen Dalam Negeri Pada Jasa terhadap keseluruhan biaya jasa.
(2) Keseluruhan biaya jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sampai di lokasi pengerjaan
(on site) dan
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan jasa
, meliputi :
a. biaya bahan
(material) terpakai;
b. biaya tenaga kerja dan konsultan;
c. biaya alat kerja/fasilitas kerja; dan
d. biaya jasa umum, tidak termasuk keuntungan, Biaya Tidak Langsung Perusahaan (Company overhead), dan Pajak Keluaran.
(3) Penentuan Biaya Komponen Dalam Negeri pada Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan kriteria:
a. untuk bahan (material) yang digunakan untuk membantu proses pengerjaan jasa berdasarkan negara asal barang (country of origin);
a. untuk tenaga kerja dan konsultan berdasarkan kewarganegaraan;
b. untuk alat kerja/fasilitas kerja berdasarkan kepemilikan dan negara asal; dan
c. untuk biaya jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c.
(4) Penentuan Komponen Dalam Negeri untuk alat kerja/fasilitas kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c berdasarkan ketentuan :
a. alat kerja yang diproduksi di dalam negeri dan dimiliki oleh Perusahaan Dalam Negeri atau Warga Negara Indonesia, dinilai 100% (seratus persen) Komponen Dalam Negeri;
b. alat kerja yang diproduksi di dalam negeri dan dimiliki oleh Perusahaan Nasional, dinilai 75% (tujuh puluh lima persen) Komponen Dalam Negeri;
c. alat kerja yang diproduksi di dalam negeri dan dimiliki oleh Perusahaan Asing atau Warga Negara Asing, dinilai 50% (lima puluh persen) Komponen Dalam Negeri;
d. alat kerja yang diproduksi di luar negeri dan dimiliki oleh Perusahaan Dalam Negeri atau Warga Negara Indonesia, dinilai 75% (tujuh puluh lima persen) Komponen Dalam Negeri;
e. alat kerja yang diproduksi di luar negeri dan dimiliki oleh Perusahaan Nasional, dinilai 50% (lima puluh persen) Komponen Dalam Negeri; atau
f. alat kerja yang diproduksi di luar negeri dan dimiliki oleh Perusahaan Asing atau Warga Negara Asing, dinilai 0% (nol persen) Komponen Dalam Negeri.
Pasal 14(1) Perhitungan TKDN jasa ditelusuri sampai dengan jasa tingkat dua yang dihasilkan oleh penyedia jasa dalam negeri.
(2) Apabila dalam penelusuran terhadap jasa tingkat dua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat komponen yang berasal dari jasa tingkat tiga yang dilaksanakan oleh penyedia jasa dalam negeri, TKDN komponen dari jasa tingkat tiga dimaksud dinyatakan 100% (seratus persen).
Bagian Ketiga TKDN
Gabungan Barang dan Jasa
(1) Perhitungan TKDN dilakukan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Dalam hal data yang digunakan dalam perhitungan TKDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipertanggungjawabkan, nilai TKDN untuk komponen yang bersangkutan dinilai nihil.
(3) Format mengenai Rekapitulasi Perhitungan TKDN barang, jasa, serta gabungan barang dan jasa adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V
VERIFIKASI
Pasal 17(1) Kontraktor atau Penyedia Barang dan/atau Jasa wajib melakukan Verifikasi atas capaian TKDN gabungan beberapa jenis barang, gabungan beberapa jenis jasa, atau gabungan barang dan jasa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. terhadap pengadaan gabungan beberapa jenis barang, gabungan beberapa jenis jasa, atau gabungan barang dan jasa dengan nilai Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) atau lebih dan nilai TKDN yang dicapai 30% (tiga puluh persen) atau lebih wajib menggunakan jasa surveyor independen yang memiliki kualifikasi untuk melakukan Verifikasi;
b. terhadap pengadaan gabungan beberapa jenis barang, gabungan beberapa jenis jasa, atau gabungan barang dan jasa dengan nilai Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau lebih sampai dengan kurang dari Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan nilai TKDN yang dicapai 30% (tiga puluh persen) atau lebih dapat menggunakan jasa surveyor independen atau dilakukan oleh personil Kontraktor yang memiliki kualifikasi untuk melakukan Verifikasi.
c. terhadap pengadaan barang dan/atau jasa dengan nilai kurang dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau jenis jasa yang memiliki kompleksitas rendah, perhitungan capaian TKDN, dapat dilakukan sendiri (self assessment) oleh personil Penyedia Barang dan/atau Jasa yang memiliki kualifikasi untuk melakukan Verifikasi.
(2) Hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b wajib ditandasahkan oleh Direktorat Jenderal.
(3) Direktorat Jenderal dapat melakukan audit atas laporan capaian TKDN dalam pengadaan gabungan beberapa jenis barang, gabungan beberapa jenis jasa atau gabungan barang dan jasa pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 18(1) Surveyor independen yang memiliki kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a merupakan Perusahaan Dalam Negeri yang memiliki SKUP Migas.
(2) Dalam melaksanakan Verifikasi wajib menggunakan personil yang memiliki kualifikasi untuk melakukan Verifikasi.
(3) Ketentuan mengenai pedoman Verifikasi dan kualifikasi verifikator TKDN ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
(1) Menteri memberikan penghargaan kepada Kontraktor, Produsen Dalam Negeri, dan Penyedia Barang dan/atau Jasa atas kinerja penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
(2) Jenis-jenis penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. peringkat emas, untuk Kontraktor, Produsen Dalam Negeri, dan Penyedia Barang dan/atau Jasa dengan kategori baik sekali;
b. peringkat perak, untuk Kontraktor, Produsen Dalam Negeri, dan Penyedia Barang dan/atau Jasa dengan kategori baik;
c. peringkat perunggu, untuk Kontraktor, Produsen Dalam Negeri, dan Penyedia Barang dan/atau Jasa dengan kategori cukup baik.
(3) Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan pemberian penghargaan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 21Kontraktor yang melanggar ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1), ayat (2), Pasal 7 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e, Pasal 17 ayat (1) huruf a atau huruf b atau ayat (2) dikenai sanksi oleh Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
(1) Produsen Dalam Negeri dan/atau Penyedia Barang dan/atau Jasa yang melanggar ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) butir b, Pasal 10 setelah pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan/atau jasa, dikenai sanksi finansial oleh Kontraktor dengan ketentuan sebagai berikut :
a. apabila tidak mengubah peringkat pemenang, besarnya sanksi adalah selisih antara Harga Evaluasi Penawaran (HEP) tahap realisasi kontrak dan Harga Evaluasi Penawaran (HEP) tahap penawaran;
b. apabila mengubah peringkat pemenang, besarnya sanksi adalah selisih antara Harga Evaluasi Penawaran (HEP) tahap realisasi kontrak dan Harga Evaluasi Penawaran (HEP) tahap penawaran, ditambah selisih antara nilai kontrak peringkat I dan nilai penawaran peringkat II pada tahap penawaran.
(2) Sanksi finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangkan dari nilai pembayaran kontrak.
(3) Contoh perhitungan besarnya sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2013
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
JERO WACIK
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
lampiran:bn311-2013lamp