(2) Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi wajib melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Wilayah Kerjanya.
(3) Kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpadu atau secara terpisah.
(4) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c untuk pembangkitan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri atau kepentingan umum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Badan Usaha yang melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b wajib terlebih dahulu memiliki Izin Panas Bumi.
(2) Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri kepada Badan Usaha berdasarkan hasil penawaran Wilayah Kerja.
Pasal 24(1) Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) harus memuat ketentuan paling sedikit:
a. nama Badan Usaha;
b. nomor pokok wajib pajak Badan Usaha;
c. jenis kegiatan pengusahaan;
d. jangka waktu berlakunya Izin Panas Bumi;
e. hak dan kewajiban pemegang Izin Panas Bumi;
f. Wilayah Kerja; dan
g. tahapan pengembalian Wilayah Kerja.
(2) Dalam hal kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung berada di Kawasan Hutan, pemegang Izin Panas Bumi wajib:
a. mendapatkan:
1. izin pinjam pakai untuk menggunakan Kawasan Hutan produksi atau Kawasan Hutan lindung; atau
2. izin untuk memanfaatkan Kawasan Hutan konservasi,
dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan; dan
b. melaksanakan kegiatan pengusahaan Panas Bumi dengan memperhatikan tujuan utama pengelolaan hutan lestari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Izin memanfaatkan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 dilakukan melalui izin pemanfaatan jasa lingkungan.
Pasal 25Dalam hal kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung berada pada wilayah konservasi di perairan, pemegang Izin Panas Bumi wajib mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.
Pasal 26(1) Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi wajib menggunakan izin sesuai dengan peruntukannya.
(2) Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi wajib mengembalikan secara bertahap sebagian atau seluruh Wilayah Kerja kepada Pemerintah.
Pasal 27(1) Izin Panas Bumi dilarang dialihkan kepada Badan Usaha lain.
(2) Pemegang Izin Panas Bumi dapat mengalihkan kepemilikan saham di bursa Indonesia setelah selesai melakukan Eksplorasi.
(3) Pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 28Pemerintah dalam melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan dapat menugasi badan layanan umum atau badan usaha milik negara yang berusaha di bidang Panas Bumi.
Pasal 29(1) Izin Panas Bumi memiliki jangka waktu paling lama 37 (tiga puluh tujuh) tahun.
(2) Menteri dapat memberikan perpanjangan Izin Panas Bumi untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun setiap kali perpanjangan.
(3) Pemegang Izin Panas Bumi dapat mengajukan perpanjangan Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling cepat 5 (lima) tahun dan paling lambat 3 (tiga) tahun sebelum Izin Panas Bumi berakhir.
(4) Menteri wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan perpanjangan Izin Panas Bumi paling lambat 1 (satu) tahun sejak persyaratan permohonan diajukan secara lengkap.
Pasal 30Izin Panas Bumi diberikan untuk melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan.
Pasal 31(1) Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 memiliki jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak Izin Panas Bumi diterbitkan dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali, masing-masing selama 1 (satu) tahun.
(2) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk untuk kegiatan Studi Kelayakan.
(3) Sebelum melakukan pengeboran sumur Eksplorasi, pemegang Izin Panas Bumi wajib memiliki izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 32(1) Eksploitasi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 memiliki jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak Studi Kelayakan disetujui oleh Menteri.
(2) Sebelum melakukan Eksploitasi dan pemanfaatan, pemegang Izin Panas Bumi wajib:
a. memiliki izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang termasuk dalam Studi Kelayakan; dan
b. menyampaikan hasil Studi Kelayakan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.
Pasal 33Izin Panas Bumi berakhir karena:
a. habis masa berlakunya;
b. dikembalikan;
c. dicabut; atau
d. dibatalkan.
Pasal 34Izin Panas Bumi berakhir karena habis masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a jika:
a. permohonan perpanjangan Izin Panas Bumi tidak diajukan; atau
b. permohonan perpanjangan Izin Panas Bumi diajukan tetapi ditolak.
Pasal 35(1) Izin Panas Bumi berakhir karena dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b dilakukan melalui permohonan tertulis dari pemegang Izin Panas Bumi kepada Menteri disertai alasan yang jelas.
(2) Pengembalian Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah disetujui oleh Menteri.
Pasal 36(1) Menteri dapat mencabut Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c jika pemegang Izin Panas Bumi:
a. melakukan pelanggaran terhadap salah satu ketentuan yang tercantum dalam Izin Panas Bumi; dan/atau
b. tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri terlebih dahulu memberikan kesempatan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan kepada pemegang Izin Panas Bumi untuk memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
Pasal 37Menteri dapat membatalkan Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d jika:
a. pemegang Izin Panas Bumi memberikan data, informasi, atau keterangan yang tidak benar dalam permohonan; atau
b. Izin Panas Bumi dinyatakan batal berdasarkan putusan pengadilan.
Pasal 38(1) Dalam hal Izin Panas Bumi berakhir karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, pemegang Izin Panas Bumi wajib memenuhi dan menyelesaikan segala kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kewajiban pemegang Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan telah terpenuhi setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri.
(3) Menteri menetapkan persetujuan pengakhiran Izin Panas Bumi setelah pemegang Izin Panas Bumi melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan di Wilayah Kerjanya serta kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 39Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Panas Bumi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4
Sanksi Administratif
Pasal 40(1) Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi yang tidak memenuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 31 ayat (3), dan/atau Pasal 32 ayat (2) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara seluruh kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, atau pemanfaatan; dan/atau
c. pencabutan Izin Panas Bumi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PENGGUNAAN LAHAN
Pasal 41Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.
Pasal 42(1) Dalam hal akan menggunakan bidang-bidang tanah negara, hak atas tanah, tanah ulayat, dan/atau Kawasan Hutan di dalam Wilayah Kerja, pemegang Izin Pemanfaatan Langsung atau pemegang Izin Panas Bumi harus terlebih dahulu melakukan penyelesaian penggunaan lahan dengan pemakai tanah di atas tanah negara atau pemegang hak atau izin di bidang kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal Menteri melakukan Eksplorasi untuk menetapkan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), sebelum melakukan Eksplorasi, Menteri melakukan penyelesaian penggunaan lahan dengan pemakai tanah di atas tanah negara atau pemegang hak atau izin di bidang kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan cara jual beli, tukar-menukar, ganti rugi yang layak, pengakuan atau bentuk penggantian lain kepada pemakai tanah di atas tanah negara atau pemegang hak.
(4) Dalam hal kegiatan pengusahaan Panas Bumi dilakukan oleh badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, penyediaan tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43(1) Pemegang Izin Pemanfaatan Langsung atau Pemegang Izin Panas Bumi sebelum melakukan pengusahaan Panas Bumi di atas tanah negara, hak atas tanah, tanah ulayat, dan/atau Kawasan Hutan harus:
a. memperlihatkan:
1. Izin Pemanfaatan Langsung atau salinan yang sah; atau
2. Izin Panas Bumi atau salinan yang sah;
b. memberitahukan maksud dan tempat kegiatan yang akan dilakukan; dan
c. melakukan penyelesaian atau jaminan penyelesaian yang disetujui oleh pemakai tanah di atas tanah negara dan/atau pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
(2) Jika pemegang Izin Pemanfaatan Langsung atau pemegang Izin Panas Bumi telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemakai tanah di atas tanah negara dan/atau pemegang hak wajib mengizinkan pemegang Izin Pemanfaatan Langsung atau pemegang Izin Panas Bumi untuk melaksanakan pengusahaan Panas Bumi di atas tanah yang bersangkutan.
Pasal 44Dalam hal pemegang Izin Panas Bumi telah diberi Wilayah Kerja terhadap bidang tanah yang dipergunakan langsung untuk pengusahaan Panas Bumi dan area pengamanannya, pemegang Izin Panas Bumi diberi hak pakai atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45Penyelesaian penggunaan tanah negara, hak atas tanah, tanah ulayat, dan/atau Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 46Setiap Orang dilarang menghalangi atau merintangi pengusahaan Panas Bumi yang telah memegang:
a. Izin Pemanfaatan Langsung; atau
b. Izin Panas Bumi
dan telah menyelesaikan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak Pemegang Izin
Pemanfaatan Langsung
Pasal 47Pemegang Izin Pemanfaatan Langsung berhak melakukan pengusahaan Panas Bumi sesuai dengan izin yang diberikan.
Bagian Kedua
Kewajiban Pemegang Izin
Pemanfaatan Langsung
Pasal 48Pemegang Izin Pemanfaatan Langsung wajib:
a. memahami dan menaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan memenuhi standar yang berlaku;
b. melakukan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi kegiatan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan fungsi lingkungan hidup;
c. menyampaikan rencana kerja dan rencana anggaran kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya; dan
d. menyampaikan laporan tertulis secara berkala atas pelaksanaan rencana kerja dan rencana anggaran serta kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 49(1) Pemegang Izin Pemanfaatan Langsung wajib memenuhi kewajiban berupa:
a. iuran produksi;
b. pajak daerah; dan
c. retribusi daerah.
(2) Kewajiban pemenuhan pajak daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50(1) Setiap Orang pemegang Izin Pemanfaatan Langsung yang tidak memenuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau Pasal 49 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara seluruh kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung; dan/atau
c. pencabutan Izin Pemanfaatan Langsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Hak Pemegang Izin Panas Bumi
Pasal 51Pemegang Izin Panas Bumi berhak:
a. melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung yang berupa Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan di Wilayah Kerjanya sesuai dengan Izin Panas Bumi yang diberikan;
b. menggunakan data dan informasi selama jangka waktu berlakunya Izin Panas Bumi di Wilayah Kerjanya.
Bagian Keempat
Kewajiban Pemegang Izin Panas Bumi
Pasal 52(1) Pemegang Izin Panas Bumi wajib:
a. memahami dan menaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan memenuhi standar yang berlaku;
b. melakukan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi kegiatan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan fungsi lingkungan hidup;
c. melaksanakan Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan sesuai dengan kaidah teknis yang baik dan benar;
d. mengutamakan pemanfaatan barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing;
e. memberikan dukungan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Panas Bumi;
f. memberikan dukungan terhadap kegiatan penciptaan, pengembangan kompetensi, dan pembinaan sumber daya manusia di bidang Panas Bumi;
g. melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
h. menyampaikan rencana jangka panjang Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan kepada Menteri yang mencakup rencana kegiatan dan rencana anggaran serta menyampaikan besarnya cadangan;
i. menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya; dan
j. menyampaikan laporan tertulis pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung kepada Menteri secara berkala atas:
1. rencana kerja dan rencana anggaran; dan
2. realisasi pelaksanaan rencana kerja dan rencana anggaran.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pemegang Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 53(1) Pemegang Izin Panas Bumi wajib memberikan bonus produksi kepada Pemerintah Daerah yang wilayah administratifnya meliputi Wilayah Kerja yang bersangkutan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan kotor sejak unit pertama berproduksi secara komersial.
(2) Ketentuan mengenai besaran dan tata cara pemberian bonus produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54(1) Pemegang Izin Panas Bumi wajib memenuhi kewajiban berupa pendapatan negara dan pendapatan daerah.
(2) Pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
(3) Penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah, bea masuk, dan pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. iuran tetap;
b. iuran produksi; dan
c. pungutan negara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pajak daerah;
b. retribusi daerah; dan
c. pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 55Pemerintah dapat memberikan kemudahan fiskal dan nonfiskal kepada Badan Usaha untuk mengembangkan dan memanfaatkan Panas Bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 56(1) Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi yang tidak memenuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j, Pasal 53 ayat (1), dan/atau Pasal 54 ayat (1) dan ayat (4) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara seluruh kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan; dan/atau
c. pencabutan Izin Panas Bumi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VI
DATA DAN INFORMASI
Pasal 57(1) Semua data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan penyelenggaraan Panas Bumi merupakan milik negara yang pengaturan pemanfaatannya dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Setiap Orang dilarang mengirim, menyerahkan, dan/atau memindahtangankan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa izin Pemerintah.
Pasal 58Ketentuan mengenai penyerahan, pengelolaan, dan pemanfaatan data dan informasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 59(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
(2) Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 60(1) Menteri, gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang dilakukan oleh pemegang Izin Pemanfaatan Langsung.
(2) Gubernur dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya wajib melaporkan pelaksanaan penyelenggaraan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung setiap tahun kepada Menteri.
Pasal 61Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung yang dilakukan oleh pemegang Izin Panas Bumi.
Pasal 62Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. keselamatan dan kesehatan kerja; dan
b. lindungan lingkungan.
Pasal 63Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 paling sedikit meliputi:
a. Eksplorasi;
b. Studi Kelayakan;
c. Eksploitasi dan pemanfaatan;
d. keuangan;
e. pengolahan data Panas Bumi;
f. keselamatan dan kesehatan kerja;
g. pengelolaan lindungan lingkungan dan reklamasi;
h. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
i. pengembangan tenaga kerja Indonesia;
j. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
k. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Panas Bumi;
l. penerapan kaidah keteknikan yang baik dan benar; dan
m. kegiatan lain di bidang pengusahaan Panas Bumi sepanjang menyangkut kepentingan umum.
Pasal 64Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 65(1) Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Panas Bumi, masyarakat mempunyai peran serta untuk:
a. menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian wilayah kegiatan pengusahaan Panas Bumi; dan
b. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau perusakan lingkungan di wilayah kegiatan pengusahaan Panas Bumi.
(2) Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Panas Bumi masyarakat berhak untuk:
a. memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengusahaan Panas Bumi melalui Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya;
b. memperoleh manfaat atas kegiatan pengusahaan Panas Bumi melalui kewajiban perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan dan/atau pengembangan masyarakat sekitar;
c. memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam kegiatan pengusahaan Panas Bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat kegiatan pengusahaan Panas Bumi yang menyalahi ketentuan.
BAB IX
PENYIDIKAN
Pasal 66(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengusahaan Panas Bumi diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang diterima berkenaan dengan tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana pengusahaan Panas Bumi;
d. menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi;
e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana pengusahaan Panas Bumi dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana;
f. menyegel dan/atau menyita alat pengusahaan Panas Bumi yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi; dan
h. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam pelaksanaan penyidikan wajib berkoordinasi dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya dalam hal peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.
(5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung tanpa Izin Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 68Setiap Orang yang memegang Izin Pemanfaatan Langsung yang dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung tidak pada lokasi yang ditetapkan dalam Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).
Pasal 69Setiap Orang yang memegang Izin Pemanfaatan Langsung yang dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 70Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi yang dengan sengaja melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan bukan pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluh miliar rupiah).
Pasal 71Badan Usaha yang dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung tanpa Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Pasal 72Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi yang dengan sengaja menggunakan Izin Panas Bumi tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 73Setiap Orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung terhadap pemegang Izin Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 74Setiap Orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung terhadap pemegang Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluh miliar rupiah).
Pasal 75Setiap Orang yang dengan sengaja mengirim, menyerahkan, dan/atau memindahtangankan data dan informasi tanpa izin Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Pasal 76Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 74 dan Pasal 75 dilakukan oleh Badan Usaha, selain pidana penjara atau pidana denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Badan Usaha tersebut ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana denda.
Pasal 77Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, dan Pasal 76, pelaku tindak pidana dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;
b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
c. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 78(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. semua kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan tetap berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang ini;
b. semua kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa kontrak; dan
c. semua izin pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin, dengan ketentuan harus melakukan Eksploitasi paling lambat tanggal 31 Desember 2014.
(2) Kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi, kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas Bumi, dan izin pengusahaan sumber daya Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berakhir masa berlakunya dapat diperpanjang menjadi Izin Panas Bumi dan kegiatan usahanya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 79(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua izin usaha pertambangan Panas Bumi yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini wajib disesuaikan menjadi Izin Panas Bumi yang ditetapkan oleh Menteri, dan tetap berlaku sampai berakhirnya izin.
(2) Dalam rangka penyesuaian menjadi Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya wajib menyerahkan dokumen izin usaha pertambangan Panas Bumi yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 80Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini dianggap telah memiliki izin dan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini wajib disesuaikan menjadi Izin Pemanfaatan Langsung.
Pasal 81Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Badan Usaha yang telah ditetapkan sebagai pemenang lelang Wilayah Kerja dan belum mendapatkan izin usaha pertambangan Panas Bumi, proses pemberian Izin Panas Bumi selanjutnya dilakukan oleh Menteri.
Pasal 82Kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi, kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas Bumi, dan izin pengusahaan sumber daya Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan izin usaha pertambangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dapat melakukan kegiatan di Kawasan Hutan konservasi melalui izin pemanfaatan jasa lingkungan.
Pasal 83Kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi, kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas Bumi, dan izin pengusahaan sumber daya Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan izin usaha pertambangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 wajib memberikan bonus produksi kepada Pemerintah Daerah yang wilayah administratifnya meliputi Wilayah Kerja yang bersangkutan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan kotor dengan ketentuan:
a. yang telah berproduksi, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2015; dan
b. yang belum berproduksi, terhitung sejak unit pertama berproduksi secara komersial.
Pasal 84Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi, kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas Bumi, dan izin pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang sebelumnya dilakukan oleh Pemerintah tetap berada pada Pemerintah.
b. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan izin usaha pertambangan Panas Bumi yang sebelumnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah beralih menjadi kewenangan Pemerintah sejak Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi disesuaikan menjadi Izin Panas Bumi.
Pasal 85Badan Usaha yang telah melakukan perjanjian jual beli uap atau tenaga listrik Panas Bumi sebelum berlakunya Undang-Undang ini dapat melakukan negosiasi ulang berdasarkan kelaziman bisnis dengan prinsip saling menguntungkan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 86Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 87Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 88Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN