(1) Penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan.
(2) Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(3) Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, asosiasi institusi pendidikan, dan Organisasi Profesi.
(4) Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
(1) Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.
(2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
(3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja.
(4) Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Organisasi Profesi dan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan ditetapkan oleh Menteri.
(5) Mahasiswa pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi.
(6) Mahasiswa pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
(1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan penempatan Tenaga Kesehatan setelah melalui proses seleksi.
(2) Penempatan Tenaga Kesehatan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a. pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil;
b. pengangkatan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja; atau
c. penugasan khusus.
(3) Selain penempatan Tenaga Kesehatan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat menempatkan Tenaga Kesehatan melalui pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI.
(4) Pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta penempatan melalui pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
(5) Penempatan Tenaga Kesehatan melalui penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan penempatan dokter pascainternsip, residen senior, pascapendidikan spesialis dengan ikatan dinas, dan tenaga kesehatan lainnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dengan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 24(1) Penempatan Tenaga Kesehatan dilakukan dengan tetap memperhatikan pemanfaatan dan pengembangan Tenaga Kesehatan.
(2) Penempatan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui seleksi.
Pasal 25(1) Pemerintah dalam memeratakan penyebaran Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat mewajibkan Tenaga Kesehatan lulusan dari perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk mengikuti seleksi penempatan.
(2) Selain Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seleksi penempatan dapat diikuti oleh Tenaga Kesehatan lulusan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26(1) Tenaga Kesehatan yang telah ditempatkan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaksanakan tugas sesuai dengan Kompetensi dan kewenangannya.
(2) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau kepala daerah yang membawahi Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan lokasi, serta keamanan dan keselamatan kerja Tenaga Kesehatan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 27(1) Tenaga Kesehatan yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten, atau antarkota karena alasan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau promosi.
(2) Tenaga Kesehatan yang bertugas di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan serta daerah bermasalah kesehatan memperoleh hak kenaikan pangkat istimewa dan pelindungan dalam pelaksanaan tugas.
(3) Dalam hal terjadi kekosongan Tenaga Kesehatan, Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan Tenaga Kesehatan pengganti untuk menjamin keberlanjutan pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtugasan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tenaga Kesehatan yang bertugas di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan serta daerah bermasalah kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28(1) Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Tenaga Kesehatan yang memenuhi kualifikasi akademik dan Kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai Tenaga Kesehatan di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan tunjangan khusus kepada Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tenaga Kesehatan yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah di daerah khusus berhak mendapatkan fasilitas tempat tinggal atau rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan sebagai Tenaga Kesehatan dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon Tenaga Kesehatan untuk memenuhi kepentingan pembangunan kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30(1) Pengembangan Tenaga Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karier Tenaga Kesehatan.
(2) Pengembangan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta kesinambungan dalam menjalankan praktik.
(3) Dalam rangka pengembangan Tenaga Kesehatan, kepala daerah dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan yang sama kepada Tenaga Kesehatan dengan mempertimbangkan penilaian kinerja.
Pasal 31(1) Pelatihan Tenaga Kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi program pelatihan dan tenaga pelatih yang sesuai dengan Standar Profesi dan standar kompetensi serta diselenggarakan oleh institusi penyelenggara pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara pelatihan Tenaga Kesehatan, program dan tenaga pelatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32(1) Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia ke luar negeri dapat dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan Tenaga Kesehatan di Indonesia dan peluang kerja bagi Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia di luar negeri.
(2) Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 33Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA
Pasal 34(1) Untuk meningkatkan mutu Praktik Tenaga Kesehatan serta untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan dan masyarakat, dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
(2) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(3) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran.
(4) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen.
(5) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal 35Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.
Pasal 36(1) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi sebagai koordinator konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki tugas:
a. memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
b. melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan; dan
c. membina dan mengawasi konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(3) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki wewenang menetapkan perencanaan kegiatan untuk konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
Pasal 37(1) Konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing Tenaga Kesehatan memiliki tugas:
a. melakukan Registrasi Tenaga Kesehatan;
b. melakukan pembinaan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan;
c. menyusun Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan;
d. menyusun standar praktik dan standar kompetensi Tenaga Kesehatan; dan
e. menegakkan disiplin praktik Tenaga Kesehatan.
Pasal 38Dalam menjalankan tugasnya, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan mempunyai wewenang:
a. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Tenaga Kesehatan;
b. menerbitkan atau mencabut STR;
c. menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan;
d. menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi Tenaga Kesehatan; dan
e. memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi pendidikan Tenaga Kesehatan.
Pasal 39Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
Pasal 40(1) Keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan pimpinan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2) Keanggotaan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan terdiri atas unsur:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
c. Organisasi Profesi;
d. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan;
e. asosiasi institusi pendidikan Tenaga Kesehatan;
f. asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; dan
g. tokoh masyarakat.
Pasal 41Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 42Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 43Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, serta keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dan sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VI
REGISTRASI DAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Registrasi
Pasal 44(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan setelah memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
(5) Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memiliki STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan
f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
Pasal 45Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 diatur dengan Peraturan Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 46(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP.
(3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kesehatan menjalankan praktiknya.
(4) Untuk mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tenaga Kesehatan harus memiliki:
a. STR yang masih berlaku;
b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan
c. tempat praktik.
(5) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing berlaku hanya untuk 1 (satu) tempat.
(6) SIP masih berlaku sepanjang:
a. STR masih berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 47Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama praktik.
Bagian Ketiga
Pembinaan Praktik
Pasal 48(1) Untuk terselenggaranya praktik tenaga kesehatan yang bermutu dan pelindungan kepada masyarakat, perlu dilakukan pembinaan praktik terhadap tenaga kesehatan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri bersama-sama dengan Pemerintah Daerah, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan, dan Organisasi Profesi sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Keempat
Penegakan Disiplin Tenaga Kesehatan
Pasal 49(1) Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam penyelenggaraan praktik, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin Tenaga Kesehatan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dapat memberikan sanksi disiplin berupa:
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan.
(3) Tenaga Kesehatan dapat mengajukan keberatan atas putusan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
ORGANISASI PROFESI
Pasal 50(1) Tenaga Kesehatan harus membentuk Organisasi Profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan.
(2) Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi.
(3) Pembentukan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 51(1) Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan Tenaga Kesehatan, setiap Organisasi Profesi dapat membentuk Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2) Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi.
(3) Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi.
BAB VIII
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA INDONESIA
LULUSAN LUAR NEGERI DAN
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Bagian Kesatu
Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri
Pasal 52(1) Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan praktik di Indonesia harus mengikuti proses evaluasi kompetensi.
(2) Proses evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. penilaian kelengkapan administratif; dan
b. penilaian kemampuan untuk melakukan praktik.
(3) Kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. penilaian keabsahan ijazah oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
b. surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
c. surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan melalui uji kompetensi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(5) Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah lulus Uji Kompetensi dan yang akan melakukan praktik di Indonesia memperoleh STR.
(6) Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki SIP sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(7) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara proses evaluasi kompetensi bagi Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing
Pasal 53(1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat mendayagunakan Tenaga Kesehatan warga negara asing sesuai dengan persyaratan.
(2) Pendayagunaan Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. alih teknologi dan ilmu pengetahuan; dan
b. ketersediaan Tenaga Kesehatan setempat.
Pasal 54(1) Tenaga Kesehatan warga negara asing yang akan menjalankan praktik di Indonesia harus mengikuti evaluasi kompetensi.
(2) Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. penilaian kelengkapan administratif; dan
b. penilaian kemampuan untuk melakukan praktik.
(3) Kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. penilaian keabsahan ijazah oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan;
b. surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
c. surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dinyatakan dengan surat keterangan yang menyatakan telah mengikuti program evaluasi kompetensi dan Sertifikat Kompetensi.
(5) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga Kesehatan warga negara asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 55(1) Tenaga Kesehatan warga negara asing yang telah mengikuti proses evaluasi kompetensi dan yang akan melakukan praktik di Indonesia harus memiliki STR Sementara dan SIP.
(2) STR sementara bagi Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(3) Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Praktik di Indonesia berdasarkan atas permintaan pengguna Tenaga Kesehatan warga negara asing.
(4) SIP bagi Tenaga Kesehatan warga negara asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal 56Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan dan praktik Tenaga Kesehatan warga negara asing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN
Pasal 57Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional;
b. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya;
c. menerima imbalan jasa;
d. memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama;
e. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya;
f. menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 58(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:
a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan
e. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d hanya berlaku bagi Tenaga Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan.
Pasal 59(1) Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada Penerima Pelayanan Kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
(2) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak Penerima Pelayanan Kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih dahulu.
BAB X
PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 60Tenaga Kesehatan bertanggung jawab untuk:
a. mengabdikan diri sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki;
b. meningkatkan Kompetensi;
c. bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika profesi;
d. mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau kelompok; dan
e. melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya dalam menyelenggarakan upaya kesehatan.
Pasal 61Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada Penerima Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan upaya terbaik untuk kepentingan Penerima Pelayanan Kesehatan dengan tidak menjanjikan hasil.
Bagian Kedua
Kewenangan
Pasal 62(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya.
(2) Jenis Tenaga Kesehatan tertentu yang memiliki lebih dari satu jenjang pendidikan memiliki kewenangan profesi sesuai dengan lingkup dan tingkat Kompetensi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 63(1) Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai menjalankan keprofesian di luar kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 64Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan dilarang melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin.
Bagian Ketiga
Pelimpahan Tindakan
Pasal 65(1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis.
(2) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat menerima pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker.
(3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan;
b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; dan
d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan
Standar Prosedur Operasional
Pasal 66(1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing jenis Tenaga Kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi bidang kesehatan dan disahkan oleh Menteri.
(3) Standar Pelayanan Profesi yang berlaku universal ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(4) Standar Prosedur Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 67(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik dapat melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
(2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan teknologi informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.
(3) Penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kelima
Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan
Pasal 68(1) Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat penjelasan secara cukup dan patut.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a. tata cara tindakan pelayanan;
b. tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan, baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan Tenaga Kesehatan yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 69(1) Pelayanan kesehatan masyarakat harus ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan tidak melanggar hak asasi manusia.
(2) Pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan program Pemerintah tidak memerlukan persetujuan tindakan.
(3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap harus diinformasikan kepada masyarakat Penerima Pelayanan Kesehatan tersebut.
Bagian Keenam
Rekam Medis
Pasal 70(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan.
(2) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah Penerima Pelayanan Kesehatan selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan atau paraf Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan atau tindakan.
(4) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pasal 71(1) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 merupakan milik Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(2) Dalam hal dibutuhkan, Penerima Pelayanan Kesehatan dapat meminta resume rekam medis kepada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pasal 72Ketentuan lebih lanjut mengenai rekam medis diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Rahasia Kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan
Pasal 73(1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan wajib menyimpan rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan.
(2) Rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan, pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum bagi kepentingan penegakan hukum, permintaan Penerima Pelayanan Kesehatan sendiri, atau pemenuhan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedelapan
Pelindungan bagi Tenaga Kesehatan dan
Penerima Pelayananan Kesehatan
Pasal 74Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mengizinkan Tenaga Kesehatan yang tidak memiliki STR dan izin untuk menjalankan praktik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pasal 75Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatkan pelindungan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 76Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam meningkatkan dan menjaga mutu pemberian pelayanan kesehatan dapat membentuk komite atau panitia atau tim untuk kelompok Tenaga Kesehatan di lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
BAB XI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 77Setiap Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 78Dalam hal Tenaga Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 79Penyelesaian perselisihan antara Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 80Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Tenaga Kesehatan dengan melibatkan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan Organisasi Profesi sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 81(1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan;
b. melindungi Penerima Pelayanan Kesehatan dan masyarakat atas tindakan yang dilakukan Tenaga Kesehatan; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Tenaga Kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 82(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 47, Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), Pasal 58 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), Pasal 62 ayat (1), Pasal 66 ayat (1), Pasal 68 ayat (1), Pasal 70 ayat (1), Pasal 70 ayat (2), Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 73 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(2) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (2), Pasal 53 ayat (1), Pasal 70 ayat (4), dan Pasal 74 dikenai sanksi administratif.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memberikan sanksi administratif kepada Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c. denda adminstratif; dan/atau
d. pencabutan izin.
(5) Tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 83Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 84(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 85(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 86(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 87(1) Bukti Registrasi dan perizinan Tenaga Kesehatan yang telah dimiliki oleh Tenaga Kesehatan, pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
(2) Tenaga Kesehatan yang belum memiliki bukti Registrasi dan perizinan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 88(1) Tenaga Kesehatan lulusan pendidikan di bawah Diploma Tiga yang telah melakukan praktik sebelum ditetapkan Undang-Undang ini, tetap diberikan kewenangan untuk menjalankan praktik sebagai Tenaga Kesehatan untuk jangka waktu 6 (enam) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan mendapatkan STR Tenaga Kesehatan.
Pasal 89Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia dan Komite Farmasi Nasional sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
Pasal 90(1) Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi menjadi bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia terbentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai dengan terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
(3) Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sampai dengan terbentuknya sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tenaga Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 92Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 93Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 harus dibentuk paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 94Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) menjadi sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
Pasal 95Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 96Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN