(1) Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 yang dapat dikembalikan dalam 1 (satu) tahun kalender terdiri atas:
a. biaya bukan modal tahun berjalan;
b. penyusutan biaya modal tahun berjalan; dan
c. biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya.
(2) Jumlah maksimum biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kontrak jasa ditentukan sebesar imbalan yang diberikan oleh Pemerintah.
(3) Biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum dapat diperhitungkan dalam 1 (satu) tahun kalender dapat diperhitungkan pada tahun berikutnya.
(4) Biaya langsung minyak bumi dibebankan pada produksi minyak bumi dan biaya langsung gas bumi dibebankan pada produksi gas bumi.
(5) Dalam hal terdapat biaya bersama minyak dan gas bumi, biaya bersama dialokasikan sesuai proporsi nilai relatif hasil produksi.
(6) Dalam hal suatu lapangan atau wilayah kerja telah menghasilkan satu jenis hasil produksi minyak bumi atau gas bumi, sementara jenis produksi yang lainnya belum menghasilkan, biaya bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dialokasikan secara adil berdasarkan kesepakatan antara Badan Pelaksana dan kontraktor.
(8) Dalam hal pengembalian biaya operasi minyak bumi atau gas bumi tidak mencukupi dari hasil produksinya atau nilai penjualannya, ditentukan:
(1) Penghasilan dari kontrak kerja sama dalam bentuk kontrak penjualan gas bumi dihitung berdasarkan harga yang disepakati dalam kontrak penjualan gas bumi.
(2) Dalam hal penjualan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah gas bumi diperoleh melalui proses lebih lanjut yang disetujui Menteri, penghasilan yang diakui dihitung berdasarkan hasil penjualan yang diterima dikurangi komponen biaya penjualan.
BAB IV
PENGHITUNGAN BAGI HASIL
Pasal 24(1) Dalam hal tidak terdapat FTP dan insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(2) Dalam hal terdapat FTP tetapi tidak terdapat insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(3) Dalam hal terdapat FTP dan insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP dikurangi insentif investasi dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(4) Dalam hal tidak terdapat FTP tetapi terdapat insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi insentif investasi dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(5) Insentif investasi dan biaya operasi yang dapat dikembalikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dikonversi menjadi:
a. minyak bumi, dengan harga rata-rata harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; atau
b. gas bumi, dengan harga yang disepakati dalam kontrak penjualan gas bumi.
(6) Bagian kontraktor untuk kontrak kerja sama, dihitung berdasarkan persentase bagian kontraktor sebelum pajak penghasilan yang dinyatakan dalam kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to be split.
(7) Bagian Pemerintah untuk kontrak kerja sama dihitung berdasarkan persentase bagian Pemerintah yang dinyatakan dalam kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to be split yang di dalamnya belum termasuk pajak penghasilan yang terutang oleh kontraktor.
(8) Kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO dengan menyerahkan 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari produksi minyak bumi dan/atau gas bumi yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
(9) Kontraktor mendapat imbalan DMO atas penyerahan minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan harga yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
Pasal 25(1) Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor untuk kontrak bagi hasil, dihitung berdasarkan penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya.
(2) Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak.
(3) Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.
(4) Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya peraturan Pemerintah ini, dihitung berdasarkan tarif pajak perseroan atau pajak penghasilan pada saat kontrak ditandatangani.
(5) Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal kontraktor berbentuk badan hukum Indonesia, penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diterbitkan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi setelah dilakukan pemeriksaan pajak.
(8) Sebelum surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi diterbitkan, dapat diterbitkan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara.
(9) Ketentuan mengenai penerbitan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(10) Kontraktor dibebaskan dari pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas barang yang digunakan dalam operasi perminyakan pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi.
(11) Ketentuan mengenai tata cara pembebasan bea masuk dan pemungutan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26(1) Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor dalam rangka kontrak jasa, berdasarkan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi seluruh biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 yang belum dikembalikan.
(2) Ketentuan mengenai jumlah maksimum pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah imbalan yang diberikan oleh Pemerintah kepada kontraktor diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak.
(4) Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.
(5) Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PENGHASILAN DI LUAR KONTRAK KERJA SAMA
Pasal 27(1) Atas penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
(2) Atas penghasilan kontraktor dari pengalihan participating interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif:
a. 5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan participating interest selama masa eksplorasi; atau
b. 7% (tujuh persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan participating interest selama masa eksploitasi.
(3) Pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikecualikan sepanjang untuk melakukan kewajiban pengalihan participating interest sesuai kontrak kerja sama kepada perusahaan nasional sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 28Dalam rangka membagi risiko dalam masa eksplorasi, pengalihan participating interesttidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b apabila memenuhi kriteria:
a. tidak mengalihkan seluruh participating interest yang dimilikinya;
b. participating interest telah dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun;
c. di wilayah kerja telah dilakukan eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi); dan
d. pengalihan participating interest tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
BAB VII
PEMBUKUAN KONTRAKTOR
Pasal 29(1) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
(2) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
(3) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas, sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan, dan sesuai prinsip kontrak bagi hasil.
(4) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
(5) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disediakan di Indonesia selama biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 belum dikembalikan.
Pasal 30(1) Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu minyak bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana.
(2) Sebelum menetapkan besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan.
(3) Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan perbedaan tersebut.
BAB VIII
KEWAJIBAN KONTRAKTOR DAN/ATAU OPERATOR
Pasal 31(1) Setiap kontraktor pada suatu wilayah kerja wajib:
a. mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak;
b. melaksanakan pembukuan;
c. menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan (SPT Tahunan PPh);
d. membayar angsuran pajak dalam tahun berjalan untuk setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya, dan dihitung atas penghasilan kena pajak dari lifting yang sebenarnya terjadi dalam suatu bulan takwim;
e. memenuhi ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dalam hal terjadi pengalihan participating interest atau pengalihan saham, kontraktor wajib melaporkan nilainya kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal pengalihan participating interest, hak dan kewajiban perpajakan beralih kepada kontraktor yang baru.
(4) Bentuk dan isi SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 32(1) Setiap operator pada suatu wilayah kerja wajib:
a. mendaftarkan kontrak kerja sama untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak yang berbeda dengan nomor pokok wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a;
b. melakukan pemenuhan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan pajak;
c. menyelenggarakan pembukuan untuk kegiatan operasi perminyakan untuk wilayah kerja yang bersangkutan.
(2) Dalam hal terjadi pergantian operator, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih kepada operator yang baru.
Pasal 33(1) Minyak bumi dan/atau gas bumi bagian pemerintah dari kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dihitung berdasarkan volume minyak bumi dan/atau gas bumi.
(2) Dalam hal Pemerintah membutuhkan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pajak penghasilan kontraktor dari kontrak bagi hasil, dapat berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor.
(3) Ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara penyerahan bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(4) Ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
BAB IX
KEWAJIBAN BADAN PELAKSANA
Pasal 34(1) Badan Pelaksana wajib menerbitkan standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran biaya yang digunakan pada kegiatan operasi perminyakan bersamaan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(2) Badan Pelaksana wajib menyampaikan laporan pembukuan mengenai pelaksanaan pengembalian biaya operasi kepada Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi secara periodik setiap tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35(1) Kontraktor harus melakukan transaksinya di Indonesia dan menyelesaikan pembayarannya melalui sistem perbankan di Indonesia.
(2) Transaksi dan penyelesaian pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar Indonesia setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 36(1) Menteri Keuangan dalam keadaan tertentu dapat menunjuk pihak ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis setelah berkoordinasi dengan Menteri.
(2) Penunjukan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa.
Pasal 37Dalam hal terjadi perubahan bentuk hukum dan/atau perubahan status domisili dan/atau pengalihan participating interest atau kepemilikan saham dan/atau hal lain dari kontraktor yang mengakibatkan perubahan perhitungan pajak penghasilan, besaran bagian penerimaan negara harus tetap.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. Kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan.
b. Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur secara tegas dalam kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk ketentuan mengenai:
1. besaran bagian penerimaan negara;
2. persyaratan biaya operasi yang dapat dikembalikan dan norma pembebanan biaya operasi;
3. biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan;
4. penunjukan pihak ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis;
5. penerbitan surat ketetapan pajak penghasilan;
6. pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas barang pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi;
7. pajak penghasilan kontraktor berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor; dan
8. penghasilan di luar kontrak kerja sama berupa upliftdan/atau pengalihan participating interest, dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39Kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu minyak bumi dan gas bumi yang dibuat atau diperpanjang setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib mematuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 40Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
PATRIALIS AKBAR