BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pelimpahan kewenangan adalah pengalihan penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu di bidang perizinan dan kewenangan lain dari Pemerintah Pusat kepada Dewan Kawasan Sabang yang diperlukan untuk melaksanakan pengusahaan kawasan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
2. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah Aceh, yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh, adalah unsur penyelenggara pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh.
4. Pemerintah daerah kabupaten/kota, yang selanjutnya disebut pemerintah kabupaten/kota, adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas bupati/walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota.
5. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, yang selanjutnya disebut kawasan Sabang, adalah Kawasan yang meliputi Kota Sabang (Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo), dan sebagian Kabupaten Aceh Besar (Pulau Breuh, Pulau Nasi, dan Pulau Teunom) serta pulau-pulau kecil di sekitarnya yang terletak dalam batas-batas koordinat sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang.
6. Dewan Kawasan Sabang, yang selanjutnya disingkat DKS, adalah Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
7. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Kawasan Sabang atau disingkat BPKS, adalah Badan Pengelola dan Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Pasal 2Dalam kawasan Sabang ditetapkan kawasan pengusahaan yang meliputi Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp), kawasan bandar udara, jalan penghubung antarkawasan, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Pelabuhan, kawasan bisnis utama/niaga, kawasan industri, kawasan pertambangan dan energi, kawasan pergudangan, kawasan pariwisata, dan kawasan perikanan sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.
Pasal 3(1) Kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan Sabang bebas tata niaga.
(2) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan Sabang ke daerah pabean lainnya di wilayah Indonesia wajib tunduk pada ketentuan di bidang kepabeanan serta peraturan perundang-undangan lainnya.
BAB II
PELIMPAHAN KEWENANGAN
Pasal 4(1) Untuk memperlancar kegiatan pengembangan fungsi kawasan Sabang, Pemerintah melimpahkan sebagian kewenangan di bidang perizinan dan kewenangan lain kepada DKS.
(2) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.
(1) Kewenangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. penataan ruang;
b. lingkungan hidup;
c. pengembangan dan pengelolaan usaha; dan
d. pengelolaan aset tetap.
(2) Pengembangan dan pengelolaan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan melalui kerja sama baik dalam maupun luar negeri, pendirian badan usaha, dan investasi.
Pasal 7Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 8(1) Pemerintah menetapkan kebijakan, norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kewenangan yang dilimpahkan kepada DKS.
(2) Kebijakan, norma, standar dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
(1) DKS mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, dan mengoordinasikan kegiatan BPKS.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, DKS bertanggung jawab kepada Presiden melalui Dewan Nasional.
Pasal 11(1) Kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada DKS berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan oleh BPKS.
(2) Pelaksanaan kewenangan oleh BPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada kebijakan umum yang ditetapkan oleh DKS.
(3) Kebijakan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh DKS setiap 1 (satu) tahun sekali pada awal tahun anggaran.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang BPKS, DKS membentuk satuan unit pelaksana beserta tugas dan wewenangnya dengan memperhatikan masukan dari Kepala BPKS.
Pasal 14(1) Satuan unit pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, meliputi:
a. unit pelaksana internal BPKS;
b. unit pelaksana pelayanan terpadu satu pintu yang merupakan perwakilan dari instansi Pemerintah, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, dan Pemerintah Kota Sabang;
c. unit usaha lain sesuai dengan kebutuhan pengembangan usaha.
(2) Pemerintah, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, dan Pemerintah Kota Sabang menugaskan pejabat yang berkaitan dengan pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(3) Penugasan atau pengangkatan dan pemberhentian pejabat dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Dalam rangka pengendalian dan pendataan kegiatan ekspor dan impor barang dari dan ke kawasan Sabang, BPKS dapat menetapkan ketentuan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan ekspor dan impor.
BAB IV
PENGELOLAAN KEUANGAN BPKS
Pasal 17(1) Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan pengusahaan kawasan Sabang berasal dari sumber:
a. pendapatan sendiri untuk membiayai rumah tangganya;
b. pendapatan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota (APBK);
c. pendapatan lainnya yang sah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan keuangan BPKS merupakan pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
(5) Anggaran belanja BPKS yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang telah mendapat pengesahan dari DKS diusulkan kepada Menteri Keuangan.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18(1) Pelayanan administrasi bagi tenaga kerja asing yang akan bekerja di kawasan Sabang, pelayanan visa on arrival, dan pelayanan Tanda Pendaftaran Tipe dilaksanakan oleh Pemerintah dengan menempatkan petugas/pejabat pada BPKS yang mendapat pendelegasian wewenang untuk menerbitkan izin.
(2) Pelayanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA);
b. rekomendasi visa kerja (TA-01);
c. izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA); dan
d. pelayanan visa
on arrival dan Tanda Pendaftaran Tipe.
(3) Pelaksanaan pelayanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan standar pelayanan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Kontrak, perjanjian, perjanjian kerja sama operasional atau perizinan dalam rangka pengusahaan dan pengembangan kawasan Sabang yang telah ada yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, dan Pemerintah Kota Sabang, atau BPKS, dengan pihak lain sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya batas waktu kontrak, perjanjian, perjanjian kerja sama operasional atau perizinan tersebut.
Pasal 21Pola pengelolaan keuangan BPKS tetap menggunakan mekanisme yang berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan sampai dengan ditetapkannya pola pengelolaan keuangan BPKS berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3).
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada saat diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR