[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I KETENTUAN UMUM

Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi, manfaat kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan, serta keberadaan kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional.

Pasal 3
Lingkup pengaturan dalam peraturan pemerintah ini meliputi:
a. perubahan peruntukan kawasan hutan; dan
b. perubahan fungsi kawasan hutan.

Pasal 4
(1) Kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok sebagai hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
(2) Kawasan hutan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kawasan suaka alam, terdiri atas:
1. cagar alam; dan
2. suaka margasatwa.
b. kawasan pelestarian alam, terdiri atas:
1. taman nasional;
2. taman wisata alam; dan
3. taman hutan raya.
c. taman buru.
(3) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. hutan produksi terbatas;
b. hutan produksi tetap; dan
c. hutan produksi yang dapat dikonversi.

Perubahan peruntukan kawasan hutan dapat dilakukan:
a. secara parsial; atau
b. untuk wilayah provinsi.

Bagian Kedua
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Secara Parsial

Paragraf 1
Umum

Pasal 7
Perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan melalui:
a. tukar menukar kawasan hutan; atau
b. pelepasan kawasan hutan.

Pasal 8
(1) Perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan berdasarkan permohonan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh:
a. menteri atau pejabat setingkat menteri;
b. gubernur atau bupati/walikota;
c. pimpinan badan usaha; atau
d. ketua yayasan.

Perubahan peruntukan yang dilakukan melalui tukar menukar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat dilakukan pada:
a. hutan produksi tetap; dan/atau
b. hutan produksi terbatas.

Pasal 11
(1) Tukar menukar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan untuk:
a. pembangunan di luar kegiatan kehutanan yangbersifat permanen;
b. menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan hutan; atau
c. memperbaiki batas kawasan hutan.
(2) Jenis pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.

(1) Permohonan tukar menukar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diajukan oleh pemohon kepada Menteri.
(2) Dalam hal permohonan telah sesuaidengan persyaratan administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Menteri membentuk Tim Terpadu.
(3) TimTerpadu sebagaimana dimaksud pada ayat(2) menyampaikan hasil penelitian dan rekomendasi kepada Menteri.
(4) Keanggotaan dan tugas Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
(5) Dalam hal tukar menukar kawasan hutan dengan luas paling banyak 2 (dua) hektar dan untuk kepentingan umum terbatas yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, Menteri membentuk tim yang anggotanya dari kementerian yang membidangi urusan kehutanan.
(6) Berdasarkan hasil penelitian dan rekomendasi Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau tim sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri menerbitkan persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan atau surat penolakan.

Pasal 14
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan rekomendasi Tim Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), rencana kegiatan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, Menteri sebelum menerbitkan persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan, harus meminta persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(1) Dalam hal pemegang persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan telah menyelesaikan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Menteri dan pemohon menandatangani berita acara tukar menukar kawasan hutan.
(2) Berdasarkan berita acara tukar menukar kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menerbitkan keputusan penunjukan lahan pengganti sebagai kawasan hutan.

Pasal 17
(1) Setelah diterbitkan keputusan penunjukan sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), pemohon dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, wajib:
a. melaksanakan reboisasi atau penghutanan atas lahan pengganti; dan
b. melaksanakan tata batas atas lahan penggantidan kawasan hutan yang dimohon.
(2) Hasil pelaksanaan tata batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b masing-masing dituangkan dalam berita acara dan petahasil tata batas yang ditandatangani oleh panitia tata batas kawasan hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Berdasarkan berita acara dan peta hasil tata batas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menerbitkan keputusan penetapan lahan pengganti sebagai kawasan hutan dan keputusan pelepasan kawasan hutan yang dimohon.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan reboisasi atau penghutanan dan tata batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 18
(1) Sebelum diterbitkannya keputusan penetapan lahan pengganti sebagai kawasan hutan dan keputusan pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), pemohon dilarang melakukan kegiatan dalam kawasan hutan yang dimohon.
(2) Kegiatan dalam kawasan hutan yang dimohon hanya dapat dilakukan setelah mendapat dispensasi dari Menteri.
(3) Dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diberikan secara terbatas dalam rangka persiapan kegiatan tukar menukar kawasan hutan.
(4) Ketentuan lebihlanjut mengenai pemberian dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 3
Pelepasan Kawasan Hutan

(1) Permohonan pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diajukan oleh pemohon kepada Menteri.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

Pasal 21
Menteri setelah menerima permohonan dan meneliti kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dapat menerbitkan surat penolakan atau menerbitkan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan.

(1) Dalam jangka waktu berlakunya persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), pemohon dilarang melakukan kegiatan dikawasan hutan, kecuali memperoleh dispensasi dari Menteri.
(2) Dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan kepada pemohon dalam rangka pelaksanaan kegiatan persiapan berupa pembibitan, persemaian, dan/atau prasarana dengan luasan yang sangat terbatas.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian dispensasi diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 24
Berdasarkan berita acara dan peta hasil tata batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), Menteri menerbitkan keputusan pelepasan kawasan hutan yang dimohon.

Pasal 25
Berdasarkan keputusan Menteri tentang pelepasan kawasan hutan dan dipenuhinya persyaratan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan, instansi yang berwenang dibidang pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Atas Tanah.

Pasal 26
Pemanfaatan kayu atas kawasan hutan yang telah diberikan dispensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan dilepaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri.

Pasal 27
Setiap perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial yang memperoleh keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 24 dapat melakukan kegiatan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diatur dengan peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
Untuk Wilayah Provinsi

Paragraf 1
Umum

Pasal 29
Perubahan peruntukan kawasan hutan untuk wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dapat dilakukan pada:
a. hutan konservasi;
b. hutan lindung; atau
c. hutan produksi.

Pasal 30
(1) Perubahan peruntukan kawasan hutan untuk wilayah provinsi dilakukan berdasarkan usulan dari gubernur kepada Menteri.
(2) Usulan perubahan peruntukan kawasan hutan untuk wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diintegrasikan oleh gubernur dalam revisi rencana tata ruang wilayah provinsi.
(3) Gubernur dalam mengajukan usulan perubahan peruntukan kawasan hutan wajib melakukan konsultasi teknis dengan Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 2
Tata Cara Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
Untuk Wilayah Provinsi

Pasal 31
(1) Menteri setelah menerima usulan perubahan peruntukan kawasan hutan untuk wilayah provinsi dari gubernur, melakukan telaahan teknis.
(2) Berdasarkan hasil telaahan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri membentuk Tim Terpadu.
(3) Keanggotaan dan tugas Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
(4) Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat(2) menyampaikan hasil penelitian dan rekomendasi terhadap perubahan peruntukan kawasan hutan kepada Menteri.
(5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), usulan perubahan peruntukan kawasan hutan berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan, wajib melaksanakan kajian lingkungan hidup strategis.
(6) Menteri menyampaikan hasil penelitian Tim Terpadu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk mendapatkan persetujuan, baik terhadap sebagian atau keseluruhan kawasan hutan yang diusulkan.
(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyetujui hasil penelitian Tim Terpadu, Menteri menerbitkan keputusan tentang perubahan peruntukan kawasan hutan wilayah provinsi.
(8) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menolak hasil penelitian Tim Terpadu, Menteri menerbitkan surat penolakan usulan perubahan peruntukan kawasan hutan wilayah provinsi.

Pasal 32
Keputusan Menteri tentang perubahan peruntukan kawasan hutan untuk wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7) diintegrasikan oleh gubernur dalam revisi rencana tata ruang wilayah provinsi yang dilakukan untuk ditetapkan dalam peraturan daerah provinsi.

BAB III
PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 33
(1) Perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan untuk memantapkan dan mengoptimalisasikan fungsi kawasan hutan.
(2) Perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada hutan dengan fungsi pokok:
a. hutan konservasi;
b. hutan lindung; dan
c. hutan produksi.
(3) Perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. secara parsial; atau
b. untuk wilayah provinsi.

Pasal 34
Perubahan fungsi kawasan hutan menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi tidak dapat dilakukan pada provinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% (tiga puluh perseratus).

Bagian Kedua
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Secara Parsial

Paragraf 1
Umum

Pasal 35
Perubahan fungsi kawasan hutan secara parsial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) huruf a dilakukan melalui perubahan fungsi:
a. antar fungsi pokok kawasan hutan; atau
b. dalam fungsi pokok kawasan hutan.

Paragraf 2
Perubahan Fungsi Antar Fungsi Pokok
Kawasan Hutan

Pasal 36
Perubahan fungsi antar fungsi pokok kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a, meliputi perubahan fungsi dari: a. kawasan hutan konservasi menjadi kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi;
b. kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan konservasi dan/atau kawasan hutan produksi; dan
c. kawasan hutan produksi menjadi kawasan hutan konservasi dan/atau kawasan hutan lindung.

Pasal 37
Perubahan fungsi kawasan hutan konservasi menjadi kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a wajib memenuhi ketentuan:
a. tidak memenuhi seluruh kriteria sebagai kawasan hutan konservasi sesuai peraturan perundang-undangan; dan
b. memenuhi kriteria hutan lindung atau hutan produksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 38
Perubahan fungsi kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan konservasi dan/atau kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b wajib memenuhi ketentuan:
a. tidak memenuhi kriteria sebagai kawasan hutan lindung sesuai peraturan perundang-undangan dalam hal untuk diubah menjadi hutan produksi;
b. memenuhi kriteria hutan konservasi atau hutan produksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 39
Perubahan fungsi kawasan hutan produksi menjadi kawasan hutan konservasi dan/atau kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c wajib memenuhi kriteria sebagai hutan konservasi atau hutan lindung sesuai peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Perubahan Fungsi Dalam Fungsi Pokok
Kawasan Hutan

Pasal 40
Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b, dilakukan dalam kawasan:
a. hutan konservasi; atau
b. hutan produksi.

Pasal 41
(1) Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, meliputi perubahan dari:
a. kawasan cagar alam menjadi kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam,atau taman buru;
b. kawasan suaka margasatwa menjadi kawasan cagar alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, atau taman buru;
c. kawasan taman nasional menjadi kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman hutan raya, taman wisata alam, atau taman buru;
d. kawasan taman hutan raya menjadi kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, atau taman buru;
e. kawasan taman wisata alam menjadi kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, atau taman buru; atau
f. kawasan taman buru menjadi kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, atau taman wisata alam.
(2) Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. sudah terjadi perubahan kondisi biofisik kawasan hutan akibat fenomena alam, lingkungan, atau manusia;
b. diperlukan jangka benah untuk optimalisasi fungsi dan manfaat kawasan hutan; atau
c. cakupan luasnya sangat kecil dan dikelilingi oleh lingkungan sosial dan ekonomi akibat pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang tidak mendukung kelangsungan proses ekologi secara alami.

Pasal 42
(1) Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, meliputi perubahan dari:
a. hutan produksi terbatas menjadi hutan produksi tetap dan/atau hutan produksi yang dapat dikonversi;
b. hutan produksi tetap menjadi hutan produksi terbatas dan/atau hutan produksi yang dapat dikonversi; dan
c. hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi hutan produksi terbatas dan/atau hutan produksi tetap.
(2) Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain tidak memenuhi kriteria fungsi kawasan hutan sesuai peraturan perundang-undangan, hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. untuk memenuhi kebutuhan luas hutan produksi optimal untuk mendukung stabilitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu; atau
b. jangka benah fungsi kawasan hutan.

Paragraf Keempat
Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Secara Parsial

Pasal 43
(1) Perubahan fungsi kawasan hutan secara parsial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) huruf a ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan usulan yang diajukan oleh:
a. bupati/walikota, untuk kawasan hutan yang berada dalam satu kabupaten/kota; atau
b. gubernur, untuk kawasan hutan lintas kabupaten/kota.
(3) Persyaratan usulan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat(2)diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 44
(1) Menteri setelah menerima usulan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat(2) membentuk Tim Terpadu.
(2) Keanggotaan dan tugas Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturanMenteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
(3) Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat(2) menyampaikan hasil penelitian dan rekomendasi kepada Menteri.
(4) Menteri berdasarkan hasil penelitian dan rekomendasi Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menerbitkan keputusan tentang perubahan fungsi kawasan hutan atau surat penolakan.

Bagian Ketiga
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Untuk Wilayah Provinsi

Pasal 45
Perubahan fungsi kawasan hutan untuk wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) huruf b dilakukan pada kawasan hutan dengan fungsi pokok:
a. hutan konservasi;
b. hutan lindung; dan
c. hutan produksi.

Pasal 46
(1) Kriteria perubahan fungsi kawasan hutan untuk wilayah provinsi berlaku mutatis mutandis ketentuan Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 41, dan Pasal 42.
(2) Tata cara perubahan fungsi kawasan hutan untuk wilayah provinsi berlaku mutatis mutandis ketentuan Pasal 31 dan Pasal 32.

Pasal 47
Setiap perubahan fungsi kawasan hutan secara parsial yang memperoleh keputusan perubahan fungsi kawasan hutan dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) dapat melakukan pengelolaan dan/atau kegiatan sesuai fungsinya sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PERUBAHAN PERUNTUKAN KAWASAN HUTAN YANG BERDAMPAK PENTING
DAN CAKUPAN YANG LUAS SERTA BERNILAI STRATEGIS

Pasal 48
(1) Perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis merupakan perubahan peruntukan kawasan hutan yang menimbulkan pengaruh terhadap:
a. kondisi biofisik; atau
b. kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
(2) Perubahan yang menimbulkan pengaruh terhadap kondisi biofisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan perubahan yang mengakibatkan penurunan atau peningkatan kualitas iklim atau ekosistem dan/atau tata air.
(3) Perubahan yang menimbulkan pengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan perubahan yang mengakibatkan penurunan atau peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan yang akan datang.
(4) Perubahan yang menimbulkan pengaruh terhadap kondisi biofisik serta dampak sosial dan ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) kategori yaitu:
a. berpengaruh; atau
b. tidak berpengaruh.
(5) Perubahan yang menimbulkan pengaruh terhadap kondisi biofisik serta dampak sosial dan ekonomi masyarakat didasarkan pada pedoman dan kriteria.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan kriteria pengelompokan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan Menteri.

BAB V
SANKSI

Pasal 49
(1) Persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan dapat dibatalkan oleh Menteri apabila:
a. tidak memenuhi kewajiban dalam tenggang waktu yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); dan/atau
b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
(2) Pembatalan persetujuan rinsip tukar menukar kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai setelah diberikan peringatan tertulis oleh Menteri sebanyak 3 (tiga) kali masing-masing dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk setiap kali peringatan.

Pasal 50
(1) Persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan dapat dibatalkan oleh Menteri apabila:
a. tidak memenuhi kewajiban dalam tenggang waktu yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2);
b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4); atau
c. pemegang persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan membuka kawasan hutan sebelum mendapat dispensasi dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).
(2) Pembatalan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikenai setelah diberikan peringatan tertulis oleh Menteri sebanyak 3 (tiga) kali masing-masing dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk setiap kali peringatan.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 51
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka permohonan:
a. tukar menukar kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas yang belum memperoleh persetujuan prinsip, penyelesaiannya diproses sesuai Peraturan Pemerintah ini.
b. tukar menukar kawasan hutan yang telah memperoleh Keputusan Menteri tentang pelepasan kawasan hutan dan Keputusan Menteri tentang penetapan lahan pengganti sebagai kawasan hutan yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.
c. pelepasan kawasan hutan yang belum memperoleh persetujuan prinsip, penyelesaiannya diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
d. tukar menukar kawasan hutan atau pelepasan kawasan hutan yang telah memperoleh persetujuan prinsip tetapi belum memperoleh keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menteri, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
e. pelepasan kawasan hutan yang telah memperoleh Keputusan Menteri tentang pelepasan kawasan hutan yang ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.
f. perubahan fungsi kawasan hutan yang belum memperoleh Keputusan Menteri, diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
g. perubahan fungsi kawasan hutan yang telah memperoleh Keputusan Menteri tentang perubahan fungsi kawasan hutan yang ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.
h. perubahan peruntukan kawasan hutan wilayah provinsi atau perubahan fungsi kawasan hutan wilayah provinsi, yang belum memperoleh Keputusan Menteri diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
i. perubahan peruntukan kawasan hutan wilayah provinsi atau perubahan fungsi kawasan hutan wilayah provinsi, yang telah memperoleh Keputusan Menteri sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 52
(1) Kawasan hutan produksi yang telah diberikan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan kepada badan usaha sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, maka:
a. badan usaha wajib menyerahkan lahan pengganti dengan ratio 1:1 dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) kecuali huruf c.
b. penyerahan lahan pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan paling lama 12 (dua belas) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(2) Lahan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terletak di dalam wilayah daerah aliran sungai yang sama, pada wilayah daerah aliran sungai lain dalam provinsi yang sama, atau provinsi yang lain dalam pulau yang sama.
(3) Penyerahan lahan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar pelepasan kawasan hutan dari Menteri.

Pasal 53
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Januari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR