(1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WUP berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) serta peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(2) WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:(1) Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) yang memenuhi kriteria ditetapkan menjadi WUP oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/walikota setempat.
(2) WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:a. WIUP radioaktif;
b. WIUP mineral logam;
c. WIUP batubara;
d. WIUP mineral bukan logam; dan/atau
e. WIUP batuan.
(3) Penetapan WUP sebagaimana dimaksud pada ayat(1) disampaikan secara tertulis oleh Menteri kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan WUP diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(1) WIUP mineral logam dan/atau batubara ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/ walikota setempat.(2) WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, atau perseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24Dalam hal di WIUP mineral logam dan/atau batubara terdapat komoditas tambang lainnya yang berbeda, untuk mengusahakan komoditas tambang lainnya wajib ditetapkan WIUP terlebih dahulu.
Pasal 25Ketentuan mengenai pemberian WIUP diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
Bagian Ketiga
Wilayah Pertambangan Rakyat
Pasal 26(1) Bupati/walikota menyusun rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat(1)serta peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(2) WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal WPR sebesar 25 (dua puluh lima) hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yangsudahdikerjakansekurang-kurangnya15(lima belas) tahun;
g. tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN; dan
h. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 27(1) Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 yang memenuhi kriteria ditetapkan menjadi WPR oleh bupati/walikota setempat setelah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.
(2) Penetapan WPR sebagaimana dimaksud pada ayat(1) disampaikan secara tertulis oleh bupati/walikota kepada Menteri dan gubernur.
(3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data dan informasi yang dimiliki pemerintah provinsi yang bersangkutan.
(4) Konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memperoleh pertimbangan.
Bagian Keempat
Wilayah Pencadangan Negara
Paragraf 1
Umum
Pasal 28Untuk kepentingan strategis nasional, Menteri menetapkan WPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Paragraf 2
Penyusunan Rencana Penetapan
Wilayah Pencadangan Negara
Pasal 29(1) Menteri menyusun rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WPN berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat(1)sertapetapotensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(2) WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:
a. memiliki formasi batuan pembawa mineral radio aktif, mineral logam, dan/atau batubara berdasarkan peta/data geologi;
b. memiliki singkapan geologi untuk mineral radioaktif, logam, dan/atau batubara berdasarkan peta/data geologi;
c. memiliki potensi/cadangan mineral dan/atau batubara; dan
d. untuk keperluan konservasi komoditas tambang;
e. berada pada wilayah dan/atau pulau yang berbatasan dengan negara lain;
f. merupakan wilayah yang dilindungi; dan/atau
g. berada pada pulau kecil dengan luas maksimal 2.000 (dua ribu) kilometer persegi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penetapan Wilayah Pencadangan Negara dan
Wilayah Usaha Pertambangan Khusus
Pasal 30(1) Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) yang memenuhi kriteria ditetapkan menjadi WPN oleh Menteri setelah memperhatikan aspirasi daerah dan mendapatpersetujuandariDewanPerwakilanRakyat Republik Indonesia.
(2) WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WUPK.
Pasal 31(1) WPN yang ditetapkan untuk komoditas tertentu dapat diusahakan sebagian luas wilayahnya setelah berubah statusnya menjadi WUPK dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Perubahan status sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diusulkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber devisa negara;
c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
e. daya dukung lingkungan; dan/atau
f. penggunaan teknologi tinggi dan modal inventasi yang besar.
Paragraf 4
Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus
Pasal 32(1) Untuk menetapkan WIUPK dalam suatu WUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) harus memenuhi kriteria:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan e. tingkat kepadatan penduduk;
(2) WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. WIUPK mineral logam; dan/atau b. WIUPK batubara.
(3) Menteri dalam menetapkan luas dan batas WIUPK mineral logam dan/atau batubara dalam suatu WUPK berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 33Dalam hal di WIUPK mineral logam dan/atau batubara terdapat komoditas tambang lainnya yang berbeda, untuk mengusahakan komoditas tambang lainnya wajib ditetapkan WIUPK terlebih dahulu.
Pasal 34Ketentuan mengenai pemberian WIUPK diatur dalam Peraturan
Pemerintah tersendiri.
Bagian Kelima
Delineasi Zonasi Untuk WIUP atau WIUPK Operasi
Produksi Dalam Kawasan Lindung
Pasal 35(1) Peta zonasi untuk WIUP Eksplorasi dan WIUPK Eksplorasi pada kawasan lindung dapat di-delineasi menjadi peta zonasi WIUP Operasi Produksi atau WIUPK Operasi Produksi.
(2) Delineasi zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan berdasarkan hasil kajian kelayakandan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta antara resiko dan manfaat dalam konversi kawasan lindung.
(3) Keseimbangan antara biaya dan manfaat dan antara resiko dan manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhitungkan paling sedikit mengenai reklamasi, pascatambang, teknologi, program pengembangan masyarakat yang berkelanjutan, dan pengelolaan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara melakukan delineasi diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
DATA DAN INFORMASI
Bagian Kesatu
Pengelolaan Data dan Informasi
Pasal 36(1) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota wajib mengelola data dan/atau informasi kegiatan usaha pertambangan sesuaidengan kewenangannya.
(2) Pengelolaan data dan/atau informasi meliputi kegiatan perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan data dan/atau informasi.
(3) Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan data dan/atau informasi usaha pertambangan kepada Pemerintah.
(4) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan milik negara dan dikelola oleh Menteri.
(5) Hasil pengelolaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk:
a. penetapan klasifikasi potensi dan WP;
b. penentuan neraca sumber daya dan cadangan mineral dan batubara nasional; atau
c. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mineral dan batubara.
Pasal 37Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan data dan/atau informasi diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Sistem Informasi Geografis
Pasal 38(1) WP dikelola oleh Menteri dalam suatu sistem informasi WP yangterintegrasisecaranasionaluntuk melakukan penyeragaman mengenai sistem koordinat dan peta dasar dalam penerbitanWUP, WIUP, WPR, WPN, WUPK, dan WIUPK.
(2) Sistem koordinat pemetaan WUP, WIUP, WPR, WPN, WUPK, dan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat(1) menggunakan Datum Geodesi Nasional yang ditetapkan oleh instansi Pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang survei dan pemetaan nasional.
(3) Sistem informasi WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat diakses oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi WP diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1. Instansi Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota yang belum menggunakan sistem koordinat peta berdasarkan Datum Geodesi Nasional yang ditetapkan olehinstansiPemerintahyangmenyelenggarakanurusan pemerintahan di bidang survei dan pemetaan nasionalwajib menyesuaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
2. Wilayah surat izin pertambangan daerah dan wilayah kuasa pertambangan yang telah diberikan kepada pemegang Surat Izin Pertambangan Daerah atau Kuasa Pertambangan yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini, dalam jangka waktu paling lambat 3(tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, harus ditetapkan menjadi WIUP dalam WUP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
3. Wilayah kontrak karya dan wilayah perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah diberikan kepada pemegang kontrak karya dan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini, dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, harus ditetapkan dalam WUP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai wilayah pertambangan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 41Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR