[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pengaturan Wajib Lapor Pecandu Narkotika bertujuan untuk:
a. memenuhi hak Pecandu Narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial;
b. mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan tanggung jawab terhadap Pecandu Narkotika yang ada di bawah pengawasan dan bimbingannya; dan
c. memberikan bahan informasi bagi Pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.

BAB II
WAJIB LAPOR

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3
Wajib Lapor dilakukan oleh:
a. orang tua atau wali Pecandu Narkotika yang belum cukup umur; dan
b. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya.

Bagian Kedua
Institusi Penerima Wajib Lapor

Pasal 4
(1) Wajib Lapor Pecandu Narkotika dilakukan di Institusi Penerima Wajib Lapor.
(2) Pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor ditetapkan oleh Menteri.
(3) Lembaga rehabilitasi sosial sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

(1) Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan melaporkan Pecandu Narkotika kepada Institusi Penerima Wajib Lapor.
(2) Dalam hal laporan dilakukan selain pada Institusi Penerima Wajib Lapor, petugas yang menerima laporan meneruskannya kepada Institusi Penerima Wajib Lapor.

Pasal 7
(1) Institusi Penerima Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib melakukan asesmen terhadap Pecandu Narkotika untuk mengetahui kondisi Pecandu Narkotika.
(2) Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek medis dan aspek sosial.

Pasal 8
(1) Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan dengan cara wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik dan psikis terhadap Pecandu Narkotika.
(2) Wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi riwayat kesehatan, riwayat penggunaan Narkotika, riwayat pengobatan dan perawatan, riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas, riwayat psikiatris, serta riwayat keluarga dan sosial Pecandu Narkotika.
(3) Observasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi observasi atas perilaku Pecandu Narkotika.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

(1) Pecandu Narkotika yang telah melaporkan diri atau dilaporkan kepada Institusi Penerima Wajib Lapor diberi kartu lapor diri setelah menjalani asesmen.
(2) Kartu lapor diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 2 (dua) kali masa perawatan.
(3) Kartu lapor diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pimpinan Institusi Penerima Wajib Lapor.

Pasal 11
(1) Institusi Penerima Wajib Lapor melakukan rangkaian pengobatan dan/atau perawatan guna kepentingan pemulihan Pecandu Narkotika berdasarkan rencana rehabilitasi.
(2) Dalam hal Institusi Penerima Wajib Lapor tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengobatan dan/atau perawatan tertentu sesuai rencana rehabilitasi atau atas permintaan Pecandu Narkotika, orang tua, wali dan/atau keluarganya, Institusi Penerima Wajib Lapor harus melakukan rujukan kepada institusi yang memiliki kemampuan tersebut.

(1) Pecandu Narkotika yang telah melaksanakan Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2) Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Pecandu Narkotika yang diperintahkan berdasarkan:
a. putusan pengadilan jika Pecandu Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika;
b. penetapan pengadilan jika Pecandu Narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(3) Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial.
(4) Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter.
(5) Ketentuan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.

Pasal 14
(1) Setiap penyelenggara program rehabilitasi wajib mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanan.
(2) Pembinaan dan pengawasan atas kualitas layanan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial, bersama-sama dengan Badan Narkotika Nasional.

(1) Penyelenggara program rehabilitasi wajib melakukan pencatatan pelaksanaan rehabilitasi dalam catatan perubahan perilaku atau dokumen rekam medis.
(2) Catatan perubahan perilaku atau dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia.
(3) Kerahasiaan catatan perubahan perilaku atau dokumen rekam medis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17
(1) Rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat jalan atau rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil asesmen.
(2) Rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lembaga rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil asesmen.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

BAB IV
PELAPORAN, MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 18
(1) Institusi Penerima Wajib Lapor wajib melaporkan mengenai informasi Pecandu Narkotika kepada Kementerian terkait melalui tata cara pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Informasi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan dalam bentuk rekapitulasi data yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. jumlah Pecandu Narkotika yang ditangani;
b. identitas Pecandu Narkotika;
c. jenis zat Narkotika yang disalahgunakan;
d. lama pemakaian;
e. cara pakai zat;
f. diagnosa; dan
g. jenis pengobatan/riwayat perawatan atau rehabilitasi yang dijalani.

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Wajib Lapor dilaksanakan oleh Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan Badan Narkotika Nasional, yang meliputi:
a. penerapan prosedur Wajib Lapor;
b. cakupan proses Wajib Lapor; dan
c. tantangan dan hambatan proses Wajib Lapor.

Pasal 21
(1) Terhadap Pecandu Narkotika yang telah selesai menjalani rehabilitasi dilakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan Badan Narkotika Nasional.

BAB V
PENDANAAN

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, bagi Dokter, Rumah Sakit atau Lembaga rehabilitasi lainnya yang sedang melakukan rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial wajib melaporkan kepada Institusi Penerima Wajib Lapor sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 24
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal6 18 April 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR