a. penyediaan sumber mata pencaharian di bidang pertanian, peternakan, dan kerajinan;
b. bantuan permodalan dan akses pemasaran hasil pertanian, peternakan, dan kerajinan;
c. peningkatan pembangunan sarana dan prasarana;Upaya penanganan fakir miskin di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan melalui:
a. penyediaan sumber mata pencaharian di bidang perikanan dan sumber daya laut;
b. bantuan permodalan dan akses pemasaran hasil usaha;
c. penguatan lembaga dan organisasi masyarakat pesisir dan nelayan;
d. pemeliharaan daya dukung serta mutu lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan/atau
e. peningkatan keamanan berusaha dan pengamanan sumber daya kelautan dan pesisir.
Pasal 24Upaya penanganan fakir miskin di wilayah tertinggal/terpencil dilakukan melalui:
a. pengembangan ekonomi lokal bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam, budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal secara berkelanjutan;
b. penyediaan sumber mata pencaharian di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan kerajinan;
c. bantuan permodalan dan akses pemasaran hasil pertanian, peternakan, perikanan, dan kerajinan;
d. peningkatan pembangunan terhadap sarana dan prasarana;
e. penguatan kelembagaan dan pemerintahan; dan/atau
f. pemeliharaan, perlindungan, dan pendayagunaan sumber daya lokal.
Pasal 25Upaya penanganan fakir miskin di wilayah perbatasan antarnegara dilakukan melalui:
a. penyediaan sumber mata pencaharian di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan kerajinan;
b. bantuan permodalan dan akses pemasaran hasil pertanian, peternakan, perikanan, dan kerajinan;
c. peningkatan pembangunan sarana dan prasarana;
d. penguatan kelembagaan dan pemerintahan;
e. pemeliharaan dan pendayagunaan sumber daya;
f. menjamin keamanan wilayah perbatasan serta pengamanan sumber daya lokal; dan/atau
g. peningkatan daya tahan budaya lokal dari pengaruh negatif budaya asing.
Pasal 26Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan upaya penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 25 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Penyaluran Bantuan
Pasal 27Penyaluran bantuan kepada fakir miskin diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah secara komprehensif dan terkoordinasi.
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Pemerintah
Pasal 28Dalam pelaksanaan penanganan fakir miskin, Pemerintah bertugas:
a. memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir miskin;
b. memfasilitasi dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin;
c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi dalam penanganan fakir miskin;
d. mengevaluasi kebijakan dan strategi penyelenggaraan penanganan fakir miskin;
e. menyusun dan menyediakan basis data fakir miskin; dan
f. mengalokasikan dana yang memadai dan mencukupi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk penyelenggaraan penanganan fakir miskin.
Pasal 29Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin pada tingkat nasional.
Bagian Kedua
Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 30(1) Dalam pelaksanaan penanganan fakir miskin, pemerintah daerah provinsi bertugas:
a. memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir miskin lintaskabupaten/kota;
b. memfasilitasi, mengoordinasi, serta menyosialisasikan pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin lintaskabupaten/kota;
c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program dalam penanganan fakir miskin lintaskabupaten/kota;
d. mengevaluasi pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program penyelenggaraan penanganan fakir miskin lintaskabupaten/kota; dan
e. mengalokasikan dana yang memadai dan mencukupi dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk penyelenggaraan penanganan fakir miskin.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah provinsi berwenang menetapkan kebijakan, strategi, dan program tingkat provinsi dalam bentuk rencana penanganan fakir miskin di daerah dengan berpedoman pada kebijakan, strategi, dan program nasional.
Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 31(1) Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, pemerintah daerah kabupaten/kota bertugas:
a. memfasilitasi, mengoordinasikan, dan menyosialisasikan pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program penyelenggaraan penanganan kemiskinan, dengan memperhatikan kebijakan provinsi dan kebijakan nasional;
b. melaksanakan pemberdayaan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir miskin pada tingkat kabupaten/kota;
c. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kebijakan, strategi, serta program dalam penanganan fakir miskin pada tingkat kabupaten/kota;
d. mengevaluasi kebijakan, strategi, dan program pada tingkat kabupaten/kota;
e. menyediakan sarana dan prasarana bagi penanganan fakir miskin;
f. mengalokasikan dana yang cukup dan memadai dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk menyelenggarakan penanganan fakir miskin.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah kabupaten/kota berwenang menetapkan kebijakan, strategi, dan program tingkat kabupaten/kota dalam bentuk rencana penanganan fakir miskin di daerah dengan berpedoman pada kebijakan, strategi, dan program nasional.
(3) Pemerintah desa melaksanakan penanganan fakir miskin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
SUMBER DAYA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 32Sumber daya penyelenggaraan penanganan fakir miskin meliputi:
a. sumber daya manusia;
b. sarana dan prasarana;
c. sumber pendanaan; dan
d. sumber daya alam.
Bagian Kedua
Sumber Daya Manusia
Pasal 33Sumber daya manusia penyelenggaraan penanganan fakir miskin dilakukan oleh tenaga penanganan fakir miskin yang terdiri atas:
a. tenaga kesejahteraan sosial;
b. pekerja sosial profesional;
c. relawan sosial;
d. penyuluh sosial; dan
e. tenaga pendamping.
Pasal 34(1) Tenaga penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a dan huruf b minimal memiliki kualifikasi:
a. pendidikan di bidang kesejahteraan sosial;
b. pelatihan dan keterampilan pelayanan sosial; dan/atau
c. pengalaman melaksanakan pelayanan sosial.
(2) Tenaga penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dapat memperoleh:
a. pendidikan;
b. pelatihan; dan/atau
c. penghargaan.
(3) Tenaga penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e dapat memperoleh promosi dan tunjangan.
(4) Ketentuan mengenai tenaga penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Sarana dan Prasarana
Pasal 35(1) Sarana dan prasarana penyelenggaraan penanganan fakir miskin meliputi:
a. panti sosial;
b. pusat rehabilitasi sosial;
c. pusat pendidikan dan pelatihan;
d. pusat kesejahteraan sosial;
e. rumah singgah; dan
f. rumah perlindungan sosial.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar minimum sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Sumber Pendanaan
Pasal 36(1) Sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, meliputi:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan;
d. dana hibah baik dari dalam maupun luar negeri; dan
e. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan sebesar-besarnya untuk penanganan fakir miskin.
(3) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37(1) Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf e, merupakan sumbangan masyarakat bagi kepentingan penanganan fakir miskin yang pengumpulan dan penggunaannya dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengumpulan dan penggunaan sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38Setiap orang atau korporasi dilarang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1).
BAB VI
KOORDINASI DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Koordinasi
Pasal 39(1) Menteri mengoordinasikan pelaksanaan penanganan fakir miskin pada tingkat nasional.
(2) Gubernur mengoordinasikan pelaksanaan penanganan fakir miskin pada tingkat provinsi.
(3) Bupati/walikota mengoordinasikan pelaksanaan penanganan fakir miskin pada tingkat kabupaten/kota.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 40(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan penanganan fakir miskin.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 41(1) Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan dan pengawasan penanganan fakir miskin.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. badan usaha;
b. organisasi kemasyarakatan;
c. perseorangan;
d. keluarga;
e. kelompok;
f. organisasi sosial;
g. yayasan;
h. lembaga swadaya masyarakat;
i. organisasi profesi; dan/atau
j. pelaku usaha.
(3) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai pewujudan dari tanggung jawab sosial terhadap penanganan fakir miskin.
(4) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42Setiap orang yang memalsukan data verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 43(1) Setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Korporasi yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penanganan fakir miskin dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 45Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Agustus 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Agustus 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR