Teks tidak dalam format asli.
Kembali



LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 71, 2012(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295)


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2012
TENTANG
PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
BANDAR UDARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :  bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 dan Pasal 260 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara;
Mengingat :   1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
(1) Pembangunan Bandar Udara wajib dilaksanakan berdasarkan penetapan lokasi Bandar Udara.
(2) Lokasi Bandar Udara ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan:
a. rencana induk nasional Bandar Udara;
b. keselamatan dan keamanan penerbangan;
c. keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan lain terkait di lokasi bandar udara;
d. kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis pembangunan, dan pengoperasian; serta
e. kelayakan lingkungan.
(3) Penetapan lokasi Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun.

Pasal 3
Penetapan lokasi Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) memuat:
a. titik koordinat Bandar Udara; dan
b. rencana induk Bandar Udara.

Pasal 4
Titik koordinat Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, merupakan titik koordinat yang dinyatakan dengan koordinat geografis.

(1) Penetapan lokasi Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diajukan oleh Pemrakarsa Bandar Udara kepada Menteri.
(2) Pemrakarsa Bandar Udara dilarang memindahkan penetapan lokasi yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak lain.
(3) Pemindahan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam keadaan tertentu atas izin Menteri.
(4) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 7
Usulan penetapan lokasi Bandar Udara yang telah termuat dalam tatanan Kebandarudaraan nasional yang diprakarsai oleh badan hukum Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8
(1) Bandar Udara sebagai bangunan gedung dengan fungsi khusus, pembangunannya wajib memperhatikan ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, mutu pelayanan jasa Kebandarudaraan, kelestarian lingkungan, serta keterpaduan intermoda dan multimoda.
(2) Fungsi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan fungsi bangunan yang dalam pembangunan dan penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat sekitarnya dan mempunyai risiko bahaya tinggi.

(1) Pembangunan Bandar Udara harus memenuhi standar keselamatan dan keamanan penerbangan yang meliputi:
a. standar rancang bangun dan/atau rekayasa fasilitas Bandar Udara;
b. standar peralatan dan utilitas Bandar Udara; dan
c. standar kelaikan fasilitas dan peralatan Bandar Udara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar rancang bangun dan/atau rekayasa fasilitas Bandar Udara, standar peralatan dan utilitas Bandar Udara, serta standar kelaikan fasilitas dan peralatan Bandar Udara diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 11
(1) Izin mendirikan bangunan Bandar Udara diberikan oleh Menteri sesuai dengan pedoman teknis bangunan gedung yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi bangunan gedung dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
(2) Koordinasi dengan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pertimbangan teknis dari Pemerintah Daerah terkait dengan kesesuaian rencana pembangunan dan pengembangan Bandar Udara dengan rencana tata ruang wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 haruf a, merupakan sertifikat hak atas tanah atau dokumen rencana tata guna lahan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
Rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan aksesibilitas dalam penyelenggaraan Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, berupa surat pernyataan mengenai jaminan penyediaan paling sedikit meliputi prasarana jalan yang digunakan dari dan ke Bandar Udara, fasilitas listrik, air minum, drainase, telekomunikasi, informasi, dan/atau bahan bakar dari instansi sesuai dengan kewenangannya.

(1) Rancangan teknik terinci fasilitas pokok Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d, merupakan dasar pelaksanaan kegiatan pembangunan Bandar Udara.
(2) Rancangan teknik terinci fasilitas pokok Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan rencana peruntukkan Bandar Udara dalam kaitan menampung pesawat udara yang akan mendarat dan lepas landas, penumpang, dan barang.
(3) Rancangan teknik terinci fasilitas pokok Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup gambar dan spesifikasi teknis bangunan, fasilitas dan prasarana termasuk struktur bangunan dan bahan, serta fasilitas elektronika, listrik, dan mekanikal sebagai penunjang Keselamatan Penerbangan.

Pasal 17
(1) Rancangan teknis terinci fasilitas pokok Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 paling sedikit memuat mengenai:
a. kondisi tanah dasar;
b. peta topografi;
c. tata letak fasilitas pokok Bandar Udara, termasuk fasilitas bantu navigasi Penerbangan;
d. gambar arsitektur;
e. gambar konstruksi; dan
f.  gambar mekanikal, elektrikal, dan peralatan navigasi Penerbangan.
(2) Rancangan teknik terinci fasilitas pokok Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan pengesahan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rancangan teknik terinci fasilitas pokok Bandar Udara dan pengesahan diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 18
Kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e, merupakan izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Permohonan izin mendirikan bangunan Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Pemrakarsa kepada Menteri dengan melampirkan:
a.  bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan;
b.  rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan aksesibilitas dalam penyelenggaraan Bandar Udara;
c.  bukti penetapan lokasi Bandar Udara;
d.  rancangan teknik terinci fasilitas pokok Bandar Udara yang sudah disahkan;
e. izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
f.  bukti kemampuan finansial.

Pasal 21
(1) Bukti kemampuan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f, merupakan tanda bukti modal disetor atau pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan Bandar Udara.
(2) Tanda bukti modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Bandar Udara yang diprakarsai oleh badan hukum Indonesia ditetapkan paling sedikit sebesar 5 (lima) persen dari total perkiraan biaya pembangunan.
(3) Pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk:
a. Bandar Udara yang pembangunannya diprakarsai oleh Pemerintah Daerah, dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
b. Bandar Udara yang pembangunannya diprakarsai oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.

Pemegang izin mendirikan bangunan Bandar Udara dalam melaksanakan pembangunan wajib:
a. mentaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan keamanan penerbangan dan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b.  bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan Bandar Udara yang bersangkutan;
c.  melaksanakan pekerjaan pembangunan Bandar Udara sesuai dengan rencana induk Bandar Udara;
d. melaksanakan pekerjaan pembangunan Bandar Udara secara nyata paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin mendirikan bangunan Bandar Udara ditetapkan;
e. melaksanakan pekerjaan pembangunan Bandar Udara sesuai dengan jadwal dan tahapan pembangunan/pengembangan dalam rencana induk Bandar Udara;
f.  melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan Bandar Udara secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; dan
g.  melaporkan hasil pembangunan Bandar Udara kepada Menteri setelah selesainya pembangunan Bandar Udara.

Pasal 24
(1) Pemegang izin mendirikan bangunan Bandar Udara yang melanggar kewajiban pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dapat dikenakan sanksi pencabutan izin.
(2) Pencabutan izin mendirikan bangunan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ditaati, dilanjutkan dengan pembekuan izin untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.
(4) Apabila dalam jangka waktu pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ada perbaikan maka Menteri mencabut izin mendirikan bangunan Bandar Udara.

Pasal 25
(1) Pengembangan Bandar Udara dilaksanakan sesuai dengan rencana induk Bandar Udara yang telah ditetapkan dalam penetapan lokasi Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Pengembangan Bandar Udara di luar rencana induk Bandar Udara yang telah ditetapkan dapat dilakukan dalam hal:
a. terdapat perubahan lingkungan strategis;
b. peningkatan permintaan kebutuhan angkutan udara; dan
c. peningkatan kapasitas untuk pelayanan.
(3)  Pengembangan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Bandar Udara dan persetujuan pengembangan Bandar Udara diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 26
Pengembangan Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 tidak mengganggu operasional Bandar Udara dan keamanan dan keselamatan penerbangan tetap terjamin.

Pasal 27
Pembangunan dan pengembangan Bandar Udara yang dapat didanai oleh pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdiri atas:
a. Bandar Udara di daerah yang berada di wilayah terisolasi dan perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Bandar Udara di daerah rawan bencana; dan
c. Bandar Udara yang belum diusahakan yang diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara Bandar Udara Pemerintah.

Pasal 28
(1) Untuk menunjang perkembangan daerah pembangunan dan pengembangan Bandar Udara dapat didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara proporsional dan berdasarkan perjanjian kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pembangunan dan pengembangan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya dapat digunakan untuk fasilitas sisi udara.

Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan Bandar Udara yang diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara yang berada diwilayahnya berdasarkan perjanjian kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengatur tentang:
a. status aset;
b. biaya yang timbul setelah pembangunan; dan
c. pendapatan dari aset yang dibangun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerjasama pengembangan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 30
(1) Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara dapat melakukan kerjasama dengan badan hukum Indonesia untuk pembangunan dan/atau pengembangan Bandar Udara.
(2) Kerjasama pembangunan dan/atau pengembangan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan mengubah status sebagai Pemrakarsa harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama pembangunan dan/atau pengembangan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB III
PELESTARIAN LINGKUNGAN BANDAR UDARA
Pasal 31
Badan Usaha Bandar Udara atau Unit Penyelenggara Bandar Udara wajib menjaga ambang batas kebisingan dan pencemaran lingkungan di Bandar Udara dan sekitarnya sesuai dengan ambang batas dan baku mutu yang ditetapkan Pemerintah.

Pasal 32
(1) Ambang batas kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ditetapkan dalam tingkat kebisingan di Bandar Udara dan sekitarnya.
(2) Tingkat kebisingan di Bandar Udara dan sekitarnya ditentukan dengan indeks kebisingan WECPNL atau nilai ekuivalen tingkat kebisingan di suatu area yang dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu.

Pasal 33
Tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 terdiri atas:
a. kawasan kebisingan tingkat I;
b. kawasan kebisingan tingkat II; dan
c. kawasan kebisingan tingkat III.

Pasal 34
(1) Kawasan kebisingan tingkat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a, merupakan tingkat kebisingan yang berada dalam indeks kebisingan pesawat udara lebih besar atau sama dengan 70 (tujuh puluh) dan lebih kecil dari 75 (tujuh puluh lima).
(2) Kawasan kebisingan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit.

Pasal 35
(1) Kawasan kebisingan tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, merupakan tingkat kebisingan yang berada dalam indeks kebisingan pesawat udara lebih besar atau sama dengan 75 (tujuh puluh lima) dan lebih kecil dari 80 (delapan puluh).
(2) Kawasan kebisingan tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan kecuali untuk jenis kegiatan dan/atau bangunan sekolah, rumah sakit, dan rumah tinggal.

Pasal 36
(1) Kawasan kebisingan tingkat III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c, merupakan tingkat kebisingan yang berada dalam indeks kebisingan pesawat udara lebih besar atau sama dengan 80 (delapan puluh).
(2) Kawasan kebisingan tingkat III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas Bandar Udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian lingkungan dan pertanian yang tidak mengundang burung.

Pasal 37
Kawasan kebisingan di Bandar Udara dan sekitarnya sebagai dasar Pemerintah Daerah dalam menetapkan perencanaan, pembangunan, penetapan, dan penataan penggunaan tanah di sekitar Bandar Udara.

Pasal 38
Pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh:
a. emisi gas buang dan kebisingan pengoperasian pesawat udara;
b. emisi gas buang dan kebisingan dari peralatan dan/atau kendaraan bermotor;
c. air limbah yang ditimbulkan dari pembangunan, operasional dan perawatan Bandar Udara dan pesawat udara;
d. limbah padat yang ditimbulkan dari pembangunan, operasional dan perawatan Bandar Udara dan pesawat udara; dan
e. zat kimia yang ditimbulkan dari pembangunan, operasional dan perawatan Bandar Udara dan pesawat udara.

Pasal 39
Batas emisi gas buang dan kebisingan pengoperasian pesawat udara dan emisi gas buang dan kebisingan dari peralatan dan/atau kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dan huruf b, merupakan bagian persyaratan sertifikat kelaikan pesawat udara dan peralatan dan/atau kendaraan bermotor yang dioperasikan di Bandar Udara.

Pasal 40
Limbah dan zat kimia yang ditimbulkan dari pembangunan, operasional dan perawatan Bandar Udara dan pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, harus dikelola terlebih dahulu sebelum dibawa ke luar Bandar Udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41
(1) Badan Usaha Bandar Udara atau Unit Penyelenggara Bandar Udara menyediakan tempat dan menetapkan prosedur pengelolaan limbah dan zat kimia pengoperasian pesawat udara dan Bandar Udara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan tempat dan penetapan prosedur pengelolaan limbah dan zat kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 42
Untuk menjaga ambang batas kebisingan dan pencemaran lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Badan Usaha Bandar Udara atau Unit Penyelenggara Bandar Udara dapat membatasi waktu dan frekuensi, atau menolak pengoperasian pesawat udara.

Pasal 43
Untuk menjaga ambang batas kebisingan dan pencemaran lingkungan, Badan Usaha Bandar Udara atau Unit Penyelenggara Bandar Udara wajib melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

Pasal 44
Pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, paling sedikit dilakukan terhadap komponen:
a. udara;
b. energi;
c. kebisingan;
d. air;
e. tanah; dan
f.  air limbah dan limbah padat.

Pasal 45
Pengelolaan dan pemantauan lingkungan Bandar Udara terhadap komponen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilaksanakan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan.

Pasal 46
(1) Setiap Bandar Udara wajib menerapkan Bandar Udara ramah lingkungan yang meliputi:
a. menetapkan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Bandar Udara;
b. melaksanakan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Bandar Udara;
c. mengevaluasi hasil pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Bandar Udara yang telah dilaksanakan; dan
d. melaporkan kegiatan penerapan Bandar Udara ramah lingkungan kepada Menteri.
(2) Penerapan Bandar Udara ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertahap berdasarkan:
a. kapasitas pesawat udara; dan
b. penggunaan Bandar Udara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan, penerapan Bandar Udara ramah lingkungan, dan penyampaian laporan diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. penetapan atau izin mendirikan bangunan Bandar Udara dan izin lingkungan hidup Bandar Udara yang sedang dilakukan pembangunan dan/atau pengembangan dinyatakan tetap berlaku;
b. Bandar Udara yang sudah memiliki penetapan lokasi, rencana induk Bandar Udara, daerah lingkungan kerja, daerah lingkungan kepentingan, kawasan keselamatan operasi penerbangan, batas kawasan kebisingan, dan/atau izin mendirikan bangunan Bandar Udara dinyatakan tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
c. Bandar Udara yang saat ini telah beroperasi dan belum memiliki rencana induk Bandar Udara sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Pemerintah ini, wajib menyesuaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini;

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Menteri mengenai pembangunan dan pengembangan serta pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup bandar udara dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini

Pasal 49
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali