[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
Usaha jasa penunjang tenaga listrik meliputi:
a. konsultansi dalam bidang Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik;
b. pembangunan dan pemasangan Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik;
c. pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik;
d. pengoperasian instalasi tenaga listrik;
e. pemeliharaan instalasi tenaga listrik;
f.  penelitian dan pengembangan;
g. pendidikan dan pelatihan;
h. laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;
i.  sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;
j.  Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan; atau
k. usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik.

Pasal 3
(1) Usaha jasa penunjang tenaga listrik dilaksanakan oleh badan usaha, yang meliputi badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan koperasi yang berbadan hukum Indonesia dan berusaha di bidang usaha jasa penunjang tenaga listrik sesuai dengan Klasifikasi, Kualifikasi, dan/atau sertifikat usaha jasa penunjang tenaga listrik.
(2) Badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kegiatan usaha jasa penunjang tenaga listrik setelah mendapat izin usaha jasa penunjang tenaga listrik.

BAB II
KLASIFIKASI, KUALIFIKASI, DAN SERTIFIKASI
USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK
Bagian Kesatu
Klasifikasi Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik
Pasal 4
(1) Usaha jasa konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi usaha jasa perencanaan dan/atau pengawasan.
(2) Usaha jasa konsultansi diklasifikasikan dalam bidang:
a. pembangkitan tenaga listrik;
b. transmisi tenaga listrik;
c. distribusi tenaga listrik; dan
d. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik.
(3) Usaha jasa konsultansi di bidang pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diklasifikasikan dalam subbidang:
a. pembangkit listrik tenaga uap;
b. pembangkit listrik tenaga gas;
c. pembangkit listrik tenaga gas-uap;
d. pembangkit listrik tenaga panas bumi;
e. pembangkit listrik tenaga air;
f.  pembangkit listrik tenaga air skala kecil dan menengah;
g. pembangkit listrik tenaga diesel;
h. pembangkit listrik tenaga nuklir; dan
i.  pembangkit listrik tenaga energi baru lainnya dan tenaga energi terbarukan lainnya.
(4) Usaha jasa konsultansi di bidang transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diklasifikasikan dalam subbidang:
a. jaringan transmisi tenaga listrik tegangan tinggi dan/atau tegangan ekstra tinggi; dan
b. gardu induk.
(5) Usaha jasa konsultansi di bidang distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diklasifikasikan dalam subbidang:
a. jaringan distribusi tenaga listrik tegangan menengah; dan
b. jaringan distribusi tenaga listrik tegangan rendah.
(6) Usaha jasa konsultansi di bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diklasifikasikan dalam subbidang:
a. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan tinggi;
b. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan menengah; dan
c. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan rendah.

(1) Usaha jasa pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diklasifikasikan dalam bidang:
a. pembangkitan tenaga listrik;
b. transmisi tenaga listrik;
c. distribusi tenaga listrik; dan
d. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik.
(2) Usaha jasa pemeriksaan dan pengujian di bidang pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diklasifikasikan dalam subbidang:
a. pembangkit listrik tenaga uap;
b. pembangkit listrik tenaga gas;
c. pembangkit listrik tenaga gas-uap;
d. pembangkit listrik tenaga panas bumi;
e. pembangkit listrik tenaga air;
f.  pembangkit listrik tenaga air skala kecil dan menengah;
g. pembangkit listrik tenaga diesel;
h. pembangkit listrik tenaga nuklir; dan
i.  pembangkit listrik tenaga energi baru lainnya dan tenaga energi terbarukan lainnya.
(3) Usaha jasa pemeriksaan dan pengujian di bidang transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diklasifikasikan dalam subbidang:
a. jaringan transmisi tenaga listrik tegangan tinggi dan/atau tegangan ekstra tinggi; dan
b. gardu induk.
(4) Usaha jasa pemeriksaan dan pengujian di bidang distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diklasifikasikan dalam subbidang:
a. jaringan distribusi tenaga listrik tegangan menengah; dan
b. jaringan distribusi tenaga listrik tegangan rendah.
(5) Usaha jasa pemeriksaan dan pengujian di bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diklasifikasikan dalam subbidang:
a. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan tinggi;
b. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan menengah; dan
c. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan rendah.

Pasal 7
(1) Usaha jasa pengoperasian instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d diklasifikasikan dalam bidang:
a. pembangkitan tenaga listrik;
b. transmisi tenaga listrik; dan
c. distribusi tenaga listrik.
(2) Usaha jasa pengoperasian di bidang pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diklasifikasikan dalam subbidang:
a. pembangkit listrik tenaga uap;
b. pembangkit listrik tenaga gas;
c. pembangkit listrik tenaga gas-uap;
d. pembangkit listrik tenaga panas bumi;
e. pembangkit listrik tenaga air;
f. pembangkit listrik tenaga air skala kecil dan menengah;
g. pembangkit listrik tenaga diesel;
h. pembangkit listrik tenaga nuklir; dan
i. pembangkit listrik tenaga energi baru lainnya dan tenaga energi terbarukan lainnya.
(3) Usaha jasa pengoperasian di bidang transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diklasifikasikan dalam subbidang:
a. jaringan transmisi tenaga listrik tegangan tinggi dan/atau tegangan ekstra tinggi; dan
b. gardu induk.
(4) Usaha jasa pengoperasian di bidang distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diklasifikasikan dalam subbidang:
a. jaringan distribusi tenaga listrik tegangan menengah; dan
b. jaringan distribusi tenaga listrik tegangan rendah.

Pasal 8
(1) Usaha jasa pemeliharaan instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e diklasifikasikan dalam bidang:
a. pembangkitan tenaga listrik;
b. transmisi tenaga listrik; dan
c. distribusi tenaga listrik.
(2) Usaha jasa pemeliharaan di bidang pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diklasifikasikan dalam subbidang:
a. pembangkit listrik tenaga uap;
b. pembangkit listrik tenaga gas;
c. pembangkit listrik tenaga gas-uap;
d. pembangkit listrik tenaga panas bumi;
e. pembangkit listrik tenaga air;
f.  pembangkit listrik tenaga air skala kecil dan menengah;
g. pembangkit listrik tenaga diesel;
h. pembangkit listrik tenaga nuklir; dan
i.  pembangkit listrik tenaga energi baru lainnya dan tenaga energi terbarukan lainnya.
(3) Usaha jasa pemeliharaan di bidang transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diklasifikasikan dalam subbidang:
a. jaringan transmisi tenaga listrik tegangan tinggi dan/atau tegangan ekstra tinggi; dan
b. gardu induk.
(4) Usaha jasa pemeliharaan di bidang distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diklasifikasikan dalam subbidang:
a. jaringan distribusi tenaga listrik tegangan menengah; dan
b. jaringan distribusi tenaga listrik tegangan rendah.

(1) Usaha jasa Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j diklasifikasikan dalam bidang:
a. pembangkitan tenaga listrik;
b. transmisi tenaga listrik;
c. distribusi tenaga listrik; dan
d. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik.
(2) Usaha jasa Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan di bidang pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diklasifikasikan dalam subbidang:
a. konsultansi;
b. pembangunan dan pemasangan;
c. pemeriksaan dan pengujian;
d. pengoperasian;
e. pemeliharaan;
f.  penelitian dan pengembangan;
g. pendidikan dan pelatihan;
h. laboratorium penguji;
i.  asesor ketenagalistrikan;
j.  usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan pembangkitan tenaga listrik.
(3) Usaha jasa Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan di bidang transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diklasifikasikan dalam subbidang:
a. konsultansi;
b. pembangunan dan pemasangan;
c. pemeriksaan dan pengujian;
d. pengoperasian;
e. pemeliharaan;
f. penelitian dan pengembangan;
g. pendidikan dan pelatihan;
h. laboratorium penguji;
i.  asesor ketenagalistrikan;
j.  usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan transmisi tenaga listrik.
(4) Usaha jasa Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan di bidang distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diklasifikasikan dalam subbidang:
a. konsultansi;
b. pembangunan dan pemasangan;
c. pemeriksaan dan pengujian;
d. pengoperasian;
e. pemeliharaan;
f.  penelitian dan pengembangan;
g. pendidikan dan pelatihan;
h. laboratorium penguji;
i.  asesor ketenagalistrikan;
j.  usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan distribusi tenaga listrik.
(5) Usaha jasa Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan di bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diklasifikasikan dalam subbidang:
a. konsultansi;
b. pembangunan dan pemasangan;
c. pemeriksaan dan pengujian;
d. pemeliharaan;
e. penelitian dan pengembangan;
f.  pendidikan dan pelatihan;
g. laboratorium penguji;
h. asesor ketenagalistrikan.

Pasal 11
(1) Usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f, huruf h, dan huruf i diklasifikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Klasifikasi untuk usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Kualifikasi Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik
(1) Usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f, huruf h, dan huruf i dikualifikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kualifikasi untuk usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 14
(1) Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diperoleh melalui sertifikasi badan usaha.
(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf j diberikan oleh lembaga sertifikasi badan usaha yang terakreditasi.
(3) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf k diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara sertifikasi badan usaha diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Akreditasi
Akreditasi usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf k dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
IZIN USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK
Pasal 17
(1) Izin usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diberikan sesuai dengan Klasifikasi, Kualifikasi, dan/atau sertifikat yang dimiliki badan usaha.
(2) Izin usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh:
a. Menteri, untuk usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh:
1. badan usaha milik negara; dan
2. badan usaha swasta yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal asing.
b. bupati/walikota untuk badan usaha yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal dalam negeri.
(3) Izin usaha jasa penunjang tenaga listrik yang diberikan oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak termasuk untuk usaha jasa pemeriksaan dan pengujian di bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huruf c.
(4) Izin untuk usaha jasa pemeriksaan dan pengujian di bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh Menteri.

Pasal 18
(1) Untuk mendapatkan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), badan usaha mengajukan permohonan kepada Menteri atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. profil badan usaha;
d. Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
e. surat keterangan domisili dari instansi yang berwenang.
(4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kepemilikan:
a. sertifikat badan usaha sesuai dengan Klasifikasi dan kualifikasinya, kecuali untuk usaha jasa pemeriksaan dan pengujian di bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan rendah;
b.  Tenaga Teknik yang bersertifikat;
c.  penanggung jawab teknik;
d.  sistem manajemen mutu.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik diatur dengan Peraturan Menteri atau peraturan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pemegang izin usaha jasa penunjang tenaga listrik wajib:
a.  memberikan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik sesuai dengan sistem manajemen mutu;
b.  memenuhi standar teknis dan ketentuan keselamatan ketenagalistrikan;
c.  mengutamakan produk dan potensi dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. memberikan laporan secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Menteri atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1) Menteri atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan usaha jasa penunjang tenaga listrik.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. pemenuhan persyaratan keteknikan;
b. pengutamaan produk dan potensi dalam negeri;
c. penggunaan tenaga kerja asing;
d. pemenuhan persyaratan kewajiban dalam izin usaha jasa penunjang tenaga listrik; dan
e. pemenuhan standar mutu pelayanan sesuai dengan sistem manajemen mutu.
(3) Menteri atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan terhadap usaha jasa penunjang tenaga listrik dalam bentuk penyuluhan, bimbingan, dan pelatihan.
(4) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat:
a.  melakukan pemeriksaan di lapangan;
b.  meminta laporan pelaksanaan usaha jasa penunjang tenaga listrik sesuai dengan bidang dan subbidang usahanya; dan
c.  melakukan analisis dan evaluasi atas laporan pelaksanaan usaha di bidang usaha jasa penunjang tenaga listrik.
(5) Dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan keteknikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Menteri atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dibantu oleh inspektur ketenagalistrikan.
(6) Dalam hal pada kabupaten/kota belum terdapat inspektur ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bupati/walikota dapat menunjuk pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagalistrikan untuk melakukan pengawasan.

(1) Setiap pemegang izin usaha jasa penunjang tenaga listrik yang melanggar ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 20 huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, dikenai sanksi administratif oleh Menteri atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembekuan kegiatan sementara; dan/atau
c. pencabutan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali.
(4) Dalam hal tertentu teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan hanya 1 (satu) kali apabila kegiatan usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan membahayakan keselamatan ketenagalistrikan.
(5) Dalam hal pemegang izin usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dikenai sanksi teguran tertulis setelah berakhirnya jangka waktu teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) belum melaksanakan kewajibannya, Menteri atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan sementara.
(6) Sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
(7) Sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikenai kepada pemegang izin usaha jasa penunjang tenaga listrik yang tidak melaksanakan kewajiban sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi pembekuan kegiatan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak menghapus kewajiban pemegang izin usaha jasa penunjang tenaga listrik kepada pihak ketiga.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
(1) Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik dan Sertifikat yang telah diberikan sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan, tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik dan Sertifikat.
(2) Permohonan Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik yang telah diajukan kepada Menteri atau bupati/walikota dan masih dalam proses, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3603), dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 26
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3603), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juli 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juli 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN