Teks tidak dalam format asli.
Kembali



LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 188, 2012(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347)


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN
SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :   bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2), Pasal 16, Pasal 20 ayat (5), Pasal 22 ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4), dan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
Mengingat :   1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pengaturan pengelolaan sampah ini bertujuan untuk:
a. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat; dan
b. menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Pasal 3
Peraturan Pemerintah ini meliputi pengaturan tentang:
a. kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
b. penyelenggaraan pengelolaan sampah;
c. kompensasi;
d. pengembangan dan penerapan teknologi;
e. sistem informasi;
f.  peran masyarakat; dan
g. pembinaan.

BAB II
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH
Pasal 4
(1) Pemerintah menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam pengelolaan sampah.
(2) Pemerintah provinsi menyusun dan menetapkan kebijakan dan strategi provinsi dalam pengelolaan sampah.
(3) Pemerintah kabupaten/kota menyusun dan menetapkan kebijakan dan strategi kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah.

Kebijakan dan strategi nasional dalam pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ditetapkan dengan peraturan presiden.

Pasal 7
(1) Kebijakan dan strategi provinsi dalam pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditetapkan dengan peraturan gubernur.
(2) Dalam menyusun kebijakan strategi provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dalam pengelolaan sampah.

Pasal 8
(1) Kebijakan dan strategi kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
(2) Dalam menyusun kebijakan strategi kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional serta kebijakan dan strategi provinsi dalam pengelolaan sampah.

(1) Penyelenggaraan pengelolaan sampah meliputi:
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
(2) Setiap orang wajib melakukan pengurangan sampah dan penanganan sampah.

Bagian Kedua
Pengurangan Sampah
Pasal 11
(1) Pengurangan sampah meliputi:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, bahan yang dapat didaur ulang, dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam; dan/atau
b.  mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah dari produk dan/atau kemasan yang sudah digunakan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

(1) Produsen wajib melakukan pendauran ulang sampah dengan:
a. menyusun program pendauran ulang sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya;
b. menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang; dan/atau
c. menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang.
(2) Dalam melakukan pendauran ulang sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), produsen dapat menunjuk pihak lain.
(3) Pihak lain, dalam melakukan pendauran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memiliki izin usaha dan/atau kegiatan.
(4) Dalam hal pendauran ulang sampah untuk menghasilkan kemasan pangan, pelaksanaan pendauran ulang wajib mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengawasan obat dan makanan.

Pasal 14
Produsen wajib melakukan pemanfaatan kembali sampah dengan:
a. menyusun rencana dan/atau program pemanfaatan kembali sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
b.  menggunakan bahan baku produksi yang dapat diguna ulang; dan/atau
c.  menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk diguna ulang.

Penanganan sampah meliputi kegiatan:
a. pemilahan;
b. pengumpulan;
c. pengangkutan;
d. pengolahan; dan
e. pemrosesan akhir sampah.

Pasal 17
(1) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilakukan oleh:
a.  setiap orang pada sumbernya;
b. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya; dan
c.  pemerintah kabupaten/kota.
(2) Pemilahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mudah terurai;
c. sampah yang dapat digunakan kembali;
d. sampah yang dapat didaur ulang; dan
e. sampah lainnya.
(3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya dalam melakukan pemilahan sampah wajib menyediakan sarana pemilahan sampah skala kawasan.
(4) Pemerintah kabupaten/kota menyediakan sarana pemilahan sampah skala kabupaten/kota.
(5) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus menggunakan sarana yang memenuhi persyaratan:
a. jumlah sarana sesuai jenis pengelompokan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
b. diberi label atau tanda; dan
c. bahan, bentuk, dan warna wadah.

Pasal 18
(1) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dilakukan oleh:
a. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya; dan
b. pemerintah kabupaten/kota.
(2) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya dalam melakukan pengumpulan sampah wajib menyediakan:
a. TPS;
b. TPS 3R; dan/atau
c. alat pengumpul untuk sampah terpilah.
(3) Pemerintah kabupaten/kota menyediakan TPS dan/atau TPS 3R pada wilayah permukiman.
(4) TPS dan/atau TPS 3R sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus memenuhi persyaratan:
a. tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah;
b. luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan;
c. lokasinya mudah diakses;
d. tidak mencemari lingkungan; dan
e. memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pengumpulan dan penyediaan TPS dan/atau TPS 3R diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Dalam hal dua atau lebih kabupaten/kota melakukan pengolahan sampah bersama dan memerlukan pengangkutan sampah lintas kabupaten/kota, pemerintah kabupaten/kota dapat mengusulkan kepada pemerintah provinsi untuk menyediakan stasiun peralihan antara dan alat angkut.

Pasal 21
(1) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d meliputi kegiatan:
a. pemadatan;
b. pengomposan;
c. daur ulang materi; dan/atau
d. daur ulang energi.
(2) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a.  setiap orang pada sumbernya;
b. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya; dan
c.  pemerintah kabupaten/kota.
(3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pengolahan sampah skala kawasan yang berupa TPS 3R.
(4) Pemerintah kabupaten/kota menyediakan fasilitas pengolahan sampah pada wilayah permukiman yang berupa:
a. TPS 3R;
b. stasiun peralihan antara;
c. TPA; dan/atau
d. TPST.

(1) Dalam melakukan pemrosesan akhir sampah, pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan dan mengoperasikan TPA.
(2) Dalam menyediakan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah kabupaten/kota:
a. melakukan pemilihan lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota;
b. menyusun analisis biaya dan teknologi; dan
c. menyusun rancangan teknis.
(3) Lokasi TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit memenuhi aspek:
a. geologi;
b. hidrogeologi;
c. kemiringan zona;
d. jarak dari lapangan terbang;
e. jarak dari permukiman;
f.  tidak berada di kawasan lindung/cagar alam; dan/atau
g. bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 (dua puluh lima) tahun.
(4) TPA yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi:
a. fasilitas dasar;
b. fasilitas perlindungan lingkungan;
c. fasilitas operasi; dan
d. fasilitas penunjang.

Pasal 24
(1) Pengoperasian TPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) harus memenuhi persyaratan teknis pengoperasian TPA yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
(2) Dalam hal TPA tidak dioperasikan sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan penutupan dan/atau rehabilitasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan dan/atau rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 25
(1) Kegiatan penyediaan fasilitas pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dilakukan melalui tahapan:
a. perencanaan;
b. pembangunan; dan
c. pengoperasian dan pemeliharaan.
(2) Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kegiatan:
a. konstruksi;
b. supervisi; dan
c. uji coba.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pengolahan dan pemrosesan akhir sampah diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Pasal 26
(1) Dalam melakukan kegiatan pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah, pemerintah kabupaten/kota dapat:
a. membentuk kelembagaan pengelola sampah;
b. bermitra dengan badan usaha atau masyarakat; dan/atau
c. bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota lain.
(2) Kemitraan dan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

Pasal 27
Dalam hal terdapat kondisi khusus, pemerintah provinsi dapat melakukan pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.

Pasal 28
Sampah yang tidak dapat diolah melalui kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) ditimbun di TPA.

Pasal 29
(1) Dalam penyelenggaraan penanganan sampah, pemerintah kabupaten/kota memungut retribusi kepada setiap orang atas jasa pelayanan yang diberikan.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara progresif berdasarkan jenis, karakteristik, dan volume sampah.
(3) Hasil retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
a. kegiatan layanan penanganan sampah;
b. penyediaan fasilitas pengumpulan sampah;
c. penanggulangan keadaan darurat;
d. pemulihan lingkungan akibat kegiatan penanganan sampah; dan/atau
e. peningkatan kompetensi pengelola sampah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan tarif retribusi berdasarkan jenis, karakteristik, dan volume sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri.

Pasal 30
(1) Setiap orang yang bertugas melakukan kegiatan pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah wajib memiliki sertifikat kompetensi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri sesuai dengan kewenangannya.

BAB IV
KOMPENSASI
Pasal 31
(1) Pemerintah kabupaten/kota secara sendiri atau secara bersama dapat memberikan kompensasi sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pemrosesan akhir sampah.
(2) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakibatkan oleh:
a. pencemaran air;
b. pencemaran udara;
c. pencemaran tanah;
d. longsor;
e. kebakaran;
f.  ledakan gas metan; dan/atau
g. hal lain yang menimbulkan dampak negatif.
(3) Bentuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. relokasi penduduk;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan;
d. penyediaan fasilitas sanitasi dan kesehatan; dan/atau
e. kompensasi dalam bentuk lain.

Pasal 32
(1) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) harus dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(2) Dalam hal anggaran untuk kompensasi pada pemerintah kabupaten/kota sudah tidak tersedia lagi, kompensasi diberikan oleh pemerintah provinsi.
(3) Dalam hal anggaran untuk kompensasi pada pemerintah provinsi sudah tidak tersedia lagi, kompensasi diberikan oleh Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kompensasi oleh pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan daerah.

BAB V
PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
Pasal 33
(1) Dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan sampah, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum melakukan:
a. penelitian dan pengembangan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kebijakan dan strategi nasional dalam pengelolaan sampah; dan
b.  fasilitasi pemerintah daerah dalam penelitian dan pengembangan teknologi ramah lingkungan.
(2) Dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan sampah, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi melakukan fasilitasi:
a.  kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kebijakan dan strategi nasional dalam pengelolaan sampah; dan
b.  pemerintah daerah dalam mengembangkan dan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
(3) Penelitian dan pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan mengikutsertakan:
a. perguruan tinggi;
b. lembaga penelitian dan pengembangan;
c. badan usaha; dan/atau
d. lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pengelolaan sampah.

BAB VI
SISTEM INFORMASI
Pasal 34

(1) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyediakan informasi mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
(2) Informasi pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memberikan informasi mengenai:
a.  sumber sampah;
b.  timbulan sampah;
c.  komposisi sampah;
d.  karakteristik sampah;
e.  fasilitas pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
f.   informasi lain terkait pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang diperlukan dalam rangka pengelolaan sampah.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhubung sebagai satu jejaring sistem informasi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang dikoordinasikan oleh menteri yang menyelengarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dapat diakses oleh setiap orang.

BAB VII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan dalam kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pemberian usul, pertimbangan, dan/atau saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam kegiatan pengelolaan sampah;
b. pemberian saran dan pendapat dalam perumusan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga;
c.  pelaksanaan kegiatan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang dilakukan secara mandiri dan/atau bermitra dengan pemerintah kabupaten/kota; dan/atau
d. pemberian pendidikan dan pelatihan, kampanye, dan pendampingan oleh kelompok masyarakat kepada anggota masyarakat dalam pengelolaan sampah untuk mengubah perilaku anggota masyarakat.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b disampaikan melalui forum yang keanggotaannya terdiri atas pihak-pihak terkait.

BAB VIII
PEMBINAAN
Pasal 36
(1) Para menteri secara terkoordinasi melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.  pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria;
b.  diseminasi peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan sampah;
c.  pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan sampah;
d.  fasilitasi penyelesaian perselisihan antardaerah;
e.  fasilitasi kerja sama pemerintah daerah, badan usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana pengelolaan sampah; dan/atau
f.   fasilitasi bantuan teknis penyelenggaraan pengembangan prasarana dan sarana pengelolaan sampah.
(3) Gubernur melakukan pembinaan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah melalui:
a. bantuan teknis;
b. bimbingan teknis;
c. diseminasi peraturan daerah di bidang pengelolaan sampah;
d. pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan sampah; dan/atau
e. fasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antarkabupaten/kota.

Pasal 37
Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui:
a. bantuan teknis;
b. bimbingan teknis;
c. diseminasi peraturan perundang-undangan dan pedoman di bidang pengelolaan sampah; dan/atau
d. pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan sampah.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
(1) Penyediaan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri atas sampah yang mudah terurai, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya oleh pemerintah kabupaten/kota dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
(2) Penyediaan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri atas sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang mudah terurai, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya oleh pemerintah kabupaten/kota dilakukan paling lama 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali