(1) Pemasukan sapi bakalan, sapi indukan, dan sapi siap potong harus mendapatkan izin pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui permohonan secara online kepada Direktur Kesehatan Hewan melalui Kepala PPVTPP dengan tembusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, sesuai format 1.
(2) Permohonan Rekomendasi pemasukan sapi siap potong dapat diajukan setelah Rapat Koordinasi Terbatas Tingkat Menteri yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyetujui pemasukan sapi siap potong.
(3) Permohonan Rekomendasi untuk Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara dapat diajukan sewaktu-waktu setelah Rapat Koordinasi Terbatas Tingkat Menteri yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyetujui pemasukan sapi siap potong.
(1) Kepala PPVTPP setelah menerima dokumen permohonan secara online dan memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen memberikan jawaban menolak atau menerima paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja.
(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 tidak lengkap dan/atau tidak benar.
(3) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan oleh Kepala PPVTPP kepada Pemohon secara online sesuai format 2.
(4) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(5) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh Kepala PPVTPP disampaikan kepada Direktur Kesehatan Hewan secara online dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, untuk dilakukan kajian teknis kesehatan hewan sesuai format 3.
(6) Direktur Kesehatan Hewan memberikan jawaban menolak atau menyetujui paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja.
Pasal 24(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6) apabila tidak memenuhi persyaratan pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15, dengan menerbitkan surat penolakan oleh Direktur Kesehatan Hewan kepada pemohon melalui Kepala PPVTPP secara online sesuai format 4.
(2) Permohonan yang disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6) selanjutnya diterbitkan Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) sesuai format 5.
(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Direktur Kesehatan Hewan kepada Menteri Perdagangan melalui Kepala PPVTPP secara online dengan tembusan kepada Menteri, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian tempat pemasukan, dan Pemohon.
Pasal 25Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), memuat:
a. nomor Rekomendasi;
b. nama, alamat pemohon, dan alamat tempat usaha peternakan;
c. nomor dan tanggal surat permohonan;
d. negara asal;
e. uraian jenis/kategori sapi bakalan, sapi indukan, dan sapi siap potong beserta kode HS;
f. persyaratan teknis kesehatan hewan;
g. tempat pemasukan; dan
h. masa berlaku Rekomendasi.
Pasal 26(1) Masa berlaku Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf h sejak tanggal diterbitkan paling lama tanggal 31 Desember tahun berjalan.
(2) Dalam hal negara asal yang tercantum pada rekomendasi terjadi wabah penyakit hewan menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, dan Pasal 9, dapat mengajukan permohonan kembali sebelum batas waktu pemasukan berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 27Jenis sapi bakalan, sapi indukan, dan sapi siap potong yang dapat dimasukkan seperti tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
BAB III
KEWAJIBAN PEMEGANG REKOMENDASI
Pasal 28(1) Pelaku Usaha dan Badan Usaha Milik Negara dilarang mengajukan perubahan negara asal dan tempat pemasukan terhadap rekomendasi yang telah diterbitkan.
(2) Pelaku Usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang melaksanakan pemasukan wajib melakukan pencegahan masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 29(1) Sapi bakalan, sapi indukan, dan sapi siap potong yang telah dilakukan tindakan karantina berupa pembebasan dilakukan pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan teknis kesehatan hewan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter hewan berwenang atau dokter hewan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian, provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 30Dalam hal di wilayah kabupaten/kota belum memiliki atau tidak ada dokter hewan berwenang atau dokter hewan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh dokter hewan berwenang atau dokter hewan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) kabupaten/kota atau provinsi terdekat.
Pasal 31Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan pemeriksaan terhadap:
a. kondisi fisik sapi bakalan, sapi indukan, dan sapi siap potong;
b. kondisi organ reproduksi untuk sapi indukan;
c. dokumen; dan
d. alat angkut.
Pasal 32(1) Pemeriksaan kondisi fisik sapi bakalan, sapi indukan, dan sapi siap potong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a, dilakukan secara visual, palpasi, dan auskultasi.
(2) Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan adanya gejala klinis penyakit hewan harus dilakukan pengambilan sampel untuk dilakukan pengujian lebih lanjut.
(3) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c, dilakukan terhadap kelengkapan sertifikat kesehatan hewan dan sertifikat asal ternak.
Pasal 33(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan paling sedikit 4 (empat) bulan sekali, atau sewaktu-waktu apabila ada dugaan penyimpangan terhadap persyaratan teknis kesehatan hewan.
(2) Hasil pengawasan secara berkala atau sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilaporkan kepada Direktur Kesehatan Hewan, Kepala Dinas provinsi atau Kepala Dinas kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Direktur Kesehatan Hewan, Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangannya menyampaikan laporan hasil pengawasan secara berkala atau sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Gubernur atau Bupati/Walikota.
BAB IV
KETENTUAN SANKSI
Pasal 34Pelaku Usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang melanggar:
a. ketentuan Pasal 22 huruf i; atau
b. ketentuan Pasal 28.
dikenakan sanksi berupa pencabutan rekomendasi, tidak diberikan rekomendasi berikutnya, dan mengusulkan kepada Menteri Perdagangan untuk mencabut Surat Persetujuan Impor (SPI) dan status perusahaan sebagai Importir Terdaftar (IT) hewan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35Rekomendasi yang diterbitkan dan masih berlaku sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan dinyatakan masih tetap berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36Dengan diundangkannya Peraturan Menteri ini:
a. Ketentuan lain dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan dan Pengeluaran Ternak Ke Dalam dan Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
b. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 62/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan dan Pengeluaran Ternak Ke Dalam dan Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 74/Permentan/OT.140/7/2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan dan Pengeluaran Ternak Ke Dalam dan Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2013
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
SUSWONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 September 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Lampiran: bn1070-2013