Teks tidak dalam format asli.
Kembali



BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.1100, 2013
KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pembangunan. Pengelolaan. Sarana Distribusi. Perdagangan. Pedoman


PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48/M-DAG/PER/8/2013
TENTANG
PEDOMAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN
SARANA DISTRIBUSI PERDAGANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa sarana distribusi perdagangan dalam bentuk pasar tradisional dan pusat distribusi memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kelancaran arus barang dan/atau jasa, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis dalam pengembangan sarana distribusi perdagangan di daerah;
b.  bahwa dalam rangka keseragaman pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan diperlukan pedoman sebagai acuan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan;
c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan;
Mengingat :  1.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387);
2.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3.  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
4.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5.  Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7.  Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8.  Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
9.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);
10  .Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/daerah (Lembaran Negara tahun 2006 nomor 20, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4609) sebagaimana telah diubah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4855);
11  .Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);
12  .Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3747);
13  .Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
14  .Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
15  .Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011;
16  .Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
17  .Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Pengangkatan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;
18  .Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
19  .Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
20  .Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 69);
21  .Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
22  .Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
23  .Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2012;
24  .Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 42/M-DAG/PER/10/2010 tentang Pengelolaan Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Sarana Distribusi Perdagangan Melalui Dana Tugas Pembantuan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan  :  PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN SARANA DISTRIBUSI PERDAGANGAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Menteri, Menteri Teknis, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi dan/atau swasta dalam melaksanakan pembangunan dan pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan, berupa:
a.  Pasar Tradisional yang bersih, sehat, aman, nyaman, tertib, jujur dan ramah lingkungan serta dapat meningkatkan daya saing; dan
b.  Pusat Distribusi Provinsi dan Pusat Distribusi Regional yang dapat berfungsi sebagai jaringan logistik dan penyangga komoditas utama di tingkat daerah dan nasional.

Pasal 3
Ruang lingkup pembangunan dan pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan meliputi:
a.  Pasar Tradisional; dan
b.  Pusat Distribusi.

BAB III
KLASIFIKASI DAN KRITERIA
SARANA DISTRIBUSI PERDAGANGAN
Bagian Kesatu
Pasar Tradisional
Pasal 4
Pasar Tradisional diklasifikasikan atas 4 (empat) tipe:
a.  Pasar Tradisional tipe A;
b.  Pasar Tradisional tipe B;
c.  Pasar Tradisional tipe C; dan
d.  Pasar Tradisional tipe D.

Pasar Tradisional tipe B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, memiliki kriteria:
a.  luas lahan paling sedikit 1.500 m2 (seribu lima ratus meter persegi);
b.  kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;
c.  peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;
d.  jumlah pedagang paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) pedagang;
e.  bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios, selasar/koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi:
1.  kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan;
2.  ruang serbaguna untuk pembinaan pedagang, penitipan dan bermain anak dengan luas paling sedikit 40m2;
3.  toilet/WC;
4.  tempat ibadah;
5.  pos kesehatan;
6.  pos keamanan;
7.  drainase (ditutup dengan grill);
8.  tempat penampungan sampah sementara;
9.  tempat parkir;
10.  area penghijauan;
11.  hidran dan/atau alat pemadam kebakaran (fire extinguisher);
12.  instalasi air bersih dan jaringan listrik;
13.  telekomunikasi;
14.  sistem informasi harga dan stok; dan
15.  papan pengumuman informasi harga harian.
f.  jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;
g.  Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh manajemen pengelolaan pasar;
h.  kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan paling sedikit 3 (tiga) hari dalam seminggu; dan
i.  CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan.

Pasal 7
Pasar Tradisional tipe C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, memiliki kriteria:
a.  luas lahan paling sedikit 1.000 m2 (seribu meter persegi);
b.  kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;
c.  peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;
d.  jumlah pedagang paling sedikit 30 (tiga puluh) pedagang;
e.  bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios, selasar/koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi:
1.  kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan;
2.  toilet/WC;
3.  tempat ibadah;
4.  pos kesehatan;
5.  drainase (ditutup dengan grill);
6.  tempat penampungan sampah sementara;
7.  tempat parkir;
8.  area penghijauan;
9.  hidran;
10.  instalasi air bersih dan jaringan listrik; dan
11.  telekomunikasi;
f.  jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;
g.  Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh manajemen pengelolaan pasar; dan
h.  kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan 1 (satu) atau 2 (dua) hari dalam seminggu.

Pasal 8
Pasar Tradisional tipe D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, memiliki kriteria:
a.  luas lahan paling sedikit 500 m2 (lima ratus meter persegi);
b.  kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;
c.  peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;
d.  jumlah pedagang paling banyak 30 (tiga puluh) pedagang;
e.  bangunan utama Pasar Tradisional berupa los dan sarana pendukung lainnya, meliputi:
1.  kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan;
2.  toilet/WC;
3.  tempat ibadah;
4.  drainase (ditutup dengan grill);
5.  tempat penampungan sampah sementara;
6.  area penghijauan; dan
7.  instalasi air bersih dan jaringan listrik;
f.  jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung sarana transportasi umum;
g.  Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh manajemen pengelolaan pasar; dan
h.  kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan 1 (satu) atau 2 (dua) hari dalam seminggu.

Bagian Kedua
Pusat Distribusi
Pusat Distribusi Provinsi, memiliki kriteria:
a.  luas lahan paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi);
b.  kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;
c.  peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;
d.  tersedianya akses transportasi antar kabupaten dan kota;
e.  berada pada lokasi dekat pelabuhan dan/atau terminal angkutan;
f.  dapat berfungsi sebagai daerah kolektor (pusat konsolidasi);
g.  bangunan utama Pusat Distribusi Provinsi dan sarana pendukung lain, meliputi:
1.  kantor pengelola, kantor pelaku logistik dan kantor fasilitasi pembiayaan;
2.  gudang/tempat penyimpanan komoditi;
3.  ruang/tempat untuk pelelangan komoditi;
4.  etalase produk;
5.  ruang sortir dan pengemasan produk;
6.  toilet/WC;
7.  tempat ibadah;
8.  area bongkar muat;
9.  tempat parkir;
10.  pos kesehatan;
11.  pos keamanan;
12.  tempat penampungan sampah sementara;
13.  drainase (ditutup dengan grill);
14.  hidran;
15.  instalasi air bersih dan instalasi listrik;
16.  area penghijauan; dan
17.  instalasi pengolahan air limbah; dan
18.  telekomunikasi;
h.  sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain);
i.  dikelola secara langsung oleh manajemen Pusat Distribusi;
j.  CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan; dan
k.  peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi.

Pasal 11
Pusat Distribusi Regional memiliki kriteria:
a.  luas lahan paling sedikit 15.000 m2 (lima belas ribu meter persegi);
b.  kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;
c.  peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;
d.  tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten/kota;
e.  berada pada lokasi dekat pelabuhan dan/atau terminal angkutan;
f.  bangunan utama Pusat Distribusi Regional dan sarana pendukung, meliputi:
1.  kantor pengelola, kantor pelaku logistik dan kantor fasilitasi pembiayaan;
2.  gudang tempat penyimpanan komoditi;
3.  ruang/tempat untuk pelelangan komoditi;
4.  etalase produk;
5.  ruang sortir dan pengemasan produk;
6.  toilet/WC;
7.  tempat ibadah;
8.  area bongkar muat;
9.  area penimbunan peti kemas;
10.  tempat parkir;
11.  pos kesehatan;
12.  pos keamanan;
13.  tempat penampungan sampah sementara;
14.  drainase (ditutup dengan grill);
15.  hidran;
16.  instalasi air bersih dan instalasi listrik;
17.  area penghijauan;
18.  instalasi pengolahan air limbah; dan
19.  telekomunikasi;
g.  sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain);
h.  dikelola secara langsung oleh suatu manajemen Pusat Distribusi;
i.  CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan; dan
j.  peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi.

BAB IV
PEMBIAYAAN
(1)  Pembiayaan pembangunan dan pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat dilakukan dengan menggunakan Dana Tugas Pembantuan dan Dana Alokasi Khusus.
(2)  Dana Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan berupa Pasar Tradisional tipe A, Pasar Tradisional tipe B, Pusat Distribusi Regional, dan/atau Pusat Distribusi Provinsi.
(3)  Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan berupa Pasar Tradisional tipe C, Pasar Tradisional tipe D, dan/atau Pusat Distribusi Provinsi.

Pasal 14
(1)  Pembiayaan pembangunan dan pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan yang bersumber dari APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dapat digunakan untuk pembangunan Pasar Tradisional dan/atau Pusat Distribusi Provinsi.
(2)  Pembiayaan pembangunan dan pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan yang bersumber dari Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan/atau swadaya masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dapat digunakan untuk pembangunan Pasar Tradisional dan/atau Pusat Distribusi.

(1)  Pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan meliputi:
a.  pembangunan baru; dan/atau
b.  revitalisasi/renovasi.
(2)  Pembangunan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk Pasar Tradisional harus berada di lokasi yang telah ada embrio pasar.
(3)  Pembangunan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk Pusat Distribusi harus berada di lokasi dekat dengan pelabuhan dan/atau terminal angkutan.
(4)  Embrio pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kriteria:
a.  area/tempat yang tetap dan tidak berpindah-pindah;
b.  adanya interaksi jual beli barang dagangan yang dilakukan secara terus menerus;
c.  adanya penjual dan pembeli dengan jumlah lebih dari satu orang; dan
d.  bangunan belum dalam bentuk permanen atau dalam bentuk semi permanen.

Pasal 17
Revitalisasi/renovasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dimaksudkan untuk melakukan perbaikan dan/atau pengembangan/perluasan Sarana Distribusi Perdagangan dan harus memperhatikan:
a.  luas lahan;
b.  daya tampung;
c.  bangunan; dan
d.  sarana pendukung.

Bagian Kedua
Persyaratan Pembangunan
Pasal 18
Pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan harus memenuhi:
a.  persyaratan administratif; dan
b.  persyaratan teknis.

(1)  Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, meliputi:
a.  persyaratan tata bangunan dan lingkungan; dan
b.  persyaratan keandalan bangunan.
(2)  Persyaratan tata bangunan dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi aspek:
a.  peruntukan lokasi dan intensitas bangunan;
b.  arsitektur bangunan yang mencerminkan kearifan lokal setempat; dan
c.  pengendalian dampak lingkungan.
(3)  Persyaratan keandalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi aspek:
a.  keselamatan struktur bangunan dan kemampuan mengatasi kebakaran serta menghadapi gempa;
b.  kesehatan yang meliputi pengaturan sirkulasi udara, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan;
c.  kenyamanan yang meliputi sirkulasi ruang gerak, hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, sudut pandang, tingkat getaran dan kebisingan; dan
d.  kemudahan pencapaian (aksesibilitas) ke dalam dan keluar bangunan serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan.

Bagian Ketiga
Perencanaan Pembangunan
Pasal 21
(1)  Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang merencanakan pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan berupa Pasar Tradisional tipe A, Pasar Tradisional tipe B, Pusat Distribusi Regional, dan/atau Pusat Distribusi Provinsi melalui alokasi Dana Tugas Pembantuan Kementerian Perdagangan, harus mengajukan permohonan kepada Menteri u.p. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
(2)  Permohonan pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan oleh Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan proposal yang mengacu pada ketentuan dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 10 dan Pasal 11 paling lambat bulan Maret untuk anggaran pembangunan 2 (dua) tahun berikutnya (t-2).
(3)  Permohonan pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Menteri u.p Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dengan melampirkan proposal yang mengacu pada ketentuan dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 10 dan Pasal 11 dan dilengkapi dengan rekomendasi dari Gubernur paling lambat bulan Maret untuk anggaran pembangunan 2 (dua) tahun berikutnya (t-2).
(4)  Proposal pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan berupa Pasar Tradisional, paling sedikit memuat:
a.  latar belakang;
b.  maksud dan tujuan;
c.  titik koordinat lokasi Pasar Tradisional yang akan dibangun;
d.  jumlah dan daftar pedagang yang telah ada sebelum dilakukan pembangunan; dan
e.  omzet transaksi per bulan.
(5)  Proposal pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan berupa Pusat Distribusi, paling sedikit memuat:
a.  latar belakang;
b.  maksud dan tujuan;
c.  titik koordinat lokasi Pusat Distribusi Regional dan Pusat Distribusi Provinsi yang akan dibangun; dan
d.  potensi produk dan konsumsi.
(6)  Pedoman penyusunan proposal pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.

Proposal pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) yang telah diterima oleh Menteri u.p Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dapat dimasukan dalam proses seleksi untuk pembangunan pada Tahun Anggaran 2014.

Pasal 24
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang merencanakan pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan berupa Pasar Tradisional tipe C, Pasar Tradisional tipe D, dan/atau Pusat Distribusi Provinsi dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus, harus berpedoman pada:
a.  kriteria Sarana Distribusi Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 10;
b.  persyaratan administratif dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20; dan
c.  petunjuk teknis penggunaan Dana Alokasi Khusus yang diatur tersendiri oleh Menteri dan/atau Menteri teknis.

Pasal 25
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang membangun atau merevitalisasi/merenovasi Pasar Tradisional dengan menggunakan dana Tugas Pembantuan dan/atau Dana Alokasi Khusus harus menjamin seluruh pedagang yang sudah terdaftar dapat menempati Pasar Tradisional yang telah dibangun atau direvitalisasi/direnovasi.
Pasal 26
Pelaksanaan pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 9 yang menggunakan Dana Tugas Pembantuan dan/atau Dana Alokasi Khusus berpedoman pada ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

BAB VI
PENGELOLAAN
Pasal 27
(1)  Pemerintah Daerah menetapkan Pengelola Sarana Distribusi Perdagangan dengan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan.
(2)  Dalam hal pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan dibiayai oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan/atau swadaya masyarakat, penetapan Pengelola Sarana Distribusi Perdagangan dilakukan oleh pihak yang membiayai pembangunan dengan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 28
(1)  Menteri, Menteri Teknis dan Pemerintah Daerah baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan bidang tugas masing-masing melakukan pembinaan terhadap Pengelola Sarana Distribusi Perdagangan yang berada di wilayah kewenangannya berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2)  Pembinaan terhadap Pengelola Sarana Distribusi Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.  peningkatan profesionalisme pengelola;
b.  pemeliharaan sarana fisik;
c.  pemeliharaan keamanan dan kebersihan;
d.  penerapan perlindungan konsumen; dan
e.  pelaksanaan evaluasi kinerja pengelolaan.

Pasal 29
Dalam rangka pembinaan Sarana Distribusi Perdagangan, Pemerintah Daerah:
a.  mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan Sarana Distribusi Perdagangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b.  meningkatkan kompetensi pedagang Pasar Tradisional dan pengelola Sarana Distribusi Perdagangan;
c.  memberikan prioritas tempat usaha kepada pedagang lama untuk ditempatkan kembali pada Pasar Tradisional yang telah selesai direvitalisasi/renovasi;
d.  melakukan penataan terhadap pedagang kaki lima/pedagang informal yang berada di lingkungan Pasar Tradisional; dan/atau
e.  memfasilitasi pembentukan asosiasi, forum komunikasi, koperasi pasar dan/atau forum pembinaan yang berfungsi sebagai sekolah pasar.

Pasal 30
Biaya pemeliharaan dan operasional Sarana Distribusi Perdagangan yang telah selesai dibangun dengan pembiayaan yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dibebankan pada APBD Pemerintah Daerah setempat.

BAB VIIPENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
(1)  Menteri melimpahkan wewenang pengendalian dan pengawasan pembangunan Sarana Distribusi Perdagangan yang pembiayaannya bersumber dari APBN Kementerian Perdagangan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
(2)  Dalam melaksanakan pengendalian dan pengawasan, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat dan daerah.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2013
MENTERI PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

GITA IRAWAN WIRJAWAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 September 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN


ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali