BAB I
KETENTUAN UMUM
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi para pejabat kesehatan di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia dalam rangka penyelenggaraan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan agar pelaksanaan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana dapat dilakukan secara terintegrasi, terkoordinasi dan terkendali dengan baik.
Pasal 3Bantuan Kesehatan dalam penanggulangan bencana di lingkungan Kemhan dan TNI dilaksanakan berdasarkan asas-asas:
a. adil dan merata, yaitu pemberian bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana secara proporsional tanpa membedakan latar belakang agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial secara adil dan merata;
b. kecepatan dan ketepatan, yaitu pelaksanaan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan untuk mencegah memburuknya keadaan korban;
c. prioritas medis, yaitu pemberian bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana harus berdasarkan prioritas dan diutamakan dengan mendahulukan keselamatan korban;
d. etika profesi, yaitu pelaksanaan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana setiap personel kesehatan selalu berpedoman pada etika profesi kesehatan sesuai bidang tugasnya;
e. kesatuan komando, yaitu menjamin kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan bantuan kesehatan diperlukan kesatuan komando untuk menyamakan persepsi dan interpretasi agar pelaksanaan tugas-tugas dilapangan berjalan dengan cepat, tepat dan berhasil guna;
f. fleksibel, yaitu organisasi dan peralatan pada bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana harus mampu dihadapkan dengan berbagai masalah dilapangan; dan
g. profesional dan proporsional, yaitu bantuan kesehatan diharapkan memiliki keahlian di bidang kesehatan dan pengalaman yang dibutuhkan serta memahami aturan dan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 4Bantuan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip kecepatan dan ketepatan, netralitas, adil dan kerja sama.
Bantuan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bertujuan:
a. memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat dari ancaman bencana secara cepat dan tepat;
b. menjamin terselenggaranya bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
c. membangun partisipasi kemitraan publik, lembaga sosial masyarakat dan negara asing secara berdaya guna dan berhasil guna;
d. mendorong semangat gotong-royong, kesetiakawanan sosial masyarakat; dan
e. menciptakan kesamaan derajat dalam memberikan bantuan dengan tanpa membedakan status atau golongan.
BAB II
PENYELENGGARAAN BANTUAN KESEHATAN
Bagian Kesatu
Konsep Penyelenggaraan
Pasal 7(1) Penyelenggaraan Bantuan Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana di lingkungan Kemhan dan TNI.
(2) Mekanisme penyelenggaraan bantuan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara berjenjang mulai dari unsur kesehatan terbawah sampai dengan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.
(3) Pengerahan Satuan tugas kesehatan untuk penyelenggaraan bantuan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik secara keseluruhan maupun sebagian dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku dan kebijakan pimpinan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi bencana serta kegiatan yang dilaksanakan Satgaskes.
Bagian Kedua
Penanggulangan Bencana
Pasal 8(1) Dalam setiap upaya penanggulangan bencana, perlu adanya persepsi yang sama bagi semua pihak Kesehatan di lingkungan Kemhan dan TNI yang ketentuannya diatur kemudian oleh instansi Kesehatan yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing.
(2) Penanggulangan Bencana merupakan salah satu fungsi Kesehatan Kemhan dan TNI yang bekerja sama dengan unsur Kesehatan Pemerintah, swasta, masyarakat maupun bantuan negara asing dengan memberdayakan sarana dan prasarana yang tersedia.
(3) Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara terintegrasi, terkoordinasi, dan terkendali yang melibatkan seluruh potensi sumber daya kesehatan Kemhan dan TNI meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
(4) Kebijakan Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Pertahanan.
(5) Penggunaan Satuan TNI dalam Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Panglima TNI.
Bagian Ketiga
Pelaksana Bantuan Kesehatan
(1) Susunan personel tingkat pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Ketua: Kapuskes TNI;
b. Wakil Ketua: Dirkes Ditjen Kuathan Kemhan; dan
c. Anggota: Dirkesad, Kadiskesal, Kadiskesau, dan Kapusrehab Kemhan.
(2) Susunan Personel tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, diketuai oleh Kepala Kesehatan Komando Utama TNI yang selanjutnya akan membentuk Satuan Tugas Kesehatan sesuai kebutuhan.
Pasal 11Pelaksana Bantuan Kesehatan Kemhan dan TNI dalam penanggulangan bencana merupakan organisasi ekstra struktural yang secara taktis operasional bertanggung jawab kepada Panglima TNI dan secara teknis medis bertanggung jawab kepada Kapuskes TNI.
Bagian Keempat
Bencana Alam
Paragraf 1
Pra Bencana
(1) Bencana alam pada fase pra bencana tingkat pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. berkoordinasi dengan tingkat daerah untuk mempersiapkan bantuan bila diperlukan (tim penilai cepat atau rapid assessment team);
b. mengkoordinasikan daerah darurat medik di lapangan dan kegiatan pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit serta mobilisasi sumberdayamanusia kesehatan pada fase tanggap darurat termasuk faskes, alkes dan manusia;
c. mengkoordinasikan bantuan perbekalan kesehatan dan konsumsi yang diperlukan serta pengawasan atas pendistribusian dan kualitasnya;
d. mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan medik padapenanggulangan bencana agar berdaya guna dan berhasil guna;
e. mengkoordinasikan Pusdalops penanggulangan bencana;
f. mengkoordinasikan sistem surveilans epidemiologi, kesehatan lingkungan dan pemberantasan penyakit, logistik dan peralatan kesehatan lapangan dalam rangka pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular di tempat penampungan pengungsi dan lokasi sekitarnya;
g. mendistribusikan logistik kesehatan kepada masing-masing Satgaskes sesuai dengan kebutuhan;
h. mengadakan koordinasi lintas sektor untuk angkutan personel, peralatan, bahan bantuan dan lain-lain;
i. mengkoordinasikan bantuan swasta dan sektor lain;
j. berkoordinasi dengan Tim Identifikasi Nasional untuk mengidentifikasi korban meninggal masal; dan
k. melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan saat terjadi bencana alam.
(2) Bencana alam pada fase tanggap darurat tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. melaporkan kejadian bencana pada kesempatan pertama kepada organisasi tingkat pusat sebagai koordinator bantuan kesehatan di tingkat pusat;
b. mengaktifkan Pusdalops penanggulangan bencana tingkat daerah;
c. melakukan koordinasi langsung dengan tingkat pusat tentang kebutuhan bekal kesehatan;
d. mengerahkan Tim penanggulangan bencana daerah yang telah di persiapkan;
e. melaksanakan pemecahan satgaskes yang ada menjadi subsatgaskes sesuai kebutuhan daerah bencana;
f. melaksanakan kegiatan administrasi terhadap bekal kesehatan yang diterima dan menyusun laporan penggunaannya;
g. membuat laporan anggaran penanggulangan bencana yang diterima dari pusat; dan
h. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan satuan tugas kesehatan.
Paragraf 3
Pasca Bencana
Pasal 14(1) Bencana alam pada fase pasca bencana, tingkat pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. membantu Kementerian Kesehatan dalam melakukan evaluasi dampak bencana guna menanggulangi kemungkinan timbulnya KLB penyakit menular dan penyakit lainnya;
b. membantu instansi terkait dalam pendataan sumber daya kesehatan yang rusak; dan
c. evaluasi pelaksanaan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana alam.
(2) Bencana alam pada fase pasca bencana, tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. mendukung upaya pelayanan kesehatan akibat atau dampak bencana terutama KLB, pemberantasan penyakit menular, promosi kesehatan, penanganan masalah psikososial, penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar;
b. melakukan koordinasi dengan instansi terkait secara lintas program dan lintas sektoral;
c. membuat surat perintah pengembalian personel yang terlibat dalam penanggulangan bencana alam; dan
d. evaluasi pelaksanaan bantuan kesehatan dalampenanggulangan bencana alam.
Bagian Ketiga
Bencana Non Alam
Paragraf 1
Pra Bencana
(1) Bencana alam pada fase tanggap darurat, tingkat pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. mengkoordinasikan pelaksanaan bantuan kesehatan penanggulangan bencana antara Satuan tugas kesehatan, rumah sakit rujukan, dan mobilisasi sumber daya kesehatan dengan sektor lain pada fase tanggap darurat;
b. mengkoordinasikan sistem surveilans epidemiologi, kesehatan lingkungan dan pemberantasan penyakit, logistik dan peralatan kesehatan dalam rangka pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular di tempat penanggulangan pengungsi dan lokasi sekitarnya;
c. mengkoordinasikan bantuan obat, bahan habis pakai dan perbekalan kesehatan yang diperlukan serta pengawasan atas kualitas obat dan makanan bantuan untuk korban;
d. mengkoordinasikan tugas dan fungsi tehnis medis pada bantuan kesehatan penanggulangan bencana agar lebih efektif dan efisien;
e. mengkoordinasikan Poskodalops penanggulangan bencana non alam;
f. mengadakan koordinasi lintas sektor untuk angkutan personel, peralatan, bahan bantuan dan lain-lain;
g. mengkoordinasikan bantuan kesehatan militer asing, swasta dan lembaga sosial;
h. berkoordinasi dengan tingkat daerah dalam mempersiapkan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana non alam; dan
i. berkoordinasi dengan Tim Identifikasi Nasional untuk mengidentifikasi korban masal.
(2) Bencana alam pada fase tanggap darurat, tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. menginformasikan kejadian bencana pada kesempatan pertama kepada Koordinator bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana tingkat pusat;
b. menerjunkan Tim reaksi cepat yang telah dipersiapkan ke lokasi bencana;
c. mengaktifkan Poskodalops bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana tingkat daerah;
d. melakukan tindakan penilaian cepat dengan memastikan adanya suatu kedaruratan, menetapkan sumber bencana, area karantina dan dekontaminasi;
e. mengaktifkan sistem tanggap darurat yang ada dengan melakukan penyelamatan korban dengan memberikan penanganan teknis medis, dekontaminasi, dan memberikan bantuan teknis medis khusus.
f. menggelar sistem komunikasi dan informasi;
g. bekerja sama dengan Tim Nubika dan Pemadam Kebakaran bila bencana beraspek Nubika dan radiasi; dan
h. menyiapkan rumah sakit setempat sebagai rujukan dari lokasi bencana atau dari tempat penampungan pengungsi.
Paragraf 3
Pasca Bencana
Pasal 17(1) Bencana non-alam pada fase pasca bencana, tingkat pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. membantu Kementerian Kesehatan dalam evaluasi dampak bencana guna menanggulangi kemungkinan timbulnya KLB penyakit menular dan penyakit lainnya; dan
b. evaluasi pelaksanaan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana non-alam.
(2) Bencana non-alam pada fase pasca-bencana, tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. mendukung upaya pelayanan kesehatan akibat atau dampak bencana; dan
b. evaluasi pelaksanaan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana alam.
BAB III
PERAN MILITER ASING DAN LEMBAGA INTERNASIONAL
Pasal 18(1) Militer asing dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan militer asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam penanggulangan bencana harus memperoleh ijin dari Menteri Pertahanan.
(3) Menteri Pertahanan dalam hal ini Direktur Kesehatan Ditjen Kuathan Kemhan bertugas mengkoordinasikan semua unsur kesehatan di lingkungan Kemhan dan TNI serta unsur kesehatan militer asing.
BAB IV
ADMINISTRASI DAN LOGISTIK
Dalam rangka pengamanan personel yang terlibat dalam kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) digunakan senjata dan amunisi yang berasal dari satuan awal personel yang terlibat.
BAB V
TATARAN KEWENANGAN
Pasal 21(1) Menhan mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan pemberian bantuan penanggulangan bencana.
(2) Panglima TNI mempunyai kewenangan menggunakan kekuatan Satuan TNI dalam rangka penanggulangan bencana.
(3) Kepala Staf Angkatan mempunyai kewenangan dalam menyiapkan Satuan penanggulangan bencana.
(4) Kapuskes TNI mempunyai kewenangan dalam pembentukan dan penggunaan kekuatan kesehatan TNI.
(5) Dirkes Ditjen Kuathan Kemhan mempunyai kewenangan dalam menyusun kebijakan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Kapusrehab Kemhan dan Dirkes/Kadiskes Angkatan mempunyai kewenangan dalam pembinaan Satuan kesehatan.
BAB VI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
(1) Satuan tugas kesehatan Kemhan dan TNI dapat melaksanakan bantuan kesehatan ke luar negeri dalam rangka penanggulangan bencana, yang ketentuannya akan diatur lebih lanjut dalam Petunjuk pelaksanaan.
(2) Satuan tugas kesehatan Kemhan dan TNI dapat melaksanakan bantuan kesehatan lainnya yang diatur lebih lanjut dengan Petunjuk pelaksanaan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 02 Tahun 2009 tanggal 17 Februari 2009 tentang Pedoman Bantuan Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana Di Lingkungan Departemen Pertahanan dan TNI dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 September 2013
MENTERI PERTAHANAN
REPUBLIK INDONESIA,
PURNOMO YUSGIANTORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN