Teks tidak dalam format asli.
Kembali



BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.1274, 2013
KEMENTERIAN KESEHATAN. Orientasi. Calon Pegawai Negeri Sipil.


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 56 TAHUN 2013
TENTANG
ORIENTASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka membentuk kemampuan khusus yang dibutuhkan pegawai negeri sipil untuk melaksanakan tugas di Kementerian Kesehatan, perlu diberikan orientasi terhadap calon pegawai negeri sipil;
b.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Orientasi Calon Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Kesehatan;
Mengingat :  1.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
2  .Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132);
3.  Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019);
4.  Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
5.  Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
6.  Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;
7.  Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 121, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5258);
8.  Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
9.  Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi;
10  .Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 510/MENKES/PER/VII/2009 tentang Pemberian Kuasa dan Pendelegasian Kewenangan Penandatanganan Nota/Surat Persetujuan dan Keputusan Mutasi Kepegawaian Dalam Lingkungan Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02./MENKES/076/I/2010;
11  .Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);
12  .Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 008 Tahun 2012 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 345);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan  :  PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG ORIENTASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pengaturan Orientasi bertujuan meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi disiplin, kepribadian, dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi.

Pasal 3
Pengaturan Orientasi hanya diberlakukan untuk CPNS yang berasal dari pelamar umum, yang dibuktikan dengan surat keputusan pengangkatan sebagai CPNS yang diterbitkan oleh Kepala Biro Kepegawaian.

BAB II
PENYELENGGARAAN ORIENTASI
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 4
Untuk menyelenggarakan Orientasi yang berkualitas, efektif dan efisien, Biro Kepegawaian dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur merencanakan dan menetapkan kebutuhan yang meliputi:
a.  jumlah CPNS yang akan mengikuti Orientasi;
b.  jumlah pembimbing yang disesuaikan dengan jumlah CPNS dalam satu Unit Kerja;
c.  jumlah Unit Kerja tempat praktik kerja CPNS;
d.  waktu pelaksanaan Orientasi; dan
e.  sistem evaluasi dan kelulusan.

Bagian Kedua
Pelaksanaan
(1)  Orientasi terdiri dari:
a.  orientasi organisasi; dan
b.  praktik kerja.
(2)  Materi orientasi organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a.  tugas, fungsi, visi, misi dan kewenangan organisasi;
b.  kedudukan dan struktur organisasi;
c.  kebijakan bidang tugas instansi;
d.  sarana dan prasarana organisasi;
e.  standar kinerja/standar pelayanan umum;
f.  standar prosedur operasional;
g.  budaya kerja/nilai-nilai/prinsip-prinsip organisasi;
h.  penulisan kertas kerja; dan
i.  materi lain yang khusus sesuai dengan kompetensi jabatan yang dibutuhkan.
(3)  Materi praktik kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a.  konsep dan tahapan praktik kerja;
b.  uraian tugas/standar kompetensi jabatan;
c.  peraturan perundang-undangan yang terkait tugas jabatannya;
d.  praktik kerja sesuai tugas jabatan;
e.  evaluasi hasil pelaksanaan tugasnya;
f.  saran perbaikan untuk pelaksanaan tugas;
g.  penulisan kertas kerja; dan
h.  materi lain yang khusus sesuai dengan kompetensi jabatan yang dibutuhkan.
(4)  Materi orientasi organisasi dan praktik kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disusun oleh Pusdiklat Aparatur bersama dengan Unit Kerja atau Unit Utama terkait.

Pasal 7
(1)  Model pembelajaran orientasi organisasi dapat dilaksanakan baik secara klasikal maupun nonklasikal
(2)  Model pembelajaran orientasi organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan jumlah CPNS.
(3)  Model pembelajaran secara klasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan apabila jumlah CPNS yang ditempatkan dalam 1 (satu) Unit Kerja paling sedikit 5 (lima) orang.
(4)  Model pembelajaran secara nonklasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan apabila jumlah CPNS yang ditempatkan dalam 1 (satu) Unit Kerja kurang dari 5 (lima) orang.

Pasal 8
Metode pembelajaran praktik kerja dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi jabatan CPNS.

Pelaksanaan praktik kerja hanya dapat dilakukan pada:
a.  Unit Kerja dimana CPNS ditempatkan; atau
b.  Unit Kerja yang ditunjuk, yang merupakan pembina dalam bidang pekerjaan tersebut.

Bagian Ketiga
Narasumber dan Pembimbing
Pasal 11
(1)  Dalam pelaksanaan orientasi organisasi, Kepala Unit Kerja menunjuk Narasumber yang bertugas untuk membekali CPNS mengenai materi organisasi.
(2)  Narasumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari internal Unit Kerja maupun eksternal.

(1)  Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur berkewajiban memberikan pembekalan kepada Pembimbing sebelum menjalankan tugas.
(2)  Pembekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
a.  memahami peran, fungsi dan tugas sebagai Pembimbing;
b.  menyusun jadwal dan materi praktik kerja;
c.  membimbing CPNS dalam praktik kerja;
d.  menjadi contoh (role model) dalam pelaksanaan tugas; dan
e.  mengevaluasi kelulusan CPNS dalam praktik kerja.
(3)  Materi pembekalan kepada Pembimbing terdiri dari:
a.  kebijakan teknis praktik kerja;
b.  konsep dan teori praktik kerja;
c.  merancang jadwal dan materi praktik kerja;
d.  komunikasi efektif dalam praktik kerja;
e.  evaluasi praktik kerja;
f.  kode etik Pembimbing;
g.  perumpunan jabatan Pembimbing; dan
h.  simulasi pembimbingan.

Pasal 14
Seluruh sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Orientasi menjadi tanggung jawab Unit Kerja dan/atau Unit Utama masing-masing.

(1)  Setiap CPNS yang mengikuti Orientasi akan diberikan penilaian.
(2)  Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek dan bobot yang meliputi:
a.  orientasi organisasi dan praktik kerja (60 %); dan
b.  sikap perilaku (40 %).

Pasal 17
(1)  Unsur dan bobot yang dinilai pada aspek orientasi organisasi dan praktik kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a terdiri dari:
a.  tugas dan fungsi organisasi (5%);
b.  tugas dan fungsi Unit Kerja (5%); dan
c.  pelaksanaan tugas (50%).
(2)  Indikator yang dinilai dari masing-masing unsur aspek orientasi organisasi dan praktik kerja terdiri dari:
a.  tugas dan fungsi organisasi yang meliputi:
1)  tugas, fungsi, visi, misi dan kewenangan organisasinya;
2)  kedudukan dan struktur organisasinya;
3)  kebijakan bidang tugas instansinya;
4)  sarana dan prasarana serta manfaatnya dalam pelaksanaan tugas;
5)  standar kinerja/standar pelayanan umum dan standar prosedur operasional untuk pelaksanaan tugasnya; dan
6)  budaya kerja/nilai-nilai/prinsip-prinsip organisasinya.
b.  tugas dan fungsi Unit Kerja yang meliputi:
1)  tugas dan fungsi Unit Kerja;
2)  kedudukan dan struktur organisasi Unit Kerja;
3)  bidang tugas Unit Kerja;
4)  sarana dan prasarana serta manfaatnya dalam pelaksanaan tugas;
5)  standar kinerja/standar pelayanan umum dan standar prosedur operasional untuk pelaksanaan tugas; dan
6)  budaya kerja/nilai-nilai/prinsip-prinsip organisasi.
c.  pelaksanaan tugas yang meliputi:
1)  konsep dan tahapan praktik kerja yang akan dilaksanakan;
2)  uraian tugas/standar kompetensi sesuai dengan jabatan yang diembannya;
3)  peraturan perundangan yang terkait tugas jabatan;
4)  pelaksanaan tugas jabatan pada unit organisasi;
5)  dapat mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas;
(3)  Penilaian unsur aspek orientasi organisasi dan praktik kerja menggunakan formulir 6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 18
(1)  Unsur dan bobot yang dinilai pada aspek sikap perilaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b terdiri dari:
a.  integritas (10 %);
b.  etika (10%);
c.  kedisiplinan (10%);
d.  kerja sama (5%); dan
e.  prakarsa (5%).
(2)  Indikator yang dinilai dari masing-masing unsur aspek sikap perilaku terdiri dari:
a.  integritas yang meliputi:
1)  Kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugas Orientasi;
2)  ketegasan dalam menyampaikan ide dan gagasan;
3)  konsistensi dalam melaksanakan tugas-tugas Orientasi; dan
4)  kepatuhan pada nilai-nilai agama dan moral selama mengikuti Orientasi.
b.  etika yang meliputi:
1)  kesopanan dalam berperilaku sehari-hari selama mengikuti Orientasi;
2)  kesantunan dalam bertutur kata;
3)  toleransi terhadap keragaman agama, suku, bahasa dan ras; dan
4)  empati dalam pergaulan selama mengikuti Orientasi.
c.  kedisiplinan yang meliputi:
1)  kerapihan dan kesopanan berpakaian selama mengikuti Orientasi;
2)  ketepatan hadir dalam mengikuti setiap kegiatan Orientasi;
3)  kesungguhan dalam mengikuti setiap kegiatan Orientasi; dan
4)  kepatuhan terhadap tata tertib Orientasi.
d.  kerjasama yang meliputi:
1)  berkoordinasi dengan pembimbing, penyelenggara dan sesama peserta untuk penyelesaian tugas-tugas Orientasi;
2)  bersinergi dengan pembimbing, penyelenggara dan sesama peserta untuk tugas-tugas Orientasi;
3)  tidak mendikte atau mendominasi kelompok; dan
4)  mau menerima pendapat orang lain.
e.  prakarsa yang meliputi:
1)  membantu terciptanya iklim Orientasi yang kondusif bagi lahirnya ide-ide pembaharuan;
2)  mampu membuat saran pembaharuan;
3)  aktif mengajukan pertanyaan yang menggugah pemikiran; dan
4)  mampu mengendalikan diri, waktu, situasi dan lingkungan.
(3)  Penilaian unsur aspek sikap perilaku menggunakan formulir 1 sampai dengan formulir 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Kualifikasi kelulusan Orientasi ditetapkan dengan gradasi penilaian sebagai berikut:
a.  sangat memuaskan (skor : 92,5 – 100);
b.  memuaskan (skor : 85,0 - 92,4);
c.  baik sekali (skor : 77,5 – 84,9);
d.  baik (skor : 70,0 – 77,4); atau
e.  tidak lulus (skor : dibawah 70,0).

Pasal 21
(1)  Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 18 dilakukan oleh Pembimbing, dan akan menjadi rekomendasi bagi Kepala Unit Kerja dalam menentukan kelulusan.
(2)  Kepala Unit Kerja dapat mempertimbangkan rekomendasi Pembimbing sebelum menetapkan kelulusan.

Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Orientasi dilakukan bersama-sama antara Unit Kerja, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, serta Biro Kepegawaian.

Pasal 24
Biro Kepegawaian menyampaikan laporan hasil pelaksanaan Orientasi kepada seluruh Kepala Unit Utama di lingkungan Kementerian Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 25
(1)  Menteri Kesehatan melalui Kepala Unit Utama melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Orientasi di lingkungan Kementerian Kesehatan.
(2)  Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Orientasi secara fungsional menjadi tanggung jawab Kepala Biro Kepegawaian dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur secara bersama-sama.

BAB VI
PENDANAAN
Pasal 26
Pendanaan penyelenggaraan Orientasi bersumber dari anggaran masing-masing Unit Kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Agustus 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali