(1) Pengguna yang akan mendayagunakan TK-WNA dalam kegiatan pendidikan formal harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membutuhkan pengesahan RPTKA dan IMTA, Pengguna harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Menteri melalui Kepala Badan.
(3) Pengajuan permohonan rekomendasi dilakukan setelah memenuhi persyaratan pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) kecuali huruf b dan huruf c bagi Pengguna yang merupakan institusi pendidikan tenaga kesehatan dan organisasi profesi yang diakui Pemerintah serta disertai dengan persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dan persyaratan tambahan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh rekomendasi mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(1) TK-WNA yang memberikan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b merupakan tenaga pengajar pada pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi profesi/vokasi bidang kesehatan atau bentuk pendidikan kesehatan berkelanjutan lainnya, termasuk TK-WNA yang mempromosikan/memperkenalkan bahan dan/atau alat kesehatan.
(2) TKWNA yang didayagunakan untuk memberikan pelatihan profesi/vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh surat persetujuan dari KKI/MTKI/KFN.
(3) TK-WNA yang akan memberikan pelatihan yang kontak langsung dengan pasien, selain memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 juga harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan dan persyaratan teknis bidang kesehatan.
(4) Persyaratan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Sertifikat kompetensi dan STRA Khusus/STR Sementara mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(1) TK-WNA yang mengikuti pelatihan dan kontak langsung dengan pasien harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan dan persyaratan teknis bidang kesehatan.
(2) Persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sertifikat kompetensi dari negara asal yang diakui kolegium;
b. STR sementara/STRA khusus; dan
c. SIP/SIK sebagai peserta pelatihan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Sertifikat Kompetensi, STR sementara, dan SIP/SIK mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Pasal 24(1) Penyelenggara pelatihan profesi/vokasi bidang kesehatan hanya dapat mendayagunakan TKWNA dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari.
(2) Jangka waktu Pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperpanjang.
(3) Pelatihan profesi/vokasi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin penyelenggaraan.
(4) Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna harus mengajukan permohonan izin penyelenggaraan kegiatan pelatihan kepada Menteri melalui Kepala Badan setelah memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) serta persyaratan tambahan.
(5) Persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
a. dokumen bukti kerjasama dengan organisasi profesi terkait;
b. sertifikat kualifikasi tambahan TK-WNA dari negara asal.
c. daftar publikasi ilmiah yang sesuai dengan bidang alih ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. surat pernyataan dari Pengguna untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana dalam menunjang penyelenggaraan alih ilmu pengetahuan dan teknologi.
(6) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), permohonan izin penyelenggaraan juga harus melampirkan:
a. akte badan hukum;
b. proposal kegiatan;
c. uraian pekerjaan yang akan dilakukan TKWNA; dan
d. nama instansi dan organisasi lain serta badan/lembaga yang diakui oleh Pemerintah.
(7) Permohonan rekomendasi izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Bakti Sosial Bidang Kesehatan
Pasal 25(1) Pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan bakti sosial bidang kesehatan dapat berupa pelayanan kesehatan langsung kepada pasien/klien.
(2) TK-WNA yang akan didayagunakan dalam kegiatan bakti sosial bidang kesehatan harus memiliki kualifikasi:
a. tenaga medis, dokter spesialis/dokter gigi spesialis; dan
b. tenaga kesehatan lain, minimal S1 atau yang setara.
(3) TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kewajiban mampu berbahasa Indonesia.
Pasal 26Pelayanan kesehatan dalam kegiatan bakti sosial bidang kesehatan yang dilakukan oleh TK-WNA harus berada dibawah tanggung jawab tenaga kesehatan Indonesia yang memiliki STR dan SIP/SIK dengan spesialisasi yang sama untuk tenaga medis dan keilmuan yang sama untuk jenis tenaga kesehatan lainnya.
Pasal 27(1) Penyelenggara yang akan mendayagunakan TK-WNA dalam kegiatan bakti sosial bidang kesehatan terdiri atas:
a. rumah sakit dengan minimal kelas C;
b. organisasi profesi bidang kesehatan;
c. institusi pendidikan bidang kesehatan; dan
d. instansi pemerintah pusat termasuk TNI/POLRI.
(2) Penyelenggara bakti sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d harus melakukan kerja sama dengan organisasi profesi bidang kesehatan terkait.
Pasal 28(1) Bakti Sosial bidang kesehatan harus diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan lain milik Pemerintah atau Pemerintah daerah.
(2) Penyelenggaraan bakti sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki surat persetujuan TK-WNA dari KKI/MTKI/KFN dan izin penyelenggaraan.
(3) Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara harus mengajukan permohonan izin penyelenggaraan kegiatan bakti sosial kepada Menteri melalui Kepala Badan setelah memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) serta persyaratan tambahan.
(4) Persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. proposal kegiatan yang berisi kejelasan maksud, tujuan, jenis kasus yang akan ditangani dan penatalaksanaannya.
b. surat rekomendasi kegiatan bakti sosial dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat;
c. surat pernyataan kesediaan bertanggung jawab dari fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia terhadap pelaksanaan pendayagunaan TK-WNA pasca penyelenggaraan bakti sosial;
d. Surat pernyataan kesediaan sebagai penanggung jawab kegiatan dari tenaga kesehatan Indonesia yang memiliki spesialisasi yang sama bagi tenaga medis atau keilmuan yang sama bagi jenis tenaga kesehatan lainnya dengan TK-WNA;
e. surat rekomendasi dari dinas kesatuan bangsa dan politik setempat untuk pelaksanaan kegiatan bakti sosial;
f. fotokopi STR dan SIP/SIK tenaga kesehatan penanggung jawab pelayanan medis;
g. daftar obat dan alat kesehatan yang telah teregistrasi dan izin edar di Indonesia yang akan digunakan;
h. surat kesediaan mendanai pelaksanaan bakti sosial hingga pasca bakti sosial;
i. surat kesediaan bertanggung jawab secara hukum untuk keseluruhan penyelenggaraan; dan
j. memiliki kamar operasi dan fasilitas tindakan medis lain sesuai dengan standar bila diperlukan tindakan operatif.
(5) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), permohonan izin penyelenggaraan kegiatan bakti sosial juga harus melampirkan:
a. akte badan hukum bagi penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c; dan
b. uraian tugas yang akan dilakukan TK-WNA.
(6) Permohonan rekomendasi izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kelima
Penelitian Kesehatan
Paragraf 1
Umum
Pasal 29(1) Pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan penelitian kesehatan harus memiliki:
a. kejelasan maksud, tujuan, objek penelitian, dan metodologi yang dipergunakan; dan
b. manfaat penelitian yang dilakukan bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.
(2) Obyek penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa manusia dan/atau lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Pasal 30(1) Penyelenggaraan penelitian kesehatan harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang riset dan teknologi.
(2) Dalam hal penelitian kesehatan menggunakan manusia sebagai obyek penelitian selain harus mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus:
a. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan tentang penelitian bidang kesehatan.
b. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Material Transfer Agreement.
c. memiliki izin penyelenggaraan penelitian bagi peneliti.
(3) Izin penyelenggaraan penelitian bagi peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diberikan oleh Menteri melalui Kepala Badan.
Pasal 31TK-WNA yang didayagunakan dalam kegiatan penelitian kesehatan dilarang melakukan penelitian dengan menggunakan metode uji klinik (clinical trial).
Paragraf 2
Kualifikasi dan Persyaratan TK-WNA
Pasal 32(1) TK-WNA yang akan didayagunakan dalam kegiatan penelitian kesehatan harus memiliki kualifikasi doktor untuk semua jenis TK-WNA yang memiliki pengalaman sebagai peneliti utama paling sedikit 2 (dua) penelitian yang telah dipublikasikan di internasional.
(2) TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan melakukan penelitian dengan cara kontak langsung kepada pasien harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan dan persyaratan teknis bidang kesehatan.
(3) Persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. sertifikat kompetensi dari negara asal yang diakui kolegium;
b. STR sementara/STRA khusus; dan
c. SIP/SIK
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Sertifikat Kompetensi, STR Sementara, dan SIP/SIK mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Paragraf 3
Pengguna
Pasal 33(1) Pengguna yang akan mendayagunakan TK-WNA dalam kegiatan penelitian kesehatan terdiri atas:
a. institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi;
b. rumah sakit pendidikan;
c. institusi/badan/lembaga penelitian kesehatan Pemerintah/swasta; dan
d. lembaga penelitian kesehatan internasional yang diakui Pemerintah.
(2) Pengguna kegiatan penelitian kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus bekerjasama dengan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi, rumah sakit pendidikan, dan institusi/badan/lembaga penelitian kesehatan pemerintah/swasta yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c.
(3) Pengguna kegiatan penelitian kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki Pengesahan RPTKA, IMTA, dan izin penyelenggaraan penelitian.
(4) Izin penyelenggaraan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
(5) Rekomendasi dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan melalui kepala badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan melampirkan:
a. akte badan hukum;
b. proposal kegiatan; dan
c. uraian tugas yang akan dilakukan TK-WNA.
(6) ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian rekomendasi izin penyelenggaraan penelitian kesehatan mengikuti ketentuan Pasal 11.
Pasal 34(1) Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA dan IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), Pengguna harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Menteri melalui Kepala Badan.
(2) Pengajuan permohonan rekomendasi dilakukan setelah memenuhi persyaratan pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) kecuali huruf b dan huruf c bagi Pengguna yang merupakan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi, institusi/badan/lembaga penelitian kesehatan Pemerintah/swasta, dan lembaga penelitian kesehatan internasional yang diakui Pemerintah disertai kelengkapan persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dan persyaratan tambahan.
(3) Persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. sertifikat sebagai peneliti/surat keterangan dari negara asal sebagai peneliti;
b. dokumen kerangka acuan dan rencana kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan;
c. daftar publikasi ilmiah yang sesuai dengan bidang penelitian; dan
d. surat persetujuan penelitian dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh rekomendasi mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Paragraf 5
Tata Cara Perpanjangan Pendayagunaan TK-WNA
Pasal 35(1) Pengguna yang telah mendayagunakan TK-WNA kegiatan penelitian kesehatan selama 1 (satu) tahun dapat memperpanjang pendayagunaannya untuk paling lama 1 (satu) tahun berikutnya dengan mengajukan rekomendasi perpanjangan dan selama persyaratan terpenuhi.
(2) Perpanjangan pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang kontak langsung dengan pasien harus melakukan perpanjangan STR Sementara dan STRA Khusus.
(3) Perpanjangan masa pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan mengajukan permohonan rekomendasi perpanjangan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum masa kerja berakhir, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Pengguna TK-WNA
Pasal 36Pengguna/Penyelenggara TK WNA mempunyai hak:a. mendayagunakan TK WNA sesuai tugas dan fungsi yang tercantum dalam izin yang diberikan; dan
b. memutuskan hubungan kerja dengan TK-WNA yang tidak memenuhi tugas dan fungsinya.
Pasal 37Pengguna TK WNA mempunyai kewajiban:a. mendayagunakan TK WNA sesuai tugas dan fungsi yang tercantum dalam izin yang diberikan;
b. membuat laporan kepada Menteri melalui Kepala Badan dengan tembusan kepada ketua KKI/MTKI/KFN dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat;
c. bertanggung jawab kepada pihak ketiga yang dirugikan oleh TK-WNA; dan
d. memenuhi seluruh kewajiban terkait dengan ketentuan ketenagakerjaan dan keimigrasian.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban TK-WNA
Pasal 38TK-WNA yang didayagunakan di Indonesia mempunyai hak:a. memperoleh hak yang terkait dengan ketenagakerjaan dan keimigrasian sesuai perjanjian atau kontrak; dan
b. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan kegiatan bidang kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39(1) TK-WNA yang didayagunakan di Indonesia mempunyai kewajiban:
a. menaati dan melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia;
b. melaksanakan kegiatan sesuai tugas dan fungsi yang dicantumkan dalam izin;
c. menaati standar profesi, standar pelayanan, dan etika profesi; dan
d. membuat laporan hasil kegiatan kepada Pengguna dengan tembusan kepada Menteri melalui Kepala Badan, ketua KKI/MTKI/KFN dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan setiap 2 bulan sekali.
(3) Dikecualikan untuk kegiatan bakti sosial bidang kesehatan, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaporkan setelah penyelenggaraan kegiatan.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 40(1) TKWNA yang didayagunakan di Indonesia dilarang:
a. melaksanakan tugas dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kompetensi, jabatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat atau wilayah kerja yang telah ditentukan dalam IMTA atau izin penyelenggaraan;
b. melakukan praktik mandiri; dan
c. menduduki jabatan personalia dan jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pemberian pelayanan langsung kepada pasien/klien diluar fasilitas yang dinyatakan Pengguna dalam RPTKA.
BAB IV
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 41Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam Pendayagunaan TK-WNA meliputi:a. pemberian rekomendasi untuk memperoleh pengesahan RPTKA dan IMTA bagi Pengguna;
b. pemberian izin penyelenggaraan pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan pelatihan, bakti sosial dan penelitian bidang kesehatan;
c. bersama dengan kementerian yang menyelenggakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan menentukan kuota peserta didik; dan
d. melakukan pembinaan dan pengawasan pendayagunaan TK-WNA skala nasional dan antar provinsi.
Pasal 42Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam Pendayagunaan TK-WNA meliputi:
a. melakukan pemantauan pendayagunaan TK-WNA skala provinsi;
b. melaporkan hasil pemantauan pendayagunaan TK-WNA kepada Menteri dengan tembusan kepada KKI, MTKI dan KFN;
c. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan
d. menilai kelayakan fasilitas pelayanan kesehatan Pengguna.
Pasal 43Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam Pendayagunaan TK-WNA meliputi :
a. melakukan pemantauan pendayagunaan TK-WNA skala kabupaten/kota;
b. melaporkan hasil pemantauan Pendayagunaan TK-WNA skala kabupaten/kota kepada pemerintah daerah provinsi;
c. memberikan izin praktik atau izin kerja bagi TK-WNA yang akan melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. menilai kelayakan fasilitas pelayanan kesehatan Pengguna.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 44(1) Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pendayagunaan TK-WNA dengan mengikutsertakan KKI, KFN, MTKI, dan organisasi profesi, sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan TK-WNA (patient safety);
b. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan TK-WNA;
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan TK-WNA; dan
d. memantau dan mengevaluasi kegiatan yang berkaitan dengan pendayagunaan TK-WNA agar menjalankan fungsinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 45(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, kepala dinas kabupaten/kota dapat menetapkan tindakan administratif terhadap Pengguna/penyelenggara dan/atau TK-WNA yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pendayagunaan TK WNA sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
(2) Tindakan administratif terhadap Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan izin penyelenggaraan kegiatan;
d. pencabutan rekomendasi pengesahan RPTKA dan IMTA; atau
e. pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Tindakan administratif terhadap TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. rekomendasi pencabutan STR;
b. rekomendasi pencabutan izin persetujuan; dan
c. pencabutan SIP/SIK
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46(1) Pengguna yang telah melakukan pendayagunaan TK-WNA berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 317/MENKES/PER/X/2010 tentang pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia, tetap dapat mendayagunakan TK-WNA, sampai habis masa berlakunya Pengesahan RPTKA dan/IMTA.
(2) Perpanjangan izin pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini.
Pasal 47(1) Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Pengguna/penyelenggara dan/atau TK-WNA yang sedang dalam proses pengajuan Pengesahan RPTKA dan/IMTA baru atau perpanjangan Pengesahan RPTKA dan/IMTA berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 317/MENKES/PER/X/2010 tentang pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia, tetap diproses berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut.
(2) Pengguna/penyelenggara yang mendayagunakan TK-WNA, harus telah menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 317/MENKES/PER/X/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 49Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 November 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN