[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
(1)  Pendayagunaan TK-WNA dapat dilakukan sepanjang terdapat hubungan bilateral antara Negara Republik Indonesia dengan Negara asal TK-WNA.
(2)  Pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan melalui Pengguna atau Penyelenggara.
(3)  Pengguna atau penyelenggara TK-WNA harus menyatakan kegiatan pendayagunaan TK-WNA yang akan dilakukan.
(4)  Kegiatan pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a.  pelayanan kesehatan;
b.  pendidikan dan pelatihan kesehatan;
c.  bakti sosial bidang kesehatan; dan
d.  penelitian kesehatan.
(5)  Dalam hal pendayagunaan TK-WNA dilakukan di bidang pelayanan kesehatan tradisional dan/atau komplementer alternatif, akan ditetapkan tersendiri oleh Menteri.

Pasal 3
(1)  Jenis TK-WNA yang dapat didayagunakan meliputi dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lain.
(2)  Jenis tenaga kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf 1
Umum
Pasal 4
(1)  Pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan pelayanan kesehatan merupakan pemberian pelayanan kesehatan langsung atau tidak langsung kepada pasien/klien di fasilitas pelayanan kesehatan Pengguna.
(2)  Pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan menggunakan Pendamping.
(3)  Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mampu menyerap dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai/dimiliki TK-WNA.
(4)  Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pemberian kualifikasi tambahan.
(5)  Kualifikasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memperoleh verifikasi dan persetujuan dari kolegium bidang ilmu dan/atau spesialisasi yang sama terlebih dahulu.
(6)  Dalam hal kolegium yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum ada di Indonesia, persetujuan diperoleh dari beberapa kolegium pengampu yang paling relevan.

TK-WNA yang akan didayagunakan dalam kegiatan pelayanan kesehatan harus memiliki kualifikasi:
a.  tenaga medis, minimal dokter spesialis atau dokter gigi spesialis; atau
b.  tenaga kesehatan lain, minimal S1 atau yang setara.

Pasal 7
(1)  Selain memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, TK-WNA yang akan didayagunakan dalam kegiatan pelayanan kesehatan juga harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan dan persyaratan teknis bidang kesehatan.
(2)  Persyaratan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)  Persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  sertifikat kompetensi;
b.  STRA Khusus/STR Sementara; dan
c.  SIP/SIK.

Pasal 8
(1)  Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a diperoleh TK-WNA setelah lulus evaluasi kompetensi.
(2)  Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh KKI bagi dokter/dokter gigi, KFN bagi apoteker, dan MTKI bagi tenaga kesehatan lainnya.
(3)  Sertifikat kompetensi digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh STRA Khusus bagi apoteker dan STR Sementara bagi dokter/dokter gigi dan jenis tenaga kesehatan lainnya.
(4)  STRA Khusus dan STR Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan sesuai peraturan perundang-undangan.
(5)  STRA Khusus dan STR Sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(6)  Untuk mendapatkan SIP/SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c, TKWNA harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah atau dinas kesehatan kabupaten/kota tempat TK-WNA akan bekerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Pengguna
(1)  Pengguna dalam kegiatan pelayanan kesehatan harus memiliki pengesahan RPTKA dan IMTA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA dan IMTA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Menteri melalui Kepala Badan serta memenuhi persyaratan pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(3)  Pengajuan permohonan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Pengguna memenuhi persyaratan umum dan persyaratan tambahan.
(4)  Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a.  daftar riwayat hidup (curriculum vitae) mencakup data pribadi, riwayat pendidikan dan pekerjaan, serta daftar publikasi karya ilmiah/karya penelitian dan/atau tindakan medis yang pernah dilakukan;
b.  fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh institusi pendidikan tenaga kesehatan yang menerbitkan di negara asal;
c.  fotokopi sertifikat kompetensi maupun sertifikat kualifikasi tambahan lain yang telah dilegalisir oleh organisasi profesi dan instansi atau badan hukum yang diakui oleh pemerintah di negara asal;
d.  Surat Tanda Registrasi sebagai tenaga kesehatan yang masih berlaku dari negara asal;
e.  surat keterangan pengalaman kerja dalam 5 (lima) tahun terakhir berturut-turut sesuai dengan kompetensi di bidang keprofesiannya;
f.  surat keterangan terdaftar sebagai anggota profesi dan aktif melakukan praktik kedokteran untuk dokter/dokter gigi, atau kegiatan di bidang kesehatan untuk tenaga kesehatan lain serta mengikuti pendidikan/pelatihan profesi berkelanjutan (CPD);
g.  letter of goodstanding dari organisasi profesi negara asal; (atau negara tempat kerja terakhir)
h.  surat keterangan sehat fisik dan mental dari negara asal;
i.  membuat surat pernyataan yang berisi tujuan pendayagunaan TKWNA;
j.  membuat surat pernyataan bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan, sumpah profesi kesehatan, dan kode etik profesi kesehatan yang berlaku di Indonesia;
k.  membuat surat pernyataan bersedia melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi dan ilmu pengetahuan kepada tenaga pendamping;
l.  fotokopi paspor calon TK-WNA;
m.  mampu berbahasa Indonesia dengan baik yang dibuktikan dengan sertifikat dari Pusat Bahasa Indonesia;
n.  surat pernyataan akan bekerja sesuai keahlian dan uraian penjabaran kompetensinya.
(5)  Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, c, d, e, f, g, dan h yang menggunakan bahasa selain Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh instansi yang menerbitkan dokumen tersebut.
(6)  Persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berupa surat pernyataan kesanggupan menanggung biaya hidup TK-WNA dari Pengguna, dengan menunjukkan bukti kemampuan menanggung biaya hidup minimal untuk jangka waktu 2 (dua) tahun di Indonesia.
(7)  Contoh surat permohonan rekomendasi pengesahan RPTKA dan IMTA sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8)  Permohonan rekomendasi pengesahan RPTKA dan IMTA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan disertai penjabaran uraian tugas (job description) termasuk kualifikasi tambahan yang akan dialihkan, dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 11
(1)  Menteri melalui Kepala Badan menugaskan Tim Koordinasi untuk melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan rekomendasi yang diajukan Pengguna.
(2)  Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, dan terdiri atas unsur:
a.  unit teknis terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan;
b.  KKI;
c.  MTKI; dan
d.  KFN.
(3)  Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus telah menerbitkan rekomendasi atau surat penolakan paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak berkas permohonan diterima lengkap.
(4)  Dalam hal Tim Koordinasi menerbitkan surat penolakan, harus disertai dengan alasan yang jelas.

(1)  Pengguna wajib menyiapkan dan menunjuk paling sedikit 2 (dua) orang pendamping dan sumber daya lain yang sesuai dengan pelayanan kesehatan yang akan diberikan TK-WNA.
(2)  Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki SIP/SIK di fasilitas pelayanan kesehatan Pengguna dan mempunyai keilmuan dan/atau spesialisasi yang setara dengan TK-WNA.
(3)  Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas menyerap kualifikasi tambahan dari TK-WNA dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi serta menggantikan TK-WNA dalam pemberian pelayanan kesehatan setelah selesai pendayagunaan.

Paragraf 4
Tata Cara Perpanjangan Pendayagunaan TK-WNA
Pasal 14
(1)  Pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan pelayanan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan selama persyaratan terpenuhi.
(2)  Perpanjangan pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perpanjangan STR Sementara dan STRA Khusus.
(3)  Perpanjangan masa pendayagunaan TK-WNA dilakukan oleh Pengguna dengan mengajukan permohonan rekomendasi perpanjangan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum masa kerja berakhir.
(4)  Permohonan rekomendasi perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan kepada Menteri melalui Kepala Badan, dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5)  Untuk mendapatkan rekomendasi perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengguna harus melampirkan dokumen:
a.  surat permohonan perpanjangan masa kerja TK-WNA sebagai pemberi pelayanan;
b.  STR Sementara yang masih berlaku;
c.  surat rekomendasi dari organisasi profesi yang menyatakan tidak ada pelanggaran dalam pelayanan yang sudah dilaksanakan;
d.  laporan hasil kerja TK-WNA pemberi pelayanan selama 6 (enam) bulan terakhir;
e.  rencana kerja TK-WNA pemberi pelayanan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun yang akan datang; dan
f.  IMTA yang sudah diperpanjang.
(6)  Menteri melalui Kepala Badan menugaskan Tim Koordinasi untuk melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan yang diajukan.
(7)  Tim Koordinasi harus telah menerbitkan rekomendasi atau surat penolakan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak berkas permohonan diterima lengkap.
(8)  Dalam hal Tim Koordinasi menerbitkan surat penolakan, harus disertai dengan alasan yang jelas.
(9)  Rekomendasi perpanjangan digunakan untuk memperoleh perpanjangan STR sementara dan STRA khusus.

Bagian Ketiga
Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan
Paragraf 1
Umum
TK-WNA yang akan didayagunakan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kesehatan harus memiliki kualifikasi:
a.  tenaga medis dengan kompetensi minimal dokter spesialis/dokter gigi spesialis dengan kualifikasi tambahan atau yang setara.
b.  tenaga kesehatan lain dengan pendidikan minimal vokasi/profesi dengan dengan gelar akademik magister atau setara.

Paragraf 2
Pendidikan
Pasal 17
(1)  TK-WNA yang memberikan pendidikan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a merupakan tenaga pendidik pada satuan pendidikan formal bidang kesehatan.
(2)  TK-WNA yang mengikuti pendidikan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a merupakan peserta didik pada satuan pendidikan formal bidang kesehatan yang kontak langsung pasien untuk memperoleh ijazah dan/atau sertifikat kompetensi.

Pasal 18
(1)  TK-WNA yang akan memberikan pendidikan formal yang kontak langsung dengan pasien, selain memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 juga harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan dan persyaratan teknis bidang kesehatan.
(2)  Persyaratan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)  Persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  Sertifikat kompetensi; dan
b.  STRA Khusus/STR Sementara.
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Sertifikat Kompetensi dan STRA Khusus/STR Sementara mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(5)  Dalam hal Pendayagunaan TK-WNA pada kegiatan pendidikan formal yang tidak kontak langsung dengan pasien (bukan klinis) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang pendidikan.

(1)  Pengguna yang akan mendayagunakan TK-WNA dalam kegiatan pendidikan formal harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Dalam hal Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membutuhkan pengesahan RPTKA dan IMTA, Pengguna harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Menteri melalui Kepala Badan.
(3)  Pengajuan permohonan rekomendasi dilakukan setelah memenuhi persyaratan pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) kecuali huruf b dan huruf c bagi Pengguna yang merupakan institusi pendidikan tenaga kesehatan dan organisasi profesi yang diakui Pemerintah serta disertai dengan persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dan persyaratan tambahan.
(4)  Persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a.  dokumen bukti pengakuan kompetensi dan kualifikasi tambahan dari kolegium bidang ilmu yang sama atau kolegium pengampu di Indonesia;
b.  daftar publikasi ilmiah yang sesuai dengan bidang pendidikan dan pelatihan;
c.  surat pernyataan dari Pengguna untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana dalam menunjang penyelenggaraan alih ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d.  izin dari kementerian yang menyelenggarakan urusan bidang pendidikan bagi pemberi pendidikan.
(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh rekomendasi mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

Paragraf 3
Pelatihan
Pasal 21
(1)  TK-WNA yang memberikan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b merupakan tenaga pengajar pada pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi profesi/vokasi bidang kesehatan atau bentuk pendidikan kesehatan berkelanjutan lainnya, termasuk TK-WNA yang mempromosikan/memperkenalkan bahan dan/atau alat kesehatan.
(2)  TKWNA yang didayagunakan untuk memberikan pelatihan profesi/vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh surat persetujuan dari KKI/MTKI/KFN.
(3)  TK-WNA yang akan memberikan pelatihan yang kontak langsung dengan pasien, selain memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 juga harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan dan persyaratan teknis bidang kesehatan.
(4)  Persyaratan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)  Persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a.  Sertifikat kompetensi; dan
b.  STRA Khusus/STR Sementara.
(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Sertifikat kompetensi dan STRA Khusus/STR Sementara mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(1)  TK-WNA yang mengikuti pelatihan dan kontak langsung dengan pasien harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan dan persyaratan teknis bidang kesehatan.
(2)  Persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  sertifikat kompetensi dari negara asal yang diakui kolegium;
b.  STR sementara/STRA khusus; dan
c. SIP/SIK sebagai peserta pelatihan
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Sertifikat Kompetensi, STR sementara, dan SIP/SIK mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Pasal 24
(1)  Penyelenggara pelatihan profesi/vokasi bidang kesehatan hanya dapat mendayagunakan TKWNA dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari.
(2)  Jangka waktu Pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperpanjang.
(3)  Pelatihan profesi/vokasi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin penyelenggaraan.
(4)  Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna harus mengajukan permohonan izin penyelenggaraan kegiatan pelatihan kepada Menteri melalui Kepala Badan setelah memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) serta persyaratan tambahan.
(5)  Persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
a.  dokumen bukti kerjasama dengan organisasi profesi terkait;
b.  sertifikat kualifikasi tambahan TK-WNA dari negara asal.
c.  daftar publikasi ilmiah yang sesuai dengan bidang alih ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.  surat pernyataan dari Pengguna untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana dalam menunjang penyelenggaraan alih ilmu pengetahuan dan teknologi.
(6)  Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), permohonan izin penyelenggaraan juga harus melampirkan:
a.  akte badan hukum;
b.  proposal kegiatan;
c.  uraian pekerjaan yang akan dilakukan TKWNA; dan
d.  nama instansi dan organisasi lain serta badan/lembaga yang diakui oleh Pemerintah.
(7)  Permohonan rekomendasi izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keempat
Bakti Sosial Bidang Kesehatan
Pasal 25
(1)  Pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan bakti sosial bidang kesehatan dapat berupa pelayanan kesehatan langsung kepada pasien/klien.
(2)  TK-WNA yang akan didayagunakan dalam kegiatan bakti sosial bidang kesehatan harus memiliki kualifikasi:
a.  tenaga medis, dokter spesialis/dokter gigi spesialis; dan
b.  tenaga kesehatan lain, minimal S1 atau yang setara.
(3)  TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kewajiban mampu berbahasa Indonesia.

Pasal 26
Pelayanan kesehatan dalam kegiatan bakti sosial bidang kesehatan yang dilakukan oleh TK-WNA harus berada dibawah tanggung jawab tenaga kesehatan Indonesia yang memiliki STR dan SIP/SIK dengan spesialisasi yang sama untuk tenaga medis dan keilmuan yang sama untuk jenis tenaga kesehatan lainnya.

Pasal 27
(1)  Penyelenggara yang akan mendayagunakan TK-WNA dalam kegiatan bakti sosial bidang kesehatan terdiri atas:
a.  rumah sakit dengan minimal kelas C;
b.  organisasi profesi bidang kesehatan;
c.  institusi pendidikan bidang kesehatan; dan
d.  instansi pemerintah pusat termasuk TNI/POLRI.
(2)  Penyelenggara bakti sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d harus melakukan kerja sama dengan organisasi profesi bidang kesehatan terkait.

Pasal 28
(1)  Bakti Sosial bidang kesehatan harus diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan lain milik Pemerintah atau Pemerintah daerah.
(2)  Penyelenggaraan bakti sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki surat persetujuan TK-WNA dari KKI/MTKI/KFN dan izin penyelenggaraan.
(3)  Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara harus mengajukan permohonan izin penyelenggaraan kegiatan bakti sosial kepada Menteri melalui Kepala Badan setelah memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) serta persyaratan tambahan.
(4)  Persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a.  proposal kegiatan yang berisi kejelasan maksud, tujuan, jenis kasus yang akan ditangani dan penatalaksanaannya.
b.  surat rekomendasi kegiatan bakti sosial dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat;
c.  surat pernyataan kesediaan bertanggung jawab dari fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia terhadap pelaksanaan pendayagunaan TK-WNA pasca penyelenggaraan bakti sosial;
d.  Surat pernyataan kesediaan sebagai penanggung jawab kegiatan dari tenaga kesehatan Indonesia yang memiliki spesialisasi yang sama bagi tenaga medis atau keilmuan yang sama bagi jenis tenaga kesehatan lainnya dengan TK-WNA;
e.  surat rekomendasi dari dinas kesatuan bangsa dan politik setempat untuk pelaksanaan kegiatan bakti sosial;
f.  fotokopi STR dan SIP/SIK tenaga kesehatan penanggung jawab pelayanan medis;
g.  daftar obat dan alat kesehatan yang telah teregistrasi dan izin edar di Indonesia yang akan digunakan;
h.  surat kesediaan mendanai pelaksanaan bakti sosial hingga pasca bakti sosial;
i.  surat kesediaan bertanggung jawab secara hukum untuk keseluruhan penyelenggaraan; dan
j.  memiliki kamar operasi dan fasilitas tindakan medis lain sesuai dengan standar bila diperlukan tindakan operatif.
(5)  Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), permohonan izin penyelenggaraan kegiatan bakti sosial juga harus melampirkan:
a.  akte badan hukum bagi penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c; dan
b.  uraian tugas yang akan dilakukan TK-WNA.
(6)  Permohonan rekomendasi izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kelima
Penelitian Kesehatan
Paragraf 1
Umum
Pasal 29
(1)  Pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan penelitian kesehatan harus memiliki:
a.  kejelasan maksud, tujuan, objek penelitian, dan metodologi yang dipergunakan; dan
b.  manfaat penelitian yang dilakukan bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.
(2)  Obyek penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa manusia dan/atau lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

Pasal 30
(1)  Penyelenggaraan penelitian kesehatan harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang riset dan teknologi.
(2)  Dalam hal penelitian kesehatan menggunakan manusia sebagai obyek penelitian selain harus mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus:
a.  mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan tentang penelitian bidang kesehatan.
b.  mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Material Transfer Agreement.
c.  memiliki izin penyelenggaraan penelitian bagi peneliti.
(3)  Izin penyelenggaraan penelitian bagi peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diberikan oleh Menteri melalui Kepala Badan.

Pasal 31
TK-WNA yang didayagunakan dalam kegiatan penelitian kesehatan dilarang melakukan penelitian dengan menggunakan metode uji klinik (clinical trial).

Paragraf 2
Kualifikasi dan Persyaratan TK-WNA
Pasal 32
(1)  TK-WNA yang akan didayagunakan dalam kegiatan penelitian kesehatan harus memiliki kualifikasi doktor untuk semua jenis TK-WNA yang memiliki pengalaman sebagai peneliti utama paling sedikit 2 (dua) penelitian yang telah dipublikasikan di internasional.
(2)  TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan melakukan penelitian dengan cara kontak langsung kepada pasien harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan dan persyaratan teknis bidang kesehatan.
(3)  Persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.  sertifikat kompetensi dari negara asal yang diakui kolegium;
b.  STR sementara/STRA khusus; dan
c.  SIP/SIK
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Sertifikat Kompetensi, STR Sementara, dan SIP/SIK mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Paragraf 3
Pengguna
Pasal 33
(1)  Pengguna yang akan mendayagunakan TK-WNA dalam kegiatan penelitian kesehatan terdiri atas:
a.  institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi;
b.  rumah sakit pendidikan;
c.  institusi/badan/lembaga penelitian kesehatan Pemerintah/swasta; dan
d.  lembaga penelitian kesehatan internasional yang diakui Pemerintah.
(2)  Pengguna kegiatan penelitian kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus bekerjasama dengan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi, rumah sakit pendidikan, dan institusi/badan/lembaga penelitian kesehatan pemerintah/swasta yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c.
(3)  Pengguna kegiatan penelitian kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki Pengesahan RPTKA, IMTA, dan izin penyelenggaraan penelitian.
(4)  Izin penyelenggaraan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
(5)  Rekomendasi dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan melalui kepala badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan melampirkan:
a.  akte badan hukum;
b.  proposal kegiatan; dan
c.  uraian tugas yang akan dilakukan TK-WNA.
(6)  ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian rekomendasi izin penyelenggaraan penelitian kesehatan mengikuti ketentuan Pasal 11.

Pasal 34
(1)  Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA dan IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), Pengguna harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Menteri melalui Kepala Badan.
(2)  Pengajuan permohonan rekomendasi dilakukan setelah memenuhi persyaratan pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) kecuali huruf b dan huruf c bagi Pengguna yang merupakan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi, institusi/badan/lembaga penelitian kesehatan Pemerintah/swasta, dan lembaga penelitian kesehatan internasional yang diakui Pemerintah disertai kelengkapan persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dan persyaratan tambahan.
(3)  Persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.  sertifikat sebagai peneliti/surat keterangan dari negara asal sebagai peneliti;
b.  dokumen kerangka acuan dan rencana kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan;
c.  daftar publikasi ilmiah yang sesuai dengan bidang penelitian; dan
d.  surat persetujuan penelitian dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh rekomendasi mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

Paragraf 5
Tata Cara Perpanjangan Pendayagunaan TK-WNA
Pasal 35
(1)  Pengguna yang telah mendayagunakan TK-WNA kegiatan penelitian kesehatan selama 1 (satu) tahun dapat memperpanjang pendayagunaannya untuk paling lama 1 (satu) tahun berikutnya dengan mengajukan rekomendasi perpanjangan dan selama persyaratan terpenuhi.
(2)  Perpanjangan pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang kontak langsung dengan pasien harus melakukan perpanjangan STR Sementara dan STRA Khusus.
(3)  Perpanjangan masa pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan mengajukan permohonan rekomendasi perpanjangan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum masa kerja berakhir, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Pengguna TK-WNA
Pasal 36
Pengguna/Penyelenggara TK WNA mempunyai hak:
a.  mendayagunakan TK WNA sesuai tugas dan fungsi yang tercantum dalam izin yang diberikan; dan
b.  memutuskan hubungan kerja dengan TK-WNA yang tidak memenuhi tugas dan fungsinya.

Pasal 37
Pengguna TK WNA mempunyai kewajiban:
a.  mendayagunakan TK WNA sesuai tugas dan fungsi yang tercantum dalam izin yang diberikan;
b.  membuat laporan kepada Menteri melalui Kepala Badan dengan tembusan kepada ketua KKI/MTKI/KFN dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat;
c.  bertanggung jawab kepada pihak ketiga yang dirugikan oleh TK-WNA; dan
d.  memenuhi seluruh kewajiban terkait dengan ketentuan ketenagakerjaan dan keimigrasian.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban TK-WNA
Pasal 38
TK-WNA yang didayagunakan di Indonesia mempunyai hak:
a.  memperoleh hak yang terkait dengan ketenagakerjaan dan keimigrasian sesuai perjanjian atau kontrak; dan
b.  mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan kegiatan bidang kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39
(1)  TK-WNA yang didayagunakan di Indonesia mempunyai kewajiban:
a.  menaati dan melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia;
b.  melaksanakan kegiatan sesuai tugas dan fungsi yang dicantumkan dalam izin;
c.  menaati standar profesi, standar pelayanan, dan etika profesi; dan
d.  membuat laporan hasil kegiatan kepada Pengguna dengan tembusan kepada Menteri melalui Kepala Badan, ketua KKI/MTKI/KFN dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
(2)  Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan setiap 2 bulan sekali.
(3)  Dikecualikan untuk kegiatan bakti sosial bidang kesehatan, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaporkan setelah penyelenggaraan kegiatan.

Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 40
(1)  TKWNA yang didayagunakan di Indonesia dilarang:
a.  melaksanakan tugas dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kompetensi, jabatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat atau wilayah kerja yang telah ditentukan dalam IMTA atau izin penyelenggaraan;
b.  melakukan praktik mandiri; dan
c.  menduduki jabatan personalia dan jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pemberian pelayanan langsung kepada pasien/klien diluar fasilitas yang dinyatakan Pengguna dalam RPTKA.

BAB IV
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 41
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam Pendayagunaan TK-WNA meliputi:
a.  pemberian rekomendasi untuk memperoleh pengesahan RPTKA dan IMTA bagi Pengguna;
b.  pemberian izin penyelenggaraan pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan pelatihan, bakti sosial dan penelitian bidang kesehatan;
c.  bersama dengan kementerian yang menyelenggakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan menentukan kuota peserta didik; dan
d.  melakukan pembinaan dan pengawasan pendayagunaan TK-WNA skala nasional dan antar provinsi.

Pasal 42
Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam Pendayagunaan TK-WNA meliputi:
a.  melakukan pemantauan pendayagunaan TK-WNA skala provinsi;
b.  melaporkan hasil pemantauan pendayagunaan TK-WNA kepada Menteri dengan tembusan kepada KKI, MTKI dan KFN;
c.  melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan
d.  menilai kelayakan fasilitas pelayanan kesehatan Pengguna.

Pasal 43
Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam Pendayagunaan TK-WNA meliputi :
a.  melakukan pemantauan pendayagunaan TK-WNA skala kabupaten/kota;
b.  melaporkan hasil pemantauan Pendayagunaan TK-WNA skala kabupaten/kota kepada pemerintah daerah provinsi;
c.  memberikan izin praktik atau izin kerja bagi TK-WNA yang akan melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d.  menilai kelayakan fasilitas pelayanan kesehatan Pengguna.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 44
(1)  Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pendayagunaan TK-WNA dengan mengikutsertakan KKI, KFN, MTKI, dan organisasi profesi, sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2)  Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a.  melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan TK-WNA (patient safety);
b.  meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan TK-WNA;
c.  memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan TK-WNA; dan
d.  memantau dan mengevaluasi kegiatan yang berkaitan dengan pendayagunaan TK-WNA agar menjalankan fungsinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 45
(1)  Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, kepala dinas kabupaten/kota dapat menetapkan tindakan administratif terhadap Pengguna/penyelenggara dan/atau TK-WNA yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pendayagunaan TK WNA sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
(2)  Tindakan administratif terhadap Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.  teguran lisan;
b.  teguran tertulis;
c.  pencabutan izin penyelenggaraan kegiatan;
d.  pencabutan rekomendasi pengesahan RPTKA dan IMTA; atau
e.  pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan.
(3)  Tindakan administratif terhadap TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.  rekomendasi pencabutan STR;
b.  rekomendasi pencabutan izin persetujuan; dan
c.  pencabutan SIP/SIK

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
(1)  Pengguna yang telah melakukan pendayagunaan TK-WNA berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 317/MENKES/PER/X/2010 tentang pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia, tetap dapat mendayagunakan TK-WNA, sampai habis masa berlakunya Pengesahan RPTKA dan/IMTA.
(2)  Perpanjangan izin pendayagunaan TK-WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini.

Pasal 47
(1)  Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Pengguna/penyelenggara dan/atau TK-WNA yang sedang dalam proses pengajuan Pengesahan RPTKA dan/IMTA baru atau perpanjangan Pengesahan RPTKA dan/IMTA berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 317/MENKES/PER/X/2010 tentang pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia, tetap diproses berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut.
(2)  Pengguna/penyelenggara yang mendayagunakan TK-WNA, harus telah menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 317/MENKES/PER/X/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 49
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 November 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN