Teks tidak dalam format asli.
Kembali



BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.1389, 2013
KEMENTERIAN KESEHATAN. Penanggulangan. Krisis Kesehatan. Pencabutan.


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 64 TAHUN 2013
TENTANG
PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa kejadian yang dapat menimbulkan krisis kesehatan harus segera ditangani untuk memberikan pertolongan dan perlindungan kepada masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud dan terpelihara secara efektif dan terorganisir;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 145/MENKES/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan perlu disesuaikan dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan penanggulangan krisis kesehatan secara cepat, tepat, menyeluruh, dan terkoordinasi dalam rangka pembangunan kesehatan untuk mewujudkan tujuan nasional, sehingga perlu diubah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan;

Mengingat :  1.  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
2.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
5.  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 205/Menkes/SK/III/1999 tentang Prosedur Permintaan Bantuan dan Pengiriman Bantuan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB);
9. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kapolri Nomor 1087/Menkes/SKB/IX/2004 dan Nomor Pol: Kep/40/IX/2004 tentang Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati Pada Bencana Masal;
10.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1203/MENKES/PER/X/2004 tentang Pengamanan Makanan dan Minuman;
11.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 783/MENKES/SK/X/2006 tentang Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1228/MENKES/SK/XI/2007;
12.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 679/MENKES/SK/VI/2007 tentang Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1227/MENKES/SK/XI/2007;
13.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 317/Menkes/PER/III/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia;
14.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);
15.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 059/MENKES/SK/I/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Pada Penanggulangan Bencana;
16.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 671);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :   PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Penyelenggaraan penanggulangan Krisis Kesehatan bertujuan untuk menanggulangi Krisis Kesehatan secara cepat, tepat, menyeluruh, dan terkoordinasi melalui Kesiapsiagaan sumber daya kesehatan.

BAB II
PENGORGANISASIAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
Pasal 3
(1)  Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota bertanggung jawab dalam penanggulangan Krisis Kesehatan.
(2) Penanggulangan Krisis Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan masing-masing.

Bagian Kesatu
Penanggulangan Krisis Kesehatan Tingkat Nasional
Pasal 4
(1) Menteri bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan Krisis Kesehatan tingkat nasional berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
(2)  Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mengoordinasikan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan.

(1) Untuk mendekatkan dan mempercepat penanggulangan Krisis Kesehatan, Menteri membentuk Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional atau Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Subregional.
(2)  Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional dan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Subregional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat atau pejabat yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Dalam menyelenggarakan penanggulangan Krisis Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional dan Ketua Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Subregional harus berkoordinasi dengan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Bagian Kedua
Penanggulangan Krisis Kesehatan Tingkat Provinsi
Pasal 7
(1) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan Krisis Kesehatan tingkat provinsi.
(2) Dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus berkoordinasi dengan Gubernur/Kepala Daerah Provinsi setempat dan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan.
(3) Dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib membentuk satuan tugas kesehatan.
(4)  Satuan tugas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diketuai oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(5)  Dalam melaksanakan tugasnya, satuan tugas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat provinsi, seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan di wilayahnya.

Pasal 8
Dalam hal Krisis Kesehatan terjadi pada dua provinsi atau lebih pada tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan, Menteri Kesehatan bertindak selaku koordinator dalam penanggulangan Krisis Kesehatan.

Bagian Ketiga
Penanggulangan Krisis Kesehatan Tingkat Kabupaten/Kota
Dalam hal Krisis Kesehatan terjadi pada dua kabupaten/kota atau lebih pada tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi bertindak selaku koordinator dalam penanggulangan Krisis Kesehatan.

BAB III
PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
Penanggulangan Krisis Kesehatan tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota diselenggarakan dengan memperkuat koordinasi dan kemitraan antar seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan.

Dalam keadaan darurat, untuk pemenuhan semua kebutuhan pada penyelenggaraan penanggulangan Krisis Kesehatan dapat dilakukan pengadaan alat kesehatan, obat, dan perbekalan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 14
Penyediaan informasi pada penyelenggaraan penanggulangan Krisis Kesehatan dilakukan dengan cepat, tepat, dan akurat serta koordinasi secara berjenjang melalui dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan regional dan sub regional, dan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

Pada tahap pascakrisis Kesehatan, kegiatan Rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh unit kerja/instansi/lembaga terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Bagian Kedua
Tahap Prakrisis Kesehatan
Pasal 17
(1) Prakrisis Kesehatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pada situasi tidak terjadi Bencana atau situasi terdapat potensi terjadinya Bencana yang meliputi kegiatan perencanaan penanggulangan Krisis Kesehatan, pengurangan risiko Krisis Kesehatan, pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar teknis dan analisis penanggulangan Krisis Kesehatan, Kesiapsiagaan, dan Mitigasi Kesehatan.
(2)  Pada tahap prakrisis kesehatan, kementerian kesehatan menyelenggarakan kegiatan:
a.  mengoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan prakrisis kesehatan dengan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan melalui Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
b.  menyusun dan mensosialisasikan kebijakan penanggulangan Krisis Kesehatan;
c.  melaksanakan dan mengembangkan sistem informasi penanggulangan Krisis Kesehatan;
d. menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan Krisis Kesehatan serta pembinaan tim reaksi cepat kesehatan;
e. meningkatkan kapasitas Kesiapsiagaan unit kesehatan dalam penanggulangan Krisis Kesehatan dengan melengkapi sarana/fasilitas yang diperlukan;
f.   memfasilitasi pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan Kesiapsiagaan;
g. membina dan memfasilitasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional dan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Subregional;
h.  memetakan Kesiapsiagaan unit-unit kesehatan di daerah;
i.   mengoordinasikan ketersediaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan; dan/atau
j.   melaksanakan kegiatan Siaga Darurat Bidang Kesehatan.

Pasal 18
Pada tahap prakrisis Kesehatan, unit teknis dan unit kerja di lingkungan kementerian kesehatan melaksanakan upaya penanggulangan krisis kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Pada tahap prakrisis kesehatan, dinas kesehatan provinsi menyelenggarakan kegiatan:
a. mengoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan prakrisis kesehatan dengan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan di wilayahnya;
b.  menyusun dan melaksanakan kebijakan penanggulangan Krisis Kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi daerah;
c.  melaksanakan dan mengembangkan sistem informasi penanggulangan Krisis Kesehatan pada tingkat provinsi;
d. menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan Krisis Kesehatan serta pembinaan tim reaksi cepat kesehatan di wilayahnya;
e. meningkatkan kapasitas Kesiapsiagaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam penanggulangan Krisis Kesehatan dengan melengkapi sarana dan prasana yang diperlukan di wilayahnya;
f.   menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan Kesiapsiagaan di wilayahnya;
g.  memetakan Kesiapsiagaan unit-unit kesehatan diwilayahnya;
h.  menjamin ketersediaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di wilayahnya; dan/atau
i.   melaksanakan kegiatan Siaga Darurat Bidang Kesehatan di wilayahnya.

Pasal 21
Pada tahap prakrisis kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota menyelenggarakan kegiatan:
a. mengoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan prakrisis Kesehatan dengan seluruh seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan di wilayahnya;
b.  menyusun dan melaksanakan kebijakan penanggulangan Krisis Kesehatan sesuai kondisi daerah;
c.  mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi penanggulangan Krisis Kesehatan pada tingkat kabupaten/kota;
d. menyusun rencana kontinjensi bidang kesehatan;
e. memfasilitasi penyusunan rencana Kesiapsiagaan rumah sakit untuk menghadapi Krisis Kesehatan;
f.   menyusun peta geomedik;
g.  menyelenggarakan geladi penanggulangan Krisis Kesehatan;
h.  membentuk dan membina tim reaksi cepat kesehatan di wilayahnya;
i.   membentuk Pusat Pengendali Operasi Kesehatan (Pusdalopkes);
j.   menyusun peta rawan bencana;
k.  mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan Kesiapsiagaan darurat untuk menghadapi ancaman bencana atau sebab lain yang menimbulkan Krisis Kesehatan di wilayahnya;
l. menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan Krisis Kesehatan di wilayahnya;
m. meningkatkan kapasitas Kesiapsiagaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam penanggulangan Krisis Kesehatan dengan melengkapi sarana dan prasana yang diperlukan di wilayahnya;
n.  menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan Kesiapsiagaan di wilayahnya; dan/atau
o.  menjamin ketersediaan cadangan (buffer stock) obat dan perbekalan kesehatan di wilayahnya.

Bagian Ketiga
Tahap Tanggap Darurat Krisis Kesehatan
Pada tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan, Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional dan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Subregional menyelenggarakan kegiatan:
a. memberikan dukungan manajemen bencana, teknis medis dan kesehatan masyarakat kepada daerah bencana sesuai kebutuhan dengan memobilisasi sumber daya kesehatan yang tersedia atas persetujuan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
b.  berkoordinasi dengan anggotanya dalam melakukan tugas teknis penanggulangan Krisis Kesehatan;
c.  memfasilitasi pemulihan darurat untuk mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan; dan/atau
d. melaporkan kejadian awal dan perkembangan kejadian Krisis Kesehatan melalui sistem informasi penanggulangan Krisis Kesehatan.

Pasal 24
Pada tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan, dinas kesehatan provinsi menyelenggarakan kegiatan:
a.  mengaktifkan Pusat Pengendali Operasi Kesehatan (Pusdalopkes);
b. berkoordinasi dengan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan dalam melakukan tugas teknis penanggulangan Krisis Kesehatan;
c.  mengoordinasikan bantuan kesehatan dan rujukan korban dari berbagai pihak di wilayah dan disekitarnya;
d.  memfasilitasi pemulihan darurat untuk mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan;
e. mengoordinasikan pemenuhan kebutuhan kesehatan antara lain berupa sumber daya manusia kesehatan, pendanaan, fasilitas untuk mengoperasionalkan sistem pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan medik, obat dan perbekalan kesehatan, gizi, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi, dan identifikasi korban sesuai kebutuhan;
f.  memfasilitasi dukungan pembayaran klaim rumah sakit untuk biaya perawatan pasien korban Krisis Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan daerah setempat; dan
g.  melaporkan kejadian awal dan perkembangan kejadian Krisis Kesehatan melalui sistem informasi penanggulangan Krisis Kesehatan.

Pasal 25
Pada tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota menyelenggarakan kegiatan:
a.  mengaktifkan fungsi Pusat Pengendali Operasi Kesehatan (Pusdalopkes);
b.  pelaporan kejadian awal melalui sistem informasi penanggulangan Krisis Kesehatan;
c.  mobilisasi tim reaksi cepat untuk melakukan kajian cepat kesehatan (rapid health assessment) yang harus segera dilaporkan hasilnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
d.  mobilisasi sumber daya kesehatan untuk penanggulangan Krisis Kesehatan yang meliputi antara lain pelayanan medik, obat dan perbekalan kesehatan, gizi, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi, dan identifikasi korban sesuai kebutuhan;
e.  merujuk korban Krisis Kesehatan ke rumah sakit di luar wilayahnya apabila dibutuhkan;
f.   memfasilitasi pemulihan darurat untuk mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan;
g. mengoordinasikan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan dalam melakukan tugas teknis penanggulangan Krisis Kesehatan;
h.  pembayaran klaim rumah sakit untuk biaya perawatan pasien korban Krisis Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan daerah setempat; dan
i.  penyampaian laporan perkembangan penanggulangan Krisis Kesehatan melalui sistem informasi penanggulangan Krisis Kesehatan.

Bagian Keempat
Pascakrisis Kesehatan
Pasal 26
(1)  Pascakrisis kesehatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera untuk memperbaiki, memulihkan, dan/atau membangun kembali prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Pada tahap pascakrisis kesehatan, kementerian kesehatan melalui Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, menyelenggarakan kegiatan:
a.  melakukan koordinasi dengan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan darurat;
b.  mengoordinasikan pelaksanaan penilaian kerusakan dan kerugian di bidang kesehatan yang dilaksanakan bersama unit terkait; dan
c.  membantu unit teknis terkait dalam penyediaan sumber daya kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam upaya:
1. pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan yang terkait dengan pencegahan kejadian luar biasa penyakit menular potensial wabah yang meliputi pengendalian penyakit, surveilans epidemiologi, imunisasi, perbaikan kualitas air dan sanitasi, dan promosi kesehatan;
2. pelayanan kesehatan yang terkait dengan perbaikan gizi, kesehatan reproduksi, pelayanan medis, pemulihan kesehatan jiwa.

Pasal 27
Pada tahap pascakrisis kesehatan, Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional dan/atau Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Subregional menyelenggarakan kegiatan:
a.  memfasilitasi pencegahan kejadian luar biasa penyakit menular potensial wabah atas persetujuan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; dan
b.  membantu dalam pelaksanaan penilaian kerusakan dan kerugian di bidang kesehatan diwilayahnya.

Pasal 28
Pada tahap pascakrisis kesehatan, dinas Kesehatan Provinsi menyelenggarakan kegiatan:
a.  membantu proses pemulihan kesehatan korban Krisis Kesehatan;
b. melakukan koordinasi dengan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan darurat;
c.  memberikan dukungan dalam pelaksanaan penilaian kerusakan dan kerugian di bidang kesehatan diwilayahnya;
d.  membantu terlaksananya:
1. upaya pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan yang terkait dengan pencegahan kejadian luar biasa penyakit menular potensial wabah yang meliputi pengendalian penyakit, surveilans epidemiologi, imunisasi, perbaikan kualitas air dan sanitasi, dan promosi kesehatan;
2. upaya pelayanan kesehatan yang terkait dengan perbaikan gizi, kesehatan reproduksi, pelayanan medis, pemulihan kesehatan jiwa.
e.  membantu kegiatan Rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana kesehatan.

Pasal 29
Pada tahap pascakrisis kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota menyelenggarakan kegiatan:
a.  melaksanakan proses pemulihan kesehatan korban krisis kesehatan;
b. melakukan koordinasi dengan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan Krisis Kesehatan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan darurat;
c.  melaksanakan penilaian kerusakan dan kerugian di bidang kesehatan;
d.  melaksanakan:
1. upaya pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan yang terkait dengan pencegahan kejadian luar biasa penyakit menular potensial wabah yang meliputi pengendalian penyakit, surveilans epidemiologi, imunisasi, perbaikan kualitas air dan sanitasi, dan promosi kesehatan;
2. upaya pelayanan kesehatan yang terkait dengan perbaikan gizi, kesehatan reproduksi, pelayanan medis, pemulihan kesehatan jiwa.
Sesuai kebutuhan di tempat penampungan Pengungsi maupun lokasi sekitarnya.
e.  melaksanakan kegiatan Rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana kesehatan.

BAB IV
PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN
Bagian Kesatu
Pendanaan
Paragraf 1
Pengalokasian Anggaran
Pasal 30
(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap penyediaan dana penanggulangan Krisis Kesehatan.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota bertanggung jawab mengalokasikan anggaran penanggulangan Krisis Kesehatan secara memadai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota wajib mendorong dan mengoordinir partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana penanggulangan Krisis Kesehatan yang bersumber dari masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2
Mekanisme Pelaksanaan Penggunaan Anggaran
Pasal 31
(1)  Mekanisme pelaksanaan penggunaan anggaran penanggulangan Krisis Kesehatan terdiri dari kegiatan pengajuan usulan penggunaan anggaran, pencairan anggaran, dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
(2)  Dalam pelaksanaan penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a.  kesesuaian penggunaan anggaran dengan kebutuhan teknis yang telah disyaratkan;
b.  efektif, terarah, dan terkendali sesuai dengan sasaran program/kegiatan;
c.  mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri.

Paragraf 3
Pengajuan Usulan Penggunaan Anggaran
Pasal 32
Pengajuan usulan penggunaan anggaran penanggulangan Krisis Kesehatan dilakukan secara tertib administrasi keuangan dengan sistem satu pintu, berupa:
a.  Untuk tahap prakrisis kesehatan, usulan dari dinas kesehatan kabupaten/kota harus disampaikan melalui dinas kesehatan provinsi kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, dengan melampirkan rencana kontijensi;
b.  Untuk tahap tanggap darurat, usulan rencana operasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota harus disampaikan melalui dinas kesehatan provinsi, serta harus dilengkapi dengan surat pernyataan bencana yang meliputi siaga darurat, tanggap darurat, atau pemulihan darurat;
c.  Untuk tahap tanggap darurat, usulan dari unit-unit utama di lingkungan kementerian kesehatan disampaikan ke Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;

Paragraf 4
Pencairan Anggaran
Pasal 33
(1) Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan harus melakukan telaahan terhadap usulan penggunaan anggaran penanggulangan Krisis Kesehatan yang telah diajukan oleh dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dan unit utama di lingkungan kementerian kesehatan.
(2)  Berdasarkan hasil telaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan menyetujui atau menolak proses pencairan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 34
(1) Pembayaran klaim rumah sakit untuk pasien korban Krisis Kesehatan yang mulai dirawat sejak masa tanggap darurat sampai selesai perawatan dapat diusulkan oleh dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota kepada Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
(2) Pelaksanaan pembayaran klaim oleh Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui proses verifikasi dari unit teknis kementerian esehatan yang membidangi rumah sakit.
(3)  Usulan dinas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan jika Pemerintah Daerah tidak mampu membiayai pasien yang bersangkutan.

Paragraf 5
Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran
Pasal 35
Penggunaan anggaran penanggulangan Krisis Kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 36
Penggunaan anggaran penanggulangan Krisis Kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada tiap tahapan kegiatan harus didukung dengan bukti-bukti pengeluaran yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 37
Pertanggungjawaban penggunaan anggaran penanggulangan Krisis Kesehatan saat tanggap darurat diperlakukan secara khusus sesuai dengan kondisi Kedaruratan dan dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Pengelolaan Bantuan
Pasal 38
(1)  Untuk menyelenggarakan penanggulangan Krisis Kesehatan:
a.  Pemerintah dapat menerima bantuan dari dalam dan luar negeri.
b.  Pemerintah Daerah dapat menerima bantuan dari dalam negeri.
(2) Bantuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), dapat berupa bantuan teknis yang meliputi peralatan maupun tenaga ahli yang diperlukan, bantuan program yang meliputi keuangan untuk pembiayaan program, dan bantuan logistik kesehatan.

Pasal 39
(1)  Segala bantuan yang berbentuk makanan dan minuman harus memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.
(2) Khusus bantuan obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan, memenuhi standar mutu dan batas kadaluwarsa, dan disertai label yang menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan memuat petunjuk yang jelas.
(3) Mekanisme pemasukan obat, perbekalan kesehatan dan makanan minuman ke dalam wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
Pada masa tanggap darurat, bantuan tenaga kesehatan warga negara asing dan perlengkapannya untuk penanggulangan Krisis Kesehatan dapat diterima dengan kriteria:
a.  disetujui oleh Pemerintah berdasarkan:
1.  rekomendasi dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Kesehatan untuk tenaga kesehatan sipil;
2.  memiliki sertifikat rekomendasi yang dikeluarkan oleh otoritas profesi negara asal (professional regulatory authority) dan disahkan oleh Ketua Konsil Kedokteran Indonesia/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia/Komite Farmasi Nasional;
3.  rekomendasi dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Menteri Kesehatan, dan Menteri Pertahanan untuk tenaga kesehatan militer;
b. dalam pelaksanaan tugas, tenaga kesehatan warga negara asing harus didampingi oleh tenaga kesehatan warga negara Indonesia dengan kompetensi sama;
c.  dalam pelaksanaan tugas harus di bawah kendali Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat dan dilarang melakukan diluar kegiatan kesehatan yang telah ditentukan;
d.  harus segera meninggalkan wilayah negara Indonesia apabila masa tanggap darurat telah berakhir; dan
e. wajib membuat laporan pelaksanaan kegiatan yang disampaikan kepada Menteri dengan salinan laporan disampaikan kepada instansi pemberi rekomendasi.

BAB V
SISTEM INFORMASI PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
Pasal 41
(1)  Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota berkewajiban melaksanakan sistem informasi penanggulangan krisis.
(2)  Sistem informasi penanggulangan krisis kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai Pedoman Pelaksanaan Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 42
(1) Setiap kegiatan Rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana kesehatan yang sedang atau telah dilakukan dalam rangka penanggulangan Krisis Kesehatan harus segera dilaporkan oleh unit/instansi/lembaga yang melakukannya kepada Menteri paling lambat pada akhir tahun untuk setiap tahun berjalan.
(2) Setiap melakukan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), laporan tersebut harus ditembuskan kepada Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 43
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penanggulangan Krisis Kesehatan dilakukan di setiap jenjang pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Pasal 44
(1)  Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memajukan kegiatan penanggulangan Krisis Kesehatan.
(2)  Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a.  advokasi dan sosialisasi;
b.  pelatihan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia kesehatan;
c.  pemantauan dan evaluasi; dan/atau
d.  cara lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Krisis Kesehatan diatur dalam Pedoman Teknis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 46
Pada saat Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 145/MENKES/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 47
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Oktober 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 November 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali