Teks tidak dalam format asli.
Kembali



BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.1530,2013
KOMISI YUDISIAL. Advokasi. Hakim. Perlindungan. Pedoman.


PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2013
TENTANG
ADVOKASI HAKIM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial perlu menetapkan Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia tentang advokasi hakim.

Mengingat :    1.  Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5250);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :  PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKASI HAKIM.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Advokasi hakim yang dilakukan Komisi Yudisial bertujuan untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

Pasal 3
(1)  Advokasi hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a.  imparsial;
b.  profesional;
c.  partisipatif;
d.  transparan; dan
e.  akuntabel.
(2) Prinsip imparsial sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf a adalah pelaksanaan advokasi hakim dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama bagi pihak-pihak yang terlibat.
(3) Prinsip profesional sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf b adalah pelaksanaan advokasi hakim dilakukan dengan berdasarkan keahlian tertentu, pengetahuan, dan wawasan yang sesuai dengan kebutuhan sehingga menghasilkan mutu terbaik.
(4) Prinsip partisipatif sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf c adalah pelaksanaan advokasi hakim dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan jejaring Komisi Yudisial.
(5) Prinsip transparan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf d adalah setiap orang berhak mengetahui proses penanganan advokasi hakim.
(6) Prinsip akuntabel sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf e adalah pelaksanaan advokasi hakim dapat dipertanggungjawabkan pada tiap tahapannya.

BAB II
PENANGANAN LAPORAN ATAU INFORMASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Advokasi hakim dilakukan terhadap perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

Pengolahan laporan atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dilakukan melalui proses, sebagai berikut:
a.  penerimaan laporan atau informasi;
b.  penelahaan laporan atau informasi;
c.  penelusuran laporan atau informasi;
d.  analisis laporan atau informasi; dan
e.  rekomendasi

Pasal 7
(1)  Pelapor menyampaikan laporan secara tetulis dalam Bahasa Indonesia kepada Ketua Komisi Yudisial.
(2)  Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat:
a.  identitas Pelapor;
b.  identitas Terlapor;
c.  pokok laporan; dan
d.  data pendukung.
(3)  Laporan diterima oleh petugas penerima, dicatat dan diberi nomor penerimaan.

Pasal 8
(1) Komisi Yudisial menindaklanjuti informasi mengenai tindakan yang dapat merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
(2)  Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat:
a.  pelaku yang diduga merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim;
b.  pokok informasi; dan
c.  data pendukung.
(3)  Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam buku registrasi.

(1) Penelusuran terhadap laporan atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dilakukan untuk mendapatkan data pendukung yang dibutuhkan dalam proses pengolahan laporan atau informasi.
(2)  Penelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pemantauan, pencarian atau pendalaman laporan atau informasi.

Pasal 11
(1)  Analisis terhadap laporan atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d dilakukan untuk menentukan bentuk rekomendasi kepada Ketua Bidang.
(2)  Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a.  identitas Terlapor atau pelaku;
b.  analisis rekomendasi; dan
c.  kesimpulan rekomendasi.

Bagian Ketiga
Sidang Pleno
(1) Dalam hal tertentu Ketua Bidang dapat menentukan bentuk langkah hukum dan/atau langkah lain setelah mendapatkan persetujuan Ketua dan/atau Wakil Ketua Komisi Yudisial.
(2)  Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap laporan atau informasi yang membutuhkan penanganan cepat, dengan kriteria:
a.  menarik perhatian publik;
b.  dampak sosial cukup luas yang berpotensi menimbulkan kerugian dan korban jiwa; dan/atau
c.  mengganggu ketertiban dan keamanan.

BAB III
PELAKSANAAN KEPUTUSAN SIDANG PLENO
Bagian Kesatu
Proses Langkah Hukum
Pasal 14
(1) Pelaksanaan Keputusan Sidang Pleno berupa langkah hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a, dilakukan dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum.
(2)  Dalam melaksanakan Keputusan Sidang Pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi Yudisial dapat membentuk Tim advokasi hakim.
(3)  Laporan kepada aparat penegak hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan memuat:
a.  identitas Pelapor dan Terlapor;
b.  pokok laporan; dan
c.  penanggungjawab laporan.
(4) Komisi Yudisial memantau proses hukum terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai prosedur hukum yang berlaku untuk mengetahui perkembangan laporan dimaksud.

Bagian Kedua
Proses Langkah Lain
(1)  Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, dilakukan secara langsung dan atau tidak langsung.
(2)  Koordinasi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan:
a.  menemui pihak-pihak terkait; dan/atau
b.  menyelenggarakan pertemuan.
(3) Koordinasi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui surat, surat elektronik, faksimili, dan/atau telepon kepada pihak-pihak terkait, audio visual kepada pihak-pihak terkait.

Pasal 17
(1) Mediasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) huruf b, dilakukan atas permintaan para pihak atau usulan Komisi Yudisial.
(2) Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a.  menjadi mediator,
b.  memfasilitasi pertemuan kedua belah pihak; dan
c.  mengupayakan titik temu keinginan para pihak.

Pasal 18
(1)  Konsiliasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) huruf c, dilakukan atas inisiatif Komisi Yudisial.
(2)  Konsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara:
a.  menjadi konsiliator,
b.  meminta keterangan secara tertulis keinginan kedua belah pihak,
c.  memfasilitasi pertemuan kedua belah pihak untuk mendengarkan keterangan secara lisan; dan
d.  menyampaikan usulan pemecahan masalah kepada para pihak.

Peraturan Komisi Yudisial ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Komisi Yudisial ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 2013
KETUA KOMISI YUDISIAL
REPUBLIK INDONESIA,

SUPARMAN MARZUKI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN


ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali