
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.1542, 2013 | KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pencantuman Label. Barang. Bahasa Indonesia. Kewajiban. |
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 67/M-DAG/PER/11/2013
TENTANG
KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL DALAM BAHASA INDONESIA PADA
BARANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa dalam rangka menjamin hak Konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh Konsumen, dan memberikan kepastian hukum bagi Pelaku Usaha, perlu mengatur kembali kewajiban pencantuman label dalam Bahasa Indonesia pada barang sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia Pada Barang;
Mengingat : 1. Undang-Undang Penyaluran Perusahaan 1934 (Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934, Staatsblad 1938 Nomor 86);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10.Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;
11.Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
12.Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
13.Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/7/2007;
14.Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/12/2011;
15.Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa;
16.Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28/M-DAG/PER/6/2009 tentang Ketentuan Pelayanan Perijinan Ekspor dan Impor Dengan Sistem Elektronik Melalui Inatrade Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;
17.Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2012;
18.Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/8/2010 tentang Unit Pelayanan Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19/M-DAG/PER/3/2012;
19.Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/10/2011 tentang Barang Dalam Keadaan Terbungkus;
20.Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18/M-DAG/PER/3/2012 tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan Perizinan Kepada Koordinator dan Pelaksana Unit Pelayanan Perdagangan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL DALAM BAHASA INDONESIA PADA BARANG.
(1) Pelaku Usaha yang memproduksi atau mengimpor Barang untuk diperdagangkan di Pasar dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini wajib mencantumkan Label dalam Bahasa Indonesia.
(2) Lampiran Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. Lampiran I, memuat daftar jenis Barang elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi, dan informatika;
b. Lampiran II, memuat daftar jenis Barang bahan bangunan;
c. Lampiran III, memuat daftar jenis Barang keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya);
d. Lampiran IV, memuat daftar jenis Barang lainnya; dan
e. Lampiran V, memuat daftar tambahan jenis Barang dan perluasan Barang.
(3) Pencantuman Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti.
(4) Penggunaan Bahasa selain Bahasa Indonesia, angka arab, huruf latin diperbolehkan jika tidak ada padanannya.
Pasal 3(1) Barang yang diimpor oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pada saat memasuki Daerah Pabean telah dicantumkan Label dalam Bahasa Indonesia.
(2) Pelaku Usaha yang mengimpor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab terhadap Barang yang diimpor.
Pasal 4(1) Pencantuman Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk Barang, harus bersifat tetap (permanen) berupa:
a. embos atau tercetak pada Barang; atau
b. Label yang secara utuh melekat pada Barang.
(2) Pencantuman Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk Kemasan, harus bersifat tetap (permanen) berupa:
a. embos atau tercetak pada Kemasan; atau
b. Label yang secara utuh melekat pada Kemasan.
(3) Label yang secara utuh melekat pada Barang dan Kemasan yang bersifat tetap (permanen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berupa stiker.
(4) Label berbahasa Indonesia yang melekat pada Kemasan berukuran lebih besar atau sama dengan Label aslinya (bahasa asing) serta rusak jika dilepaskan.
(5) Ukuran Label disesuaikan dengan besar atau kecilnya Barang atau Kemasan yang digunakan dan dapat dibaca dengan mudah dan jelas.
Selain keterangan atau penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pelaku Usaha wajib mencantumkan keterangan atau penjelasan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dicantumkan.
Pasal 7Pelaku Usaha dilarang mencantumkan Label yang:
a. dibuat secara tidak lengkap; atau
b. memuat informasi tidak benar dan/atau menyesatkan Konsumen.
Pasal 8(1) Pelaku Usaha yang memproduksi atau mengimpor Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), harus mengajukan permohonan SKPLBI kepada Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dalam hal ini Direktur Pemberdayaan Konsumen.
(2) Pengajuan permohonan SKPLBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan:
a. barang produksi dalam negeri
1) surat permohonan yang ditandatangani pimpinan perusahaan;
2) daftar barang dalam bentuk hardcopy dan softcopy;
3) contoh gambar dan Label Bahasa Indonesia yang tercantum pada Barang dan/atau Kemasan sesuai daftar barang yang diajukan;
4) fotokopi Izin Usaha Industri (IUI), Tanda Daftar Industri (TDI) atau Surat Pengakuan Sebagai Agen Pemegang Merek dari instansi teknis yang berwenang;
5) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;
6) surat kuasa dari pimpinan perusahaan bermeterai cukup, apabila pengurusan dikuasakan kepada pihak ketiga;
7) fotokopi identitas pimpinan perusahaan; dan
8) fotokopi identitas penerima kuasa, apabila pengurusan dikuasakan kepada pihak ketiga.
b. barang Impor
1) surat permohonan yang ditandatangani pimpinan perusahaan;
2) daftar Barang yang diimpor dengan nomor HS dalam bentuk hardcopy dan softcopy;
3) contoh gambar dan Label Bahasa Indonesia yang tercantum pada Barang dan/atau Kemasan sesuai daftar Barang yang diajukan;
4) fotokopi Angka Pengenal Importir (API);
5) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;
6) surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa Barang yang diimpor pada saat memasuki Daerah Pabean telah berlabel dalam Bahasa Indonesia;
7) surat kuasa dari pimpinan perusahaan bermeterai cukup, apabila pengurusan dikuasakan kepada pihak ketiga;
8) fotokopi identitas pimpinan perusahaan; dan
9) fotokopi identitas penerima kuasa, apabila pengurusan dikuasakan kepada pihak ketiga.
(3) Penyampaian permohonan SKPLBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:
a. dikirim secara elektronik melalui inatrade, setelah memiliki hak akses inatrade;
b. dikirim langsung atau melalui jasa pengiriman kepada Direktur Pemberdayaan Konsumen, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan R.I., melalui Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Kementerian Perdagangan R.I., Jalan M.I. Ridwan Rais Nomor 5, Jakarta Pusat 10110.
(4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menunjukan dokumen asli, jika diperlukan.
(5) Direktur Pemberdayaan Konsumen menerbitkan:
a. SKPLBI berdasarkan kelompok barang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar; atau
b. penolakan penerbitan SKPLBI dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima, dalam hal permohonan tidak lengkap dan/atau tidak benar.
(6) Format permohonan untuk memperoleh SKPLBI, SKPLBI, dan penolakan penerbitan SKPLBI sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI, Lampiran VII, dan Lampiran VIII Peraturan Menteri ini.
SKPLBI merupakan dokumen yang menerangkan bahwa:
a. Label untuk Barang yang diproduksi di dalam negeri telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini; atau
b. Label untuk Barang asal Impor telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dan menjadi dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang Impor.
Pasal 11 (1) SKPLBI berlaku selama Pelaku Usaha memproduksi atau mengimpor Barang yang tercantum dalam SKPLBI.
(2) Dalam hal Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memproduksi atau mengimpor Barang di luar yang tercantum dalam SKPLBI, Pelaku Usaha harus mengajukan SKPLBI baru sesuai ketentuan dalam Pasal 8.
(1) Dalam hal Pelaku Usaha pada saat mengimpor Barang tidak melengkapi dokumen SKPLBI, Barang yang diimpor harus dire-ekspor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Biaya re-ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada importir.
Pasal 14(1) Ketentuan pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia tidak berlaku untuk Barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V Peraturan Menteri ini, jika Barang dimaksud merupakan:
a. Barang Curah yang dijual dan dikemas secara langsung di hadapan Konsumen; atau
b. Barang yang diimpor sebagai:
1) Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang digunakan dalam proses produksi;
2) Barang Impor Sementara;
3) Barang Re-Impor;
4) Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
5) Barang hibah, hadiah, atau pemberian untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, pendidikan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
6) Barang Contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
7) Barang Kiriman;
8) Barang Penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas;
9) Barang Pindahan;
10) Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
11) Barang untuk keperluan instansi pemerintah/lembaga negara lainnya yang diimpor sendiri oleh instansi/lembaga tersebut; dan/atau
c. Barang yang diproduksi di dalam negeri sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang digunakan dalam proses produksi.
(2) Dalam hal produsen, agen pemegang merek kendaraan bermotor, importir umum atau pemasok produsen kendaraan bermotor mengimpor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 sampai dengan angka 6, harus memiliki SPKPLBI.
(3) Dalam hal produsen memproduksi Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus memiliki SPKPLBI.
(1) Pelaku Usaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan/atau Pasal 7 huruf a, wajib menarik Barang dari peredaran dan dilarang memperdagangkan Barang dimaksud.
(2) Penarikan Barang dari peredaran dilakukan atas perintah Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen atas nama Menteri.
(3) Biaya penarikan Barang dari peredaran dibebankan kepada Pelaku Usaha.
Pasal 17Barang yang telah ditarik dari peredaran oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dapat diperdagangkan kembali jika telah memenuhi ketentuan pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia pada Barang sesuai Peraturan Menteri ini.
Pasal 18(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia pada Barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri.
(2) Menteri melimpahkan wewenang pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
(3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sendiri oleh Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen atau bersama-sama dengan instansi teknis terkait di pusat dan/atau di daerah.
(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pelayanan dan penyebarluasan informasi, edukasi, dan konsultasi, secara langsung dan tidak langsung kepada Pelaku Usaha dan/atau Konsumen.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan dan tata cara pengawasan Barang dan/atau jasa.
(1) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 jika tidak melakukan penarikan barang dari peredaran dikenakan sanksi administratif berupa:
a. pencabutan SIUP dan/atau API oleh pejabat penerbit SIUP/API; atau
b. pencabutan izin usaha lainnya oleh pejabat berwenang.
(2) Pencabutan SIUP dan/atau API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, apabila:
a. barang yang ditarik dari peredaran terkait dengan keselamatan, keamanan, dan kesehatan Konsumen serta lingkungan hidup, pencabutan dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis paling banyak 2 (dua) kali dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) hari kerja; atau
b. barang selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, pencabutan SIUP dan/atau API dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali masing-masing dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja.
(3) Dalam hal Pelaku Usaha dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menyampaikan rekomendasi pencabutan izin usaha kepada instansi terkait/pejabat berwenang.
Pasal 21(1) Pelaku Usaha yang memproduksi atau mengimpor barang yang tidak tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini dan telah mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia, dapat tetap mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan karakteristik barang.
(2) Pelaku Usaha yang memproduksi atau mengimpor barang yang tidak tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini dan belum mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia, dapat mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan karakteristik barang.
Lampiran I sampai dengan Lampiran XI merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 24Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2013
MENTERI PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
GITA IRAWAN WIRJAWAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Lampiran: bn1542-2013